Akibat memiliki masalah ekonomi, Gusti memutuskan bekerja sebagai gigolo. Mengingat kelebihan yang dimilikinya adalah berparas rupawan. Gusti yang tadinya pemuda kampung yang kolot, berubah menjadi cowok kota super keren.
Selama menjadi gigolo, Gusti mengenal banyak wanita silih berganti. Dia bahkan membuat beberapa wanita jatuh cinta padanya. Hingga semakin lama, Gusti jatuh ke dalam sisi gelap kehidupan ibukota. Ketakutan mulai muncul ketika teman masa kecil dari kampungnya datang.
"Hiruk pikuknya ibu kota, memang lebih kejam dibanding ibu tiri! Aku tak punya pilihan selain mengambil jalan ini." Gusti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 4 - Gadis Bernama Widy
Pengarahan dilakukan oleh ketua BEM. Seluruh mahasiswa melakukan beberapa kegiatan bermanfaat dan dilanjutkan dengan pengenalan kampus. Mereka dipersilahkan untuk menjelajahi area kampus. Saat itulah semua orang memanfaatkan waktu saling berkenalan.
Gusti menemukan banyak orang yang mengajaknya bicara. Hal serupa juga dialami oleh Elang. Mereka juga tak lupa saling berbagi nomor telepon.
Dari banyaknya orang, ada satu gadis yang mencuri perhatian Gusti. Yaitu gadis bernama Widy. Alasan Gusti hanya satu saat melihatnya, yaitu karena Widy adalah yang tercantik. Tidak seperti gadis lainnya, Widy hanya menyapa Gusti dengan senyuman.
Memang tadi malam Gusti sudah menemui perempuan cantik di kamar. Namun gadis yang dilihatnya sangat berbeda dengan Ana. Widy memiliki kharisma yang sangat berkesan. Gadis itu memiliki nada bicara lembut dan tatapan meneduhkan.
"Apa dia aktris?" bisik Gusti pada Elang.
"Kenapa? Baru lihat cewek kota?" tanggap Elang yang berusaha menahan tawa.
"Nggak semua cewek kota begitu kan?" balas Gusti.
"Kau benar! Nggak semua cewek kota seperti Widy," sahut Elang sambil meletakkan siku ke pundak Gusti. "Nanti kita ajak dia ngobrol pas lihat-lihat area kampus," usulnya.
"Eh, aku nggak bermaksud begitu kok. Cuman pengen tahu aja." Gusti buru-buru membantah.
Elang terkekeh. Ia mencoba memahami sisi lugu Gusti. "Ya udah. Ayo kita jalan," ajaknya. Dia dan Gusti segera memasuki area kampus. Begitu pun mahasiswa baru lainnya.
Banyak orang yang bergabung bersama Gusti dan Elang. Mengingat sosok Elang yang begitu supel. Orang yang agak pendiam seperti Gusti merasa nyaman berteman dengannya.
Ospek dilakukan selama seharian penuh. Di akhir, ketua BEM memanggil nama-nama mahasiswa baru yang menarik perhatian. Tentu saja Gusti menjadi salah satu mahasiswa yang disebutkan untuk maju ke depan. Dia dan Widy menjadi perwakilan program studi Arsitektur. Hal yang lebih mengejutkan, Elang juga menjadi salah satu mahasiswa terpilih untuk maju ke depan.
Selain karena paras rupawannya, Gusti, Elang, dan Widy, juga diketahui sering bertanya serta menjawab saat kegiatan ospek berlangsung. Semua orang bersorak nyaring saat mereka maju ke depan. Saat itulah Gusti bisa berinteraksi dengan Widy untuk pertama kalinya.
"Malu-maluin banget ya." Diam-diam Widy berbisik ke telinga Gusti.
"Iya. Semua orang pada ngelihatin kita," tanggap Gusti. Dia menatap Widy selintas karena masih enggan.
"Rasanya aku pengen sembunyiin wajahku," keluh Widy yang malu-malu melihat ke depan.
"Apa yang harus disembunyikan? Wajahmu cantik begitu kok," celetuk Elang yang sejak tadi berdiri di sisi kiri Widy.
"Apaan sih." Widy terkekeh sambil geleng-geleng kepala.
"Kenapa? Udah sering dapat pujian begitu ya?" timpal Elang.
"Iya. Basi tahu nggak!" balas Widy. Dia kesulitan menahan senyuman.
"Yang bisa basi itu nasi, Neng!" canda Elang. Dia memang tipe lelaki yang mudah sekali akrab dengan seseorang.
Gusti yang sejak tadi mendengarkan, hanya bisa sesekali tersenyum. Dia merasa harus beradaptasi lebih baik lagi. Terlebih suasana kota masih sangat baru baginya.
Hal yang membahagiakan saat itu, Gusti mendapatkan hadiah dari pihak penyelenggara ospek. Dia mendapat hadiah berupa peralatan tulis dan uang.
Sekarang Gusti dan Aman sudah berada di bus. Mereka dalam perjalanan untuk pulang.
"Gimana, Gus? Hari pertamamu?" cetus Aman.
"Lumayan. Kalau kau?" Gusti berbalik tanya.
"Ya begitulah. Kan baru hari pertama. Oh iya, cewek yang namanya Widy itu cantik banget. Kau punya nomornya nggak?" tanya Aman antusias.
"Punya. Tapi aku nggak bisa kasih ke kamu begitu aja!"
"Kenapa gitu? Aku ini kancamu loh." Aman menatap malas. Namun tatapannya segera berubah menjadi penuh selidik. "Oh... Atau jangan-jangan kau juga suka sama Widy? Mawar mau dikemanain dong?" tebaknya.
Plak!
Gusti langsung menggeplak jidat Aman. Mengingat temannya itu asal bicara semaunya.