Untuk mengisi waktu senggang diawal kuliah, Om Raka menawari Alfath untuk menjadi tutor anak salah satu temannya. Tanpa fikir panjang, Alfath langsung mengiyakan. Dia fikir anak yang akan dia ajar adalah anak kecil, tapi dugaannya salah. Yang menjadi muridnya, adalah siswi kelas 3 SMA.
Namanya Kimmy, gadis kelas 3 SMA yang lumayan badung. Selain malas belajar, dia juga bar-bar. Sudah berkali-kali ganti guru les karena tak kuat dengannya. Apakah hal yang sama juga akan terjadi pada Alfath?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
"Kamu kenapa, apa yang dibicarakan Bu Nara?" tanya Pak Bram saat dia dan Kimmy ada dalam mobil, perjalanan pulang.
"Cuma nanya-nanya tentang sekolah."
"Gak usah bohong, Papa yakin ada sesuatu yang dia katakan sampai kamu nangis dan gak jadi mau nikah."
"Gak usah bahas itu, Pah. Besok, antar Kim ke pesantren," dia berujar yakin. Mata gadis itu berkaca-kaca, dia menggigit bibir dalamnya agar tak sampai menangis.
Sasampainya di rumah, Kimmy langsung masuk kamar. Dia bahkan mengabaikan panggilan mamanya yang memintanya untuk makan. Mengunci pintu kamar lalu menjatuhkan tubuh dengan kasar ke atas ranjang. Tangisnya pecah teringat kejadian beberapa saat yang lalu, antara dia, Tante Nara dan Tante Kinan.
Tante Nara memperhatikan lehernya begitu mereka sampai di halaman belakang. Karena risih, dia pura-pura mengusap lehernya dengan telapak tangan.
"Sampai sejauh mana hubungan kamu dengan pacar kamu?" tanya Mama Nara.
"Maksud, Tante?"
"Gak usah bohong, Tante sudah tahu semuanya."
Kimmy menatap ke arah Tante Kinan, yakin jika wanita itu sudah menceritakan segalanya, kalau tidak, tak mungkin tatapan Mama Nara padanya, setajam ini, sangat berbeda dengan tadi.
"Di leher kamu, ada bekas kiss mark yang di bikin pacar kamukan?" Meski sudah tak seberapa terlihat, namun jika diperhatikan dengan jeli, masih ada bekas tersebut. "Sudah sejauh apa hubungan kalian? Tidur bareng?"
Kimmy menggeleng cepat. "Enggak, Tante, gak sampai sejauh itu."
"Gak usah bohong," Tante Kinan menginterupsi. "Kamu itu suka bohong, Kim, jangan difikir, kami akan percaya begitu saja. Belum lupakan, kemarin kamu memfitnah Alfath?"
"Sa-saya minta maaf soal itu, Tante. Saya terpaksa bohong karena takut di masukin ke pesantren."
Mama Nara mendengus kesal. "Demi kepentingan pribadi kamu, kamu memfitnah anak saya. Gadis macam apa kamu ini?"
"Sekali lagi, saya minta maaf, Tante," Kimmy menunduk dalam. Di interogasi seperti ini, membuat tubuhnya gemetar dan pengen nangis.
"Bukankah kamu punya pacar, suruh aja dia yang nikahin kamu, jangan anak saya. Gak rela saya, Alfath dapat bekas."
Jleb
Kalimat tersebut seperti belati yang menusuk tepat di dada Kimmy. Tangis gadis itu seketika pecah. "Saya belum sejauh itu, Tante."
"Yakin? Cipokann aja udah handal, masa yang lainnya belum di lakuin," sindir Tante Kinan.
"Kamu masih perawan?" tanya Mama Nara. Dia tak mau waktunya terbuang sia-sia hanya untuk basa-basi.
Kimmy mengangguk, "Saya masih perawan."
"Kamu mau tes keperawanan?"
Deg
Jantung Kimmy seperti berhenti berdetak. Apa harus sampai segitunya? Apa pernyataaanya yang bilang dia masih perawan, sama sekali tak bisa dipercaya.
"Maaf, Kim, kami tidak bisa mempercayaimu setelah apa yang kamu lakukan kemarin. Jika kamu memang masih perawan, harusnya tidak perlu takut untuk tes keperawanan," lanjut Mama Nara.
"Saya berani bersumpah, Tante, saya masih perawan," ujar Kimmy sambil terisak.
"Maaf, tapi kami sudah terlanjur tidak bisa mempercayaimu. Jika kamu ingin menikah dengan Alfath, lakukan tes keperawanan. Tidak adil jika Alfath yang masih perjaka, dapat barang bekas."
Kimmy meremat celana piyama yang dia pakai. Rasanya sakit sekali tidak dipercaya seperti ini. Apalagi saat lagi-lagi, kata barang bekas itu meluncur, hatinya seperti diremat-remat. "Saya permisi, Tante." Dia berjalan cepat meninggalkan halaman. Bukan takut melakukan tes keperawanan karena dia memang masih perawan, tapi ketidakpercayaan mereka yang membuat dia merasa sangat rendah. Dia terlalu buruk di mata mereka. Dia tak pantas untuk Alfath.
...----------------...
"Mama ngomong apa sama, Kim?" Alfath sangat penasaran dengan apa yang dibicarakan mamanya, Tante Kinan, dan Kimmy.
"Udahlah, mending kamu gak usah nikah sama dia. Masih banyak cewek baik-baik," sahut sang Mama.
"Loh, kenapa gitu? Bukannya tadi Mama setuju?" Alfath jadi bingung.
"Itu karena Mama belum tahu siapa Kimmy dan seperti apa pergaulannya. Dia gak pantas buat kamu, Al."
"Dia cuma sedang salah jalan aja. Itu juga karena mau menarik perhatian orang tuanya. Kim itu sebenarnya gadis yang baik kok, cuma kurang kasih sayang aja." Alfath tak habis fikir, kenapa dia sampai membela Kimmy sebegitunya. Bukankah ini bagus, dia tak perlu nikah sama Kimmy, tapi kenapa yang ada, dia malah sedih.
"Udah-udah, nyari cewek lain aja. Seenggaknya kayak Lula, meski gak pinter, tapi gak liar."
Ayah Septian dan yang lainnya datang, sama seperti Alfath, mereka juga bingung kenapa setelah ngobrol di dalam Kimmy tiba-tiba berubah. Mama Nara menceritakan semuanya, sedang Tante Kinan, sibuk menyalahkan suaminya yang menurutnya terlalu sungkan pada Dokter Bramantyo.
Alfath membuang nafas kasar, mengacak rambutnya frustasi lalu masuk ke dalam kamar. Dia tak mempedulikan lagi perdebatan yang terjadi di antara keluarganya.
Sepanjang malam, Alfath tak bisa tidur, dia terus teringat wajah sembab Kimmy saat menangis tadi. Dia juga tak tahu, kenapa dia sampai sebegitunya memikirkan gadis itu. Apa jangan-jangan, dia mencintai gadis itu? Ah... rasanya tidak mungkin. Tapi jika ingat kejadian sore tadi, saat dia tergoloh-gopoh menyusul Kim hanya karena mendengar gadis itu menangis, sepertinya memang ada yang salah dengan hatinya.
Keesokan paginya, Ayah Septian dan keluarga, kembali ke Jakarta. Tak lupa, Mama Nara berpesan agar Alfath tak usah lagi berurusan dengan Kimmy. Cowok itu hanya mengangguk, meski saat ini, dia sedang memikirkan Kimmy. Tadi malam saja, dia sampai terbawa mimpi, mimpi melihat Kimmy begitu cantik dengan gamis dan hijab berwarna putih.
"Jaga diri baik-baik, ingat pesan Mama," Mama Nara memeluk Alfath sebelum pergi.
Setelah keluarganya pulang, Alfath segera ke kampus karena memang pagi ini, dia ada kelas. Namun di tengah jalan, dia berbelok kearah lain, arah rumah Kimmy. Saat ini, kepalanya dipenuhi dengan gadis itu.
Sesampainya disana, Alfath melihat supir keluarga Kimmy sedang memasukkan barang-barang ke dalam bagasi.
Dia mengetuk pintu dan mengucap salam meski posisi pintu terbuka. Tak lama kemudian, ART datang dan menyuruhnya masuk.
"Nyari Non Kimmy ya?"
"Iya."
"Sebentar saya panggilkan. Tunggu di ruang keluarga aja, Mas Al," pintanya.
"Iya, Bi." Alfath mengikuti art tersebut masuk ke dalam. Dia duduk di sofa yang biasanya dipakai belajar dengan Kimmy, sementara art, naik ke kamar gadis itu untuk memanggil.
"Al," panggilan dari arah tangga, membuat Alfath langsung menoleh. Dia melihat Kimmy menuruni anak tangga. Seperti dalam mimpinya, Kimmy terlihat begitu cantik dengan gamis putih senada dengan hijabnya. Dan saat gadis itu tersenyum, Alfath sampai tak berkedip.
"Apa ada barang kamu yang ketinggalan di sini lagi?" tanya Kimmy.
Alfath hanya menjawab dengan gelengan kepala, dia masih terpesona dengan kecantikan Kimmy.
"Oh... kirain mau ngambil sesuatu, makanya kesini."
"Kamu... "
"Aku mau berangkat ke pesantren," ujar Kimmy sambil tersenyum.
"Ja-jadi ke pesantren?"
"Hem, iya," Kimmy mengangguk.
"Udah gak nangis?" Entah apa yang ada di otak Alfath, pertanyaan itu meluncur begitu saja.
"Udah capek," Kimmy terkekeh pelan.
Mata Kimmy masih terlihat sedikit bengkak, sisa menangis semalam.
"Al, makasih ya, udah baik banget sama aku. Selain tutor terbaik, kamu juga cowok paling tulus yang pernah aku kenal. Meski aku jahat, kamu masih baik sama aku. Kamu itu suami idaman banget."
"Terus, kenapa gak mau nikah sama aku?" Sadar sudah keceplosan, Alfath mendesis pelan, menunduk sambil garuk-garuk tengkuk. Sumpah, malu banget. Kayak dia yang ngarep.
"Karena aku gak pantes buat kamu."
Alfath seketika mengangkat kepalanya, menatap Kimmy yang matanya berkaca-kaca.
"Aku seneng bisa kenal sama kamu. Meski gak lama, tapi masa-masa sama kamu, bakal jadi kenangan terindah buat aku."
"Loh, ada Al."
Kimmy dan Alfath menoleh mendengar suara Pak Bram. Pria itu muncul dari dalam bersama istrinya.
Alfath mendekati mereka lalu mencium tangannya.
"Kita harus segera ke bandara, pesawatnya sebentar lagi," Pak Bram melihat jam tangannya.
"Apa aku boleh ikut nganter, Om?" tanya Alfath.
"Tentu saja."
Karena takut ketinggalan pesawat, mereka segera berangkat ke bandara. Kimmy sengaja tak mau naik mobil, dia ikut bersama Alfath naik motor. Untung pakai daleman leging panjang, jadi gamisnya bisa diangkat ke atas dan duduk nyaman di atas motor.
"Al, meluk kamu boleh gak?" tanya Kimmy di dekat telinga Alfath.
"Boleh."
Kimmy melingkarkan kedua lengannya di pinggang Alfath, menyandarkan kepalanya di punggung cowok itu. Dia terisak, dan itu bisa terdengar oleh Alfath.
"Katanya udah capek nangis?" tanya Al.
"Terakhir kalinya, mumpung ada punggung nyaman buat bersandar."
"Ok, kali ini masih gratis. Besok-besok, kalau mau nyandar, bayar."
Kimmy jadi teringat hutangnya kemarin pada Alfath.
"Al, aku punya hutang sama kamu. Uang donat dan bensin kemarin."
"Apaan sih, Kim, aku hanya becanda."
"Nanti kalau kita ketemu lagi, bakal aku bayar. Kalau enggak ketemu lagi, ikhlasin ya?"
"Baiklah."
"Aku harap, kita masih bisa ketemu lagi, Kim," ujar Alfath dalam hati
"Aku baru sadar, jika aku sayang sama kamu, Al," Kimmy berujar dalam hati.
Alfath mengusap tangan Kimmy yang ada di depan perutnya. Rasanya berat sekali melepaskan cewek itu pergi.
Kimmy berharap jalanan akan sangat panjang hingga dia bisa lebih lama menghabiskan waktu dengan Alfath, sayangnya, mereka sampai juga di bandara.
Alfath ikut mengantar ke dalam.
"Jaga diri baik-baik. Belajar yang rajin. Kamu cantik banget kalau pakai hijab," pujinya sambil menatap wajah Kimmy.
Pipi Kimmy bersemu merah, siapa yang gak suka dipuji, apalagi oleh orang yang kita suka.
"Ayo masuk," ajak Bu Ratih.
Kimmy mengangguk, "Aku pergi dulu, Al." Dia dan kedua orang tuanya berjalan masuk ke ruang tunggu. Dia masih sempat menoleh, melihat Alfath untuk yang terakhir kalinya. "I love you," ucapnya tanpa mengeluarkan suara.
Karena jaraknya sudah lumayan jauh, Alfath tak bisa membaca gerak bibir Kimmy.
"Aku sayang kamu, Kim." Alfath bermonolog, tanpa sadar, air matanya meleleh.
Saat sudah kehilangan, kita baru akan sadar jika mencintai.
Season 1 End
Kita lihat retensi dulu, jika ok, lanjut S2, saat Kimmy sudah pulang dari pondok. Jika retensi hancur, cuma sampai disini.