Si Culun, Istri CEO Kejam

Hari sudah pagi, para penghuni Mansion Smith sudah memulai aktivitas mereka dengan kondisi tidak seperti biasanya.

Wajah mereka terlihat kusut dan tidak bersemangat. Para pelayan tidak bisa tidur semalam dan pagi ini mereka harus bekerja.

Begitu juga yang kini nyonya dan tuan Smith alami. Wajah mengantuk keduanya jelas-jelas terlihat dengan kedua kelopak mata terlihat mata panda.

"Aku begitu lelah, suamiku." Nyonya Alice mengadu kepada suaminya sambil menguap.

"Sama, ini karena kamu terlalu berhalusinasi," sahut tuan Jeremy dengan wajah kesal.

Mendengar ucapan suaminya, nyonya Alice tidak percaya. Ia segera menatap wajah tampan suaminya itu dan melotot tajam.

"Aku tidak sedang, berhalusinasi. Aku benar-benar melihatnya sayang," cerca nyonya Alice. Wajahnya tampak kesal.

"Terserah!" Celetuk tuan Jeremy.

Nyonya Alice pun hanya diam, ia hanya bisa meletakkan kepalanya di atas meja makan. Biasanya dia yang akan melayani suami dan putranya.

Kali ini ia tidak mampu melakukannya karena merasa lelah dan mengantuk.

Tidak lama putra semata wayang mereka terlihat berjalan memasuki ruangan makan dengan wajah begitu berseri-seri.

Ia juga bersiul gembira dan sesekali menggoyangkan tubuhnya, berjalan mendekati kedua orang tuanya dan menyapa.

"Selamat pagi, mom, dad!" Brian menyapa dengan senyum cerah.

Yang membuat kedua orang tuanya salah persepsi. Mereka menganggap wajah berseri putranya karena sudah sukses melakukan tradisi pengantin baru.

"Selamat pagi, son," sahut nyonya Alice.

Ia terus menatap wajah putranya yang masih terlihat bahagia. Nyonya Alice merasa bersyukur menjodohkan putranya dengan Lily yang membawa kebahagiaan.

"Kau terlihat bahagia sayang," sela nyonya Alice.

"Hum!" Brian hanya bergumam dan memperhatikan pekerjaannya melalui ponselnya.

"Kau akan ke perusahaan?" Tanya tuan Jeremy.

Ketiganya kini sedang menikmati sarapan mereka, nyonya Alice memanggil salah satu pelayan untuk mengantar sarapan ke kamar putranya dan diberikan kepada sang menantu.

Nyonya Alice mencoba mengerti, mungkin Lily kelelahan dan merasakan sakit, jadi tidak dapat mengikuti acara sarapan pagi kali.

"Yes, dad. Aku memiliki pertemuan penting," jawab Brian sambil menikmati sarapan pagi kesukaannya.

Tuan Jeremy menganggukkan kepalanya dan ikut menikmati sarapannya juga. Pria yang masih terlihat begitu gagah di usianya tidak muda lagi itu … menatap serius sang putra.

"Nak!" Seru tuan Jeremy dalam mode serius.

"Hum! Brian menghentikan sarapannya, saat melihat raut wajah serius sang daddy.

"Daddy ingin kamu mengajak istrimu ke perusahaan!" Perintah tuan Jeremy berhasil membuat Brian tersentak salivanya sendiri.

"What?! Brian bersaksi terkejut.

"Daddy sedang bercanda?! Sambung Brian dengan wajah tidak mengerti.

Tuan Jeremy semakin menatap wajah putranya lekat dan penuh ketegasan.

"Daddy sudah memberikan separuh hak milik kami kepadanya," ungkap tuan Jeremy. Membuat Brian hanya bisa melongo mendengar ucapan sang daddy.

"Kalian serius?! Brian berkata begitu lirih. Kedua matanya menatap kedua orang tuanya saling bergantian.

"Kami serius," timpal nyonya Alice.

"Maka, bersikap baik dan setia lah' kepada istrimu. Karena satu kesalahan saja, maka kamu tidak akan mendapatkan apapun dari kami." Nyonya Alice berkata penuh ancaman dan serius.

Brian hanya bisa terdiam, nyatanya kini kedua telapak tangannya kini terkepal di bawah meja makan. Raut wajahnya pun kini terlihat suram dengan sorot mata tajam dan gigi saling bergesekan.

Amarah kini membakar aliran darahnya, bagaimana tidak. Ia harus melakukan yang kedua orang tuanya pinta, agar dirinya aman dari — warisan kedua orang tuanya.

Brian bangkit dengan wajah datarnya dan mendorong kursi yang ia duduk kasar, hingga menimbulkan suara nyaring. Ia berjalan menuju kamarnya.

Brian ingin mengatakan sesuatu kepada Lily saat ini, melampiaskan segala amarahnya.

"Kau mau ke mana?" Nyonya Alice bertanya, ketika putranya sudah berjalan menuju tangga.

Brian kini membuka pintu kamarnya dan bergerak, menuju pintu balkon. Ia ingin melihat wajah kesedihan istrinya itu.

"Dasar wanita jelek licik!" Sambil membuka pintu, Brian memberikan cacian yang ditujukan kepada — Lily.

Wajah marah dan benci itu berubah keraguan dan kebingungan saat, melihat keadaan balkon kosong. Istri culunnya tidak terlihat di sana.

"Kemana pergi wanita jelek itu?" Brian sudah berada di balkon dan memeriksa ke arah bawah, takut wanita itu menjatuhkan dirinya kebawa2. Brian tentu saja tidak ingin itu terjadi, bisa-bisa ia tidak mendapatkan apapun dari kedua orang tuanya.

"Apa dia kabur?" Tanya pada dirinya sendiri.

"Tidak, dia tidak boleh kabur setelah mendapatkan separuh harta daddy dan mommy." Brian berkata dengan wajah panik. Pria itu berlari kembali keluar dari kamarnya.

Ia berlari cepat menuruni tangga dan memerintahkan kepada orang suruhannya agar mencari — Lily.

"Salmon!" Teriak Brian, memanggil pengawal pribadinya.

"Saya tuan," sahut pria berkepala plontos yang kini berdiri di hadapan Brian.

"Segera temukan wanita jelek itu!" Titah Brian.

"Wanita jelek?" Sang pengawal terdengar berkata lirih.

"Wanita culun yang menjadi istriku," bentak Brian dengan wajah merah padam.

"Aku ingin kau membawanya kembali kesini," lanjut Brian dengan nada berapi-api dan wajah begitu marah.

"Tapi nona …." Pengawal itu ingin mengatakan sesuatu, namun dengan suara lantang, Brian membentak kembali pengawalnya.

"Aku tidak ingin mendengar apapun, sekarang cepat kau mencari wanita jelek itu," bentak Brian emosi.

"Anda mencari saya?" Tiba-tiba suara lembut menyela ucapan Brian.

Pria itu membalikkan badannya dan ia terkejut, melihat istri culunnya sudah berada di dalam Mansion juga keadaannya terlihat baik-baik saja.

"Bagaimana, dia bisa berada di dalam Mansion?" Batin Brian bertanya dengan tatapan menyelidik.

"Tidak mungkin, dia melompat ke bawah," ucapnya lagi dalam hati.

"Ada apa mencariku?" Timpal Lily. Wajah wanita itu terlihat dingin di balik wajah palsunya dan penampilan culun.

"Bagaimana kau berada disini?" Tanya Brian kembali, tatapan matanya menyipit tajam kepada — Lily.

"Bukan urusanmu. Melenyapkanmu saja sangat mudah bagiku," ucap Lily asal dan mencibirkan bibirnya.

"Kau!" Gertak Brian. Wajah semakin emosi setiap menghadapi istrinya yang raut wajahnya membuat Brian kesal.

Tidak ada wajah tertindas yang terlihat kepada istrinya itu. Brian pun berjanji akan membuat perhitungan kepada istri culunnya. Apalagi ia begitu tidak terima, istrinya mendapat sebagian harta kedua orang tuanya begitu sangat muda dan ia termaksud orang asing di kediaman Smith.

"Kita lihat saja, aku akan membuatmu menderita." Brian berkata dalam hati dan bertekad untuk membuat Lily menderita.