Silvya karena kematian saudara kembarnya memutuskan bergabung dalam organisasi mafia saat berumur 17 tahun. kemampuannya dalam ilmu beladiri menjadikannya Ratu Mafia yang disegani. Ia tidak segan-segan menghabisi musuhnya saat itu juga.
karena sebuah penghianat dalam organisasinya menyebabkan dia mengalami kecelakaan tragis yang hampir meregang nyawanya.
Dokter Dika, niatnya menolong malah harus menikahi orang yang ditolongnya karena digrebek warga.
Bagaimana Silvya membongkar penghianatan dalam Wild Eagle dan menemukan dalang dibalik kematian saudaranya?
Bagaimana pernikahan Dokter Dika dan Silvya akan berjalan dan bagaimana reaksi dokter yang terkenal dingin itu saat mengetahui wanita yang dinikahinya itu adalah Ratu Mafia yang disegani?
Ikuti kisahnya, bukan plagiat jika ada kesamaan nama tokoh itu bukan kesengajaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20. Mengerjai Silvya
Minggu pagi hari, Silvya tampak dengan pakaian latihannya sedang berlatih di halaman belakang. Dika yang tau rutinitas Silvya kali ini sengaja turun dan menyambangi Silvya.
" Sudah berapa lama kamu menekuni silat dan karate? Tampaknya kamu sangat ahli."
"Eh… mas."
Terkejut, ya silvia terkejut mendengar suara Dika. Lagi lagi dia tidak menyadari kedatangan Dika. Padahal sebagai mafia yang selalu dapat melumpuhkan musuh dengan cepat Silvya mempunyai pendengaran yang begitu tajam. Tapi entah dengan Dika semuanya tidak berlaku.
Sedangkan Dika sendiri ia juga terkejut mendengar panggilan mas yang dilontarkan Silvya. Namun Dika pura pura tidak mempedulikan hal itu padahal ada getaran aneh di dadanya.
"Ooh, aku mempelajari semua olah raga bela diri ini sejak masih duduk di bangku sekolah."
"Pantas, kau terlihat sangat profesional."
"Aku banyak mendapatkan medali dulu di berbagai cabang ilmu beladiri."
"Bagus kalau begitu."
" Kenapa memangnya?"
" Ya bagus, kalau aku pergi kemana mana aku bisa mengajakmu dan pastinya aku akan aman karena kamu pasti bisa melindungi ku."
"Apa??? Kau menganggap ku sebagai bodyguard. Oh astaga, yang benar saja." Dika berlalu mendengarkan ocehan Silvya. Ia tersenyum, sepertinya menjahili Silvya akan jadi agenda wajibnya setiap hari. Sedangkan Silvya yang tidak melihat senyum Dika masih bersungut sungut di sana.
" Dasar dokter kulkas, kau rasa dia mulai menindasku di sini. Oh helloooo apa kata orang nanti saat tau aku Silvya si Queen Mafia ditindas oleh seorang dokter kulkas. Arghh, aku harus melakukan perlawanan."
Silvya berjalan menyusul Dika sambil bersungut sungut, tampak Dika sudah duduk di meja makan sambil minum susu hangat.
"Maaf aku tidak buat sarapan hari ini."
"Nggak pa-pa. Kita akan sarapan di luar saja nanti sekalian beli keperluan rumah. Sepertinya sudah habis."
"Baik, aku akan bersiap."
Silvya berlalu menuju kamar. Dika sedikit termenung memikirkan apa yang terjadi diantara mereka. Pertolongan tengah malam yang berakhir pada sebuah pernikahan.
Hah…..
Dika membuang nafasnya kasar. Apa yang akan terjadi dengan pernikahannya kedepannya nanti. Pernikahan bukan atas dasar cinta. Namun Dika berdoa tulus dalam hatinya agar pernikahannya bisa menjadi satu untuk selamanya.
Silvya keluar kamar dengan kembali menjadi gadis cupu. Dika tidak bertanya karena dia sudah tahu jawaban apa yang akan Silvya katakan.
"Ayo… kau sudah siap."
"Okeh… tunggu, aku mandi dulu."
"Apa…. Kau belum mandi. Oh yang benar saja. Kupikir kau sudah mandi dan kita tinggal berangkat saja.
" Tck… bawel."
Dika berlalu sambil mengacak rambut Silvya. Perlakuan singkat Dika itu sukses membuat jantung Silvya serasa akan meledak.
"Dasar dokter kulkas, apa yang kau lakukan. Kau merusak rambutku!!"
Lagi…. Lagi-lagi Dika tersenyum. Senyum yang tidak bisa dilihat oleh Silvya.
Oh ya Tuhan… kenapa jantungku berdetak cepat. Apa jangan jangan aku terkena serangan jantung. Huf...huf...huf… ya aku harus ambil nafas… lalu mengeluarkannya perlahan. Huft ... .Silvya bermonolog. Ia duduk di sofa sambil menunggu Dika bersiap.
Kring ...
Ponsel Silvya berbunyi. Ternyata dari Ian.
"Ada apa?!!"
"Buset… galak amat. Ini masih pagi Q jangan marah marah mulu. Entar cepet tua."
"Brengsek… jangan basa-basi cepet ada laporan apa?"
"Baiklah yang mulia, hamba ada laporan penting. Kemarin hamba lihat Pablo membawa beberapa sabu dan kokain. Aku mengikutinya ternyata dia menjualnya di dalam negeri. Ia mengubahnya jadi bungkusan bungkusan kecil."
"Bangsat… dia kan tau aku tidak menjual barang haram itu di dalam negeri. Semua barang haram itu hanya untuk penjualan luar negri."
"Makanya itu Q, aku juga sedikit heran."
"Baiklah terus awasi. Terus yang lain?"
"Tidak ada pergerakan sama sekali. Masih dalam taraf aman."
"Good lanjutkan."
Silvya segera mematikan sambungan teleponnya terhadap Ian ia khawatir akan terdengar oleh Dika mengingat ia tak pernah bisa menyadari kedatangan Dika yang menurutnya selalu tiba-tiba.
🍀🍀🍀
Kini keduanya sudah berada di mobil. Silvya merasa sangat kesal. Hampir satu jam ia menunggu Dika tadi.
"Maaf… tadi perutku sangat mulas jadi lama di kamar mandinya."
Silvya tetap acuh. Rasa kesal sedang memenuhi dadanya saat ini.
Bukannya merasa bersalah Dika malah terkekeh pelan. Ia merasa sangat gemas dengan raut wajah Silvya apalagi gadis itu saat ini tengah memanyunkan bibirnya.
" Ayolah aku sudah minta maaf dan aku benar benar menyesal."
" Bagaimana orang menyesal tapi malah terkekeh geli seperti itu."
"Habisnya kau sangat lucu… lihat lah bibirmu itu sudah seperti ikan lohan."
Silvya semakin kesal ia pun melotot ke arah Dika. Bukannya takut Dika semakin geli melihat wajah Silvya.
"Terus saja begitu, kalau kau terus marah aku akan menciummu."
Silvya pun terkejut mendengar pernyataan Dika ia pun segera merubah ekspresinya.
Dika kembali tertawa geli. Ternyata benar ancamannya berhasil.
Dika lalu melajukan mobilnya dan menepi di sebuah gerobak bubur ayam. Silvya mengernyit.
"Kenapa… kamu nggak suka?"
"Bukan begitu. Kamu nggak masalah memang makan di sini."
"Enggak, lihat… tempatnya bersih kok."
Silvya mengangguk tersenyum. Dia menemukan fakta baru. Pria yang menikahinya beberapa hari yang lalu itu ternyata tidak risih makan di tempat kecil seperti ini.
"Bang bubur ayam dua. Yang satu nggak pakai kacang." Pesan Dika
"Sama bang. Jadi dua duanya nggak pake kacang." Silvya menyahut.
"Eh… kamu juga nggak suka."
"Iya .. Pegel ngunyahnya. Males."
"Hahahah, dasar."
Lagi lagi tangan Dika mengusap kepala Silvya. Membuat wajah gadis itu sejenak merona dan tentu saja jantungnya berdetak kencang.
TBC
teo pa ya