NovelToon NovelToon
Hammer Of Judgment

Hammer Of Judgment

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: yersya

Hammer of Judgment yang membalas kejahatan dengan kejahatan. Apakah Hammer of Judgment adalah sosok pembela keadilan? Atau mungkin hanyalah sosok pembunuh?

Nantikan kelanjutannya dan temukan siapa sebenarnya Hammer of Judgment.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yersya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 20

Pukul tiga dini hari, ketika kegelapan malam masih menyelimuti taman kota, dua sosok bertemu di tempat yang sunyi dan sepi. Cahaya remang-remang lampu jalan hanya menyinari sedikit bagian taman, menciptakan atmosfer misterius dan tenang.

Di tengah taman kota yang sepi, terdengar langkah kaki yang pelan mendekati. Dua sosok yang saling menatap satu sama lain. Seorang pria berpakaian hitam tebal menatap seorang wanita yang berdiri di hadapannya dengan tatapan dingin. Sedangkan wanita itu menatap pria yang berdiri di hadapannya dengan tatapan kegilaan yang tidak akan dimengerti oleh siapapun.

Mereka saling berhadapan di bawah rindangnya pohon yang menari-nari ditiup angin malam. Suasana hening hanya terganggu oleh desiran daun yang bergerak lembut dan suara gemericik darah yang menetes dari wajah wanita itu. Dia tidak terluka. Itu hanyalah cipratan darah dari hasil kegilaan yang dia lakukan.

“Apa yang kau lakukan, 001?” Tanya pria itu.

“Hm? Apa yang kamu maksud itu aku? Maaf, tapi aku tidak mengenal siapa yang kamu maksudkan” jawab wanita itu dengan ekspresi keheranan.

“Berhentilah berpura-pura! Kau sendiri yang mengekspos keberadaanmu. Dan juga, bisakah kau berhenti mengubah wajah dan suaramu itu?”

“Hmm… memangnya kenapa? Bukankah kalian sudah sering melihatnya? Tapi, kenapa hanya kau sendiri yang datang, 002?” Tanya wanita itu, seseorang yang entah laki-laki atau perempuan yang dipanggil 001 itu, wajahnya yang tadi tersenyum kini berubah menjadi dingin.

“Aku datang untuk meminta maaf padamu atas nama Numbers!” Ujar pria itu yang dipanggil dengan 002.

“......”

“Semua itu adalah kesalahan kami. Padahal kau selalu melindungi kami dalam situasi berbahaya. Tapi, kami sama sekali tidak pernah menolongmu ketika kau berada dalam bahaya dan kami malah meninggalkanmu. Dan, karena kesalahan kami itulah kau dinyatakan mati waktu itu. Tapi, tidak kusangka kalau kau ternyata masih hidup. Karena itulah, aku minta maaf mewakili Numbers yang lain” ucap 002 dengan tulus. Tatapannya yang tadi sangat dingin seperti robot tidak berperasaan, sekarang dapat dilihat di matanya terdapat sebuah kesedihan dan penyesalan yang amat mendalam.

“Yah, kau tidak perlu meminta maaf padaku! Toh, kalian waktu itu pergi meninggalkanku karena perintahku. Jadi, kalian tidak salah apapun. Karena itu adalah perintah pemimpin kalian”

“Itu memang benar. Tapi, kau yang merupakan yang terbaik di organisasi sering melawan perintah atasan hanya untuk menyelamatkan kami. Dan, tentu saja kau selalu mendapat hukuman karena hal itu. Tapi kami malah….”

“OI, oi, oi, ini tidak seperti kau yang biasanya, 002” ucap 001 memotong kalimat 002. “Ada apa denganmu? Kau biasanya tidak banyak omong seperti ini, apa kau salah makan atau apa?” Ucap 001 sambil tertawa kecil.

002 terdiam, dia tidak tahu apakah 001 saat ini sedang bercanda atau tidak. Dia juga tidak tahu, apakah 001 yang saat ini berdiri dihadapannya sedang berbohong atau tidak. Dimata 002, 001 adalah seorang iblis berwujud manusia yang memakai seribu topeng. Tidak ada yang tahu apa yang dia pikirkan, apa yang dia rasakan, dan yang mana saja sifat aslinya.

Tapi, diantara banyaknya sifat dan karakter 001, salah satu sifat asli 001 yang diketahui 002 dan para Numbers lainnya yaitu bahwa 001 itu adalah seorang psikopat gila.

“Baiklah! Kalau begitu, kenapa kau dengan sengaja mengekspos keberadaanmu padaku?” Tanya 002 dengan wajahnya yang kembali serius.

“Hhmm… apa Numbers lain tahu kalau aku masih hidup?”

“Tidak”

“Begitu, ya? Apa kalian masih bekerja untuk organisasi?”

“Tidak, setelah kau dinyatakan mati waktu itu. Organisasi menuduh kau sebagai penghianat karena telah membunuh 011, 008, dan 003. Lalu mereka membubarkan Numbers.

“Apa?” Tanya 001 dengan wajah terkejut.

“Sudah kuduga, bukan kau pelakunya” ucap 002.

001 diam membeku, meskipun pada dasarnya para Numbers tidak begitu dekat. Tapi bagi 001 yang loyalitas terhadap rekannya. Tentu saja hal itu membuatnya sedikit syok.

“Siapa?... Siapa yang membunuh mereka?” Tanya 001 dengan penuh amarah.

“Entahlah! Tapi, karena organisasi telah membuang Numbers, kami menjadi terpecah belah saat ini.”

001 terdiam, meskipun dia merasa sangat marah, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan. 001 kemudian menarik nafas dan menghembuskannya kembali agar menjadi lebih tenang. “Begitu? Oh ya, untuk pertanyaanmu tadi. Aku hanya ingin hidup damai di tempat kelahiranku ini.”

“Apa? Kalau begitu kenapa kau mengekspos keberadaanmu?”

Hening sejenak, 001 mendongakkan kepalanya ke atas, menatap bulan yang bersinar terang di langit malam.

“Aku ingin kau mencegah organisasi dan Numbers datang ke negara ini!” Ujar 001 memecah keheningan.

“Apa itu perintah?” Tanya 002 setelah diam beberapa detik.

“Tidak, ini adalah permintaan,” jawab 001, kembali menatap 002 sambil tersenyum.

Hening kembali, 002 merenungkan segala kemungkinan dan akibat jika dia menerima permintaan 001. Namun, dia sama sekali tidak memiliki niatan untuk menolaknya. Karena, bagi 002, 001 itu adalah temannya.

“Baiklah! Aku tidak bisa menjanjikannya, tapi aku akan melakukannya sebaik mungkin,” ucap 002 memecahkan keheningan.

“Terima kasih!” Ujar 001 sambil tersenyum.

Belum genap beberapa detik, mereka berdua kemudian berbalik, berjalan menjauh satu sama lain. 001 melangkah perlahan dengan tatapan kosong. Pikirannya melayang ke masa lalu, mengingat kembali wajah rekan-rekannya. Sementara itu, tanpa 001 sadari, 002 tersenyum, merasa senang karena ternyata temannya itu masih hidup. Suasana yang tercipta di antara keduanya penuh dengan campuran perasaan, dari kesedihan hingga kelegaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.

...…...

Pukul enam pagi di hari Minggu, matahari mulai bersinar dengan lembut, menyinari jalanan yang masih sepi. Suasana pagi yang segar dan tenang membuat udara terasa begitu menyegarkan saat aku mulai jogging di taman yang hijau dan rindang.

Langkahku ringan dan ritmis, menyatu dengan alunan lagu yang terputar di telingaku melalui earphone. Udara sejuk pagi meresap ke dalam setiap nafas yang kuambil, memberikan energi dan semangat untuk melangkah lebih jauh.

Sekitar taman kota, pepohonan mulai bergoyang pelan oleh hembusan angin pagi. Suara gemericik air dari kolam kecil dan nyanyian burung-burung kecil menjadi latar yang menenangkan dalam latihan pagiku.

Saat aku melintasi pepohonan yang menjulang tinggi, sinar matahari pagi mulai menerobos di antara dedaunan, menciptakan bayangan yang bermain-main di jalur joggingku. Rasanya seperti langkahku ditemani oleh sinar matahari yang hangat dan menyenangkan.

Pukul tujuh pagi, sebelum pulang ke rumah, aku memutuskan untuk beristirahat di taman dekat mini market. Langit pagi yang cerah dan udara segar memberikan suasana yang menyegarkan di sekitar taman. Aku memilih untuk duduk di ayunan, merasakan hembusan angin pagi yang menyejukkan.

Duduk di ayunan, aku merasa tenang dan rileks. Aku meluruskan kakiku, merasakan kelegaan setelah beraktivitas. Suara riuh gemerincing daun dan semilir angin pagi membuat detik-detik istirahat ini semakin nyaman.

Ditengah waktu istirahatku, aku melihat seorang wanita berpakaian tebal berjalan mendekat ke arahku. Lalu dia duduk di ayunan yang berada tepat di sebelahku. Dia mendongakkan kepalanya keatas, menatap langit pagi.

Aku tidak tahu siapa dia, tapi aku dapat merasakan kesedihan di matanya. Suasana hening di taman terasa semakin terasa dalam, seolah-olah kesedihan yang terpancar dari wanita itu mempengaruhi seluruh suasana di sekitar kami.

Dalam keheningan yang menyelimuti, aku merasa ingin memberikan dukungan kepada wanita itu meskipun kami tidak saling mengenal. Mungkin dengan sebuah senyuman atau kata-kata yang menenangkan, aku bisa membuatnya merasa sedikit lebih baik.

Aku memutuskan untuk mengajaknya berbicara, “Halo, apa kamu baik-baik saja?” Ucapku dengan lembut, mencoba menunjukkan bahwa aku peduli dengan keadaannya. Wanita itu menoleh ke arahku dengan ekspresi terkejut.

“Ah, maaf! Aku tidak sadar kamu duduk disana,” ucap wanita itu.

“Ah, tidak apa. Tapi, apa kamu baik-baik saja?”

“Apanya?”

“Kamu kelihatan sedih,” ucapku, wanita itu terlihat terkejut dan menundukkan kepalanya, memasang wajah murung. “Maaf jika aku terkesan ikut campur. Tapi, entah kenapa aku merasa nyaman di dekatmu.”

“Tidak apa. Aku sedang merasa kehilangan sesuatu.”

“Apakah itu sesuatu yang berharga?”

“Mungkin,” jawab wanita itu.

Hening sejenak, aku kemudian bangkit dan berdiri di hadapan wanita itu. Aku menekuk lututku, dan mulai mengelus kepala wanita itu agar dia menjadi lebih baik.

Wanita itu mendongak, menatapku dengan rasa heran.

“Ah, maaf jika aku membuatmu tidak nyaman,” ucapku, berhenti mengelus kepalanya.

“Tidak. Terima kasih! Itu membuatku sedikit lebih baik,” ucap wanita itu sambil tersenyum, membuatku juga ikut tersenyum.

“Anu… apa kita pernah bertemu sebelumnya?” Tanyaku.

“Hm? Entahlah, mungkin kita pernah berpapasan di jalan.”

“Ah, begitu. Maaf jika pertanyaanku terdengar aneh,” ucapku sambil tersenyum ramah.

Belum genap beberapa detik, ponselku berbunyi, sebuah pesan masuk dari ibu bahwa sarapan telah siap dan menyuruhku pulang. Aku Pun berpamitan dengannya. Dia tersenyum kecil sambil mengucapkan terima kasih atas kehadiranku. Akupun juga ikut tersenyum, merasa senang jika aku dapat membuatnya menjadi sedikit lebih baik.

Dengan langkah ringan, aku meninggalkan taman dan melangkah pulang ke rumah. Udara pagi yang segar dan suasana tenang masih membekas dalam pikiranku. Sesampainya di rumah, aku disambut hangat oleh aroma sarapan yang telah disiapkan ibu. Aku duduk di meja makan, dan mulai sarapan bersama keluargaku.

Kalau dipikir-pikir, aku lupa menanyakan namanya. Yah, tidak masalah juga sih. Toh, lagian, kita mungkin juga akan bertemu di jalan suatu saat nanti. Tapi, aku masih penasaran, kenapa aku bisa merasa nyaman berada di dekatnya?

Rasanya seperti ada ikatan yang tak terlihat, sebuah kehangatan yang timbul meskipun kami baru saja bertemu. Apa mungkin karena senyumannya? Atau mungkin karena tatapan matanya?. Entahlah, tetapi kehadiran wanita itu telah meninggalkan kesan yang sulit untuk dilupakan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!