Selesai membaca biasakan tekan LIKE ya.
Seorang perempuan cantik bernama Nindi harus menikah dengan pria pilihan orang tuanya yang tak lain adalah seorang pengusaha muda yang sukses.
Nindi tak bisa menolak permintaan sang papa dengan alasan balas budi, dia dengan terpaksa menerima pernikahan itu karena tak ingin membuat kedua orang tuanya bersedih.
Akankah hidup Nindi bahagia dengan pria pilihan orang tuanya itu atau justru berakhir dengan kesedihan??
Yuk simak kelanjutan kisah mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ismiati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20
Untuk teman kantor dan beberapa teman lama Nindi, mereka sudah datang dan mengucapkan selamat kepada Tristan dan Nindi, Nindi tak mengundang banyak orang bahkan sang mantan tak jadi Nindi undang mengingat sang mantan menghubungi dirinya dengan pembicaraan yang membuatnya kesal. Nindi sudah memikirkan semuanya dengan matang agar acara pernikahan ini berjalan lancar tanpa ada gangguan. Namun untuk Ambar cuma orang tuanya saja mengingat kalau orang tua Ambar sama-sama pengusaha. Nindi tak ingin Tristan marah karena sang mantan dan ulat bulu itu membuat ulah di acara pernikahannya nanti.
Pak Andre dan pak Hendra sibuk menyalami tamu-tamu yang hadir.
"Wajah ku sampai kaku," guman pak Andre masih di dengar oleh pak Hendra. Pak Andre memegang pipinya dan mengusapnya pelan.
"Sepertinya aku terlalu banyak mengundang orang, tak ada habisnya tamu yang datang," keluh pak Hendra yang sudah merasa lelah juga.
"Di nikmati saja, sekali seumur hidup kita menikahkan anak kita. Ya meskipun lelah tetapi ada rasa senang yang tak bisa di lukisan," kata pak Andre dengan bijak.
"Aamiin...." Jawab pak Hendra dalam hati berdoa semoga pernikahan anaknya itu langgeng sampai tua nanti dan mereka cepat memberikan cucu.
"Aku tak sabar mengendong cucu," kata pak Hendra dengan antusias.
"Ha ha ha ha ha, sabar pak. Mereka baru saja menikah, biarkan mereka lebih dekat dan menikmati masa-masa pacaran berdua dulu," jelas pak Andre dengan bijak mengingat mereka menikah bukan karena cinta namun karena perjodohan.
"Iya benar kata mu, aku terlalu senang akhirnya anak nakal itu menikah juga," kata pak Hendra mengingat anaknya itu tak pernah dekat dengan perempuan.
Pak Andre melihat Tristan duduk sendirian. Pak Andre ingin menghampirinya dan berbicara antara menantu dan mertua. "Aku tinggal dulu, mau bicara dengan menantuku mumpung dia sendiri," pamit pak Andre.
"Maaf karena anak itu terlalu sibuk di perusahaan sampai tak punya waktu untuk sekedar main dan mengobrol dengan pak Andre, padahal aku sering meminta dia untuk main kerumah besan tetapi dia tidak bisa karena dia baru saja membuka cabang baru jadi mohon pak Andre maklum," kata pak Hendra merasa tak enak hati karena sekali saja datang kerumah pak Andre itupun cuma sebentar karena dia ada urusan penting.
"Iya saya mengerti, begini rasanya punya menantu pebisnis besar," seloroh pak Andre.
Pak Hendra mendengar itu bukan marah atau sombong namun merasa tak enak hati karena kesibukan sang anak membuatnya tak ada waktu luang sekedar mendekatkan diri dengan keluarga pak Andre.
"Ya sudah cepat temui dia takutnya dia sudah tak sabar ingin berduaan dengan anak mu."
Pak Andre mengangguk dan pamit undur diri dengan sopan.
Pak Andre pun berjalan menghampiri pria yang telah resmi menjadi menantunya.
"Nak Tristan," sapa pak Andre.
"Eh om," kata Tristan segera menoleh meskipun dengan raut wajah yang kikuk, baru pertama kali ini Tristan berbicara langsung dengan pak Andre, ya tadi pagi mereka bertemu di depan pak penghulu dan cuma sebatas itu tak ada percakapan lain.
"Ada apa ya om?" Tanya Tristan dengan gugup. Entah dia merasa ada sesuatu yang penting yang ingin mertuanya itu sampaikan.
"Panggil papa seperti Nindi memanggilku," pinta pak Andre.
"Eh iya pa."
pak Andre pun duduk di depan Tristan menatap menantunya itu dengan tatapan yang dalam.
Pak Andre menghela nafas panjang sebelum dia benar-benar ingin mengutarakan isi hatinya.
"Sebenarnya saya hanya ingin meminta kepada nak Tristan untuk memperlakukan anak saya Nindi seperti seorang istri, belajarlah mencintai Nindi terlepas dari pernikahan ini atas dasar perjodohan. Saya membesarkannya dengan penuh kasih sayang jadi saya mohon kalau nak Tristan jangan pernah membentak ataupun lakukan kekerasan fisik kepada Nindi jika Nindi melakukan kesalahan. Kalau memang nak Tristan bosan atau sudah tak menginginkan Nindi lagi, nak Tristan bisa mengembalikannya dengan baik-baik kepada saya," kata pak Andre panjang lebar mengutarakan isi hatinya.
"Saya berjanji akan memperlakukan Nindi dengan baik dan akan memberikan cinta dan kasih sayang. Papa tenang saja saya tidak akan menyakiti Nindi," janji Tristan.
"Terimakasih, kamu memang anak yang baik. Tidak salah papa menyetujui lamaran papa mu dulu," kata pak Andre dengan bangga.
"Papa jangan khawatir," kata Tristan meyakinkan.
"Papa percaya padamu," kata pak Andre.
Pak Andre pun berdiri dengan perasaan lega. "Papa pamit mau menyapa tamu lagi."
.
.
Tak terasa acara pernikahan Tristan dan Nindi pun akhirnya berakhir.
Pak Andre dan bunda sudah berada di kamar yang di sediakan oleh Tristan untuk keluarga besar Nindi, begitu juga dengan pak Hendra yang sudah berada di kamar dengan sang sang istri.
Kini Tristan masih berada di depan pintu kamar, dia merasa gugup membuatnya melupakan sesuatu.
Tok tok tok tok tok....
"Eh aku kan punya kuncinya, kenapa aku pake ketuk segala," kata Tristan merutuki kebodohannya.
Tristan pun merogoh saku celananya dan membuka pintu kamar.
Tristan mendesah kecewa melihat sang istri justru tertidur di atas ranjang dengan baju yang sudah berganti baju tidur, bukan baju tidur seksi melainkan celana panjang dengan kaos lengan pendek.
"Hah, padahal aku sengaja memilih menginap di hotel ini agar romantis, sayang sekali bunga-bunga ini terbuang sia-sia," kata Tristan sedikit kecewa.
"Kenapa dia memakai baju seperti itu padahal di lemari itu aku sengaja menyiapkan berbagai macam gaun tidur yang minim, dia dapat baju itu dari mana padahal dia tak membawa koper ke sini," kata Tristan binggung, dia mencari sekeliling tapi tak menemukan koper milik Nindi.
Tristan pun menuju kamar mandi karena sudah merasa lengket. Setelah selesai mandi Tristan pun naik ke atas ranjang dengan masih menggunakan handuk kimono karena memang dia tak membawa koper miliknya. Biarlah besok asisten nya yang mengantarkan ke sini itulah pikiran Tristan.
"Akhirnya aku bisa memiliki mu," lirih Tristan menatap wajah Nindi dari jarak yang begitu dekat.
"Ternyata kamu masih imut seperti dulu," kata Tristan terkekeh melihat Nindi yang tak terganggu tidurnya meskipun Tristan mengusap-usap pipinya.
Cup... Tristan mengecup kening Nindi dengan lembut. Karena tak ada reaksi dari sang istri, Tristan kembali melakukan aksinya.
Cup... Dia mengecup pelan bibir sang istri.
"Hmm manis," kata Tristan mengusap bibirnya dan tersenyum tersenyum lebar. Tristan ingin mengulangi lagi namun niat itu dia urungkan saat melihat Nindi menggeliat pelan.
Deg
Deg
Tristan berdebar takut istrinya itu bangun dan marah. Tristan mengusap dadanya pelan, dia bernafas lega karena Nindi kembali tertidur dan tak terusik sama sekali.
Tristan terkekeh melihat tingkah lucu istrinya.
"Kalau kamu bangun pasti marah," kata Tristan.
Tristan pun merebahkan tubuhnya masuk ke dalam selimut dan memeluk sang istri dengan erat. "Wangi tubuh mu mulai hari ini akan menjadi aroma favorit ku," kata Tristan semakin erat memeluk Nindi.
Karena rasa lelah Tristan pun memejamkan matanya.
Bersambung.....
Hilihhh ngk usah kaget bgtu lann.. kau kan udah sahh jadi bini Kevin.. ya bobok bareng lahh🤣
Dihh yg udah sahhh main sosorrr ajaa....
selamat buat Wulan bar .bar udah solt out tinggal Vera dan Rita
alhamdulilah selamat yahh nin n Tristan 🥰🥰
dan sekarang g tingal ijapp sahhh😂😂
Ayahh Vera sakit tohhh😳