NovelToon NovelToon
Sisi Lain Dari Pagar Sekolah: Pengalaman Dan Penyesalan

Sisi Lain Dari Pagar Sekolah: Pengalaman Dan Penyesalan

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Romantis / Teen School/College / Slice of Life
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Aku punya cerita nih, soal dunia ku yang banyak orang bilang sih kelam, tapi buat ku malah keren dan penuh dengan keseruan. Aku punya circle, sebuah geng yang isinya anak-anak yahut yang terkenal jahil dan berani. Seru abis pokoknya! Mereka itu sahabat-sahabat yang selalu ada buat ngelakuin hal-hal yang bikin adrenaline kita ngacir.

Kita sering hang out bareng, kadang sampe lupa waktu. Dari yang cuma nongkrong asyik di tempat-tempat yang biasa kita tongkrongin, sampe yang agak miring kayak nyoba barang-barang yang sebenernya sih, yah, kurang direkomendasiin buat anak muda. Tapi, yah, lagi-lagi itu semua bagian dari mencari identitas dan pengalaman di masa remaja.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 20

Rian, yang sebelumnya lebih banyak diam, tiba-tiba menyela dengan suara yang tegas. Aku melihat ke arahnya, sedikit terkejut mendengar dia membela keberadaanku di situ.

"Dia enggak akan kena masalah. Aku yang jamin," katanya, menatap langsung ke arah Wendi dan temannya.

Wendi dan teman-temannya saling pandang sejenak, seolah ada kata-kata yang tidak perlu diucapkan di antara mereka. Wendi kemudian mengangguk pelan, "Oke, kalau Rian yang jamin, kita lihat saja nanti."

Suasana menjadi agak hening untuk beberapa saat. Aku merasa ada semacam pertarungan wilayah yang tidak terlihat di antara mereka, dan aku adalah pion yang tidak sengaja terlibat. Caca mengusap punggungku, seolah ingin menguatkan.

"Santai saja," bisiknya kepadaku. Miranda hanya tersenyum dan mengedipkan mata, seolah mengatakan bahwa segalanya akan baik-baik saja.

Perlahan aku mulai mengerti dinamika dalam grup ini. Mereka adalah kumpulan remaja yang sudah terbiasa dengan cara hidup mereka sendiri, norma dan aturan tidak tertulis yang mungkin bagi orang luar terlihat menakutkan atau bahkan salah, tapi bagi mereka, ini adalah kehidupan sehari-hari.

\~\~\~

Ketika suasana mulai adem, aku mencoba untuk tidak terganggu oleh bau rokok yang beberapa dari mereka hisap. Meskipun aku tidak menyukainya, aku tidak merasa tepat untuk meminta mereka mematikan rokoknya—aku tidak ingin terlihat seperti mengatur mereka.

Tiba-tiba, Wendi yang tampaknya memimpin kelompok, berdiri. "Balik kelas!" ucapnya tegas, sambil membuang putung rokoknya ke sembarang arah.

Raut wajahnya serius, seolah mengingatkan kita semua tentang realitas yang harus dihadapi.

"Ayuk, udah mau bel istirahat," sahut Denis, menyepakati ucapan Wendi.

Kami semua mengangguk dan mulai bergerak meninggalkan gubuk. Perjalanan kembali ke sekolah terasa lebih cepat. Kita memutuskan untuk mengambil jalan yang berbeda agar tidak terlihat bersama, apalagi mengingat stigma yang mungkin timbul jika terlihat anak-anak cewek bolos bersama kelompok anak cowok.

Risiko untuk dianggap negatif cukup tinggi, dan tidak ada dari kami yang ingin menambah masalah lebih lagi.

\~\~\~

Suasana sekolah memang mulai hidup kembali ketika jam istirahat tiba. Anak-anak berbondong-bondong keluar dari kelas, bergerombol di koridor, atau berkumpul di bawah pohon rindang di halaman sekolah.

Meskipun sebagian besar dari mereka tampak senang bisa istirahat sejenak dari pelajaran, aku merasa ada beban berat yang masih menghantui pikiranku.

"Kita mau ketemu sama kakel. Lu mau ikut enggak?" tanya Fifin dengan hati-hati, seolah sadar bahwa permintaan ini tidak biasa dari mereka.

Aku paham, mereka tidak akan sembarangan mengajak orang ikut sebelum membicarakannya dengan orang yang berpengaruh di antara kami.

Aku tersenyum dan menggeleng pelan, "Aku balik kelas aja," jawabku, mencoba memilih opsi yang lebih aman.

Aku tahu, bertemu dengan 'kakel' mereka bisa saja berujung pada petualangan lain yang lebih berisiko.

Hanum mengangguk, "Oke, tunggu kita di kelas ya."

"Woke," balasku sambil mengangkat jempol sebagai tanda kesepakatan.

Setelah mereka pergi, aku melihat mereka berjalan menuju kelas IX dengan langkah mantap. Aku merasa lega ketika melihat mereka pergi, meskipun aku tahu pasti mereka akan melakukan sesuatu yang lebih gila lagi.

Kembali ke dalam kelas, aku merasa sedikit lega. Setidaknya aku tidak terlibat dalam apa pun yang mungkin mereka lakukan selanjutnya. Meskipun aku masih merasa sedikit penasaran tentang apa yang mereka bicarakan dengan 'kakel'.

\~\~\~

Aku memasuki kelas yang hening, hanya beberapa siswa yang masih berada di dalamnya. Lia, melihatku dan langsung bertanya, "Dari mana lu?"

Aku memilih duduk di antara mereka sebelum menjawab dengan santai, "Enggak dari mana-mana."

Bohong memang, tapi aku tidak punya pilihan lain. Aku tidak bisa memberitahunya bahwa aku baru saja bolos bersama Miranda, apalagi dengan rombongan anak cowok. Itu pasti akan menimbulkan lebih banyak pertanyaan dan mungkin dugaan yang tidak menyenangkan.

"Lu ketinggalan berita," ucap Bina,  yang duduk di sebelah Lia.

"Berita apaan?" tanyaku penasaran, mencoba mengikuti percakapan mereka.

"Waktu lu pergi sama rombongan Miranda, geng Salsa tuh ribut sama geng Diana," jawab Tiara, yang duduk di depanku.

Aku tidak terlalu akrab dengannya, tapi dia tampaknya cukup terinformasi tentang apa yang terjadi di sekolah.

Aku terdiam sejenak, memproses informasi itu. Aku tahu bahwa geng Salsa dan Diana adalah dua kelompok yang cukup berpengaruh di sekolah, tapi aku tidak pernah mendengar ada masalah serius di antara mereka.

"Lah, kok bisa? Setahuku geng Salsa dan Diana tuh enggak ada masalah?" kataku bingung, mencoba memahami situasi yang baru saja dijelaskan oleh Tiara.

"Biasa malasah cowok," jawab Yuni.

"Oh," responsku singkat.

Sebenarnya, aku sudah tidak terkejut lagi mendengar mereka ribut gara-gara masalah cowok. Memang di sekolah ini cowok banyak, tapi entah kenapa, selalu saja ada drama antar cewek yang berkelahi atau berantem hanya karena rebutan cowok. Dan yang lebih membuatku heran, kebanyakan cowok yang mereka rebutkan itu tipenya... yah, bisa dibilang jamet.

Maksudku, tidak semua cowok di sini seperti itu, tapi yang sering jadi pusat perhatian cewek-cewek itu ya mereka-mereka yang model jamet. Seringkali aku hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kejadian seperti itu.

Kadang, aku bertanya-tanya apa yang sebenarnya mereka cari dari cowok-cowok itu. Apakah hanya popularitas atau ada hal lain?

"Jadi sekarang mereka musuhan?" tanyaku, mencoba mengerti lebih jauh tentang drama yang tadi dibahas.

"Kelihatannya sih gitu," jawab Lia. Situasi seperti ini memang selalu membuat suasana jadi kurang menyenangkan.

Sementara aku masih asyik berpikir tentang hal itu, kelas mulai ramai lagi karena beberapa teman mulai berdatangan. Salah satunya adalah Harun, yang datang sambil membawa sesuatu. Rasa penasaranku muncul.

"Bawa apaan tuh?" tanyaku sambil mencegat Harun.

Aku menaikkan satu kaki ke kursi sebelah, menghalangi jalannya dengan sengaja.

"Makaroni," jawab Harun dengan santainya.

"Bagi dungs," pintaku dengan nada manja, menyodorkan kedua tanganku sambil memberi senyum semanis mungkin.

Harun hanya mengangguk dan memberikan sebungkus makaroni kepadaku. "Nih," ucapnya sambil memberikannya.

"Hehehe, makasih," ucapku sambil menerima makaroni dan menurunkan kakiku sehingga Harun bisa lewat dan kembali ke bangkunya.

"Kok lu jadi aneh sekarang. Mirip kelompok Miranda yang suka minta-minta," ejek Lia dengan nada julidnya.

Aku merasa tersinggung tapi juga merenung. Mungkin memang benar, aku tidak boleh terbawa suasana begitu saja.

"Iya, lu kayaknya nyaman juga ada di antara mereka," ucap Bina.

Aku hanya bisa diam. Jujur saja, aku mulai merasa nyaman di antara mereka. Mereka membuka mataku pada dunia yang sebelumnya tidak pernah kurasakan, dan mereka baik banget kepadaku.

Tidak mungkin bagiku untuk tidak merasa nyaman di sekitar mereka. Meskipun aku sadar bahwa mereka bisa saja membawaku ke arah yang buruk, entah kenapa, aku tidak terlalu memikirkannya saat ini.

Namun, keheningan kami tiba-tiba terpotong ketika Salsa datang ke kelas bersama Yura dan Erna. Kami semua terkejut dengan kedatangan tiba-tiba mereka.

"Bolos ke mana lu?" tanya Salsa, langsung menusuk pertanyaannya.

Sontak, aku merasa kesal. "Apaan sih, cari ribut mulu perasaan," batinku dalam hati.

"Lu punya telinga kan? Orang tanya tuh dijawab!" bentak Yura, membuatku semakin kesal dengan sikap mereka yang selalu tiba-tiba dan kasar seperti ini.

1
Amelia
halo salam kenal ❤️🙏
Atika Norma Yanti: salam kenal juga ya😄
total 1 replies
Anita Jenius
5 like mendarat buatmu thor. semangat ya
Anita Jenius
seru nih mengangkat masalah pembullyan.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!