NovelToon NovelToon
Langit Jingga Setelah Hujan

Langit Jingga Setelah Hujan

Status: sedang berlangsung
Genre:Kelahiran kembali menjadi kuat / Keluarga / Romansa Fantasi / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Chicklit / Fantasi Wanita
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: R²_Chair

Jingga seorang gadis cantik yang hidupnya berubah drastis ketika keluarga yang seharusnya menjadi tempat pulang justru menjadi orang pertama yang melemparkannya keluar dari hidup mereoka. Dibuang oleh ayah kandungnya sendiri karena fitnah ibu tiri dan adik tirinya, Jingga harus belajar bertahan di dunia yang tiba-tiba terasa begitu dingin.

Awalnya, hidup Jingga penuh warna. Ia tumbuh di rumah yang hangat bersama ibu dan ayah yang penuh kasih. Namun setelah sang ibu meninggal, Ayah menikahi Ratna, wanita yang perlahan menghapus keberadaan Jingga dari kehidupan keluarga. Davin, adik tirinya, turut memperkeruh keadaan dengan sikap kasar dan iri.

Bagaimanakan kehidupan Jingga kedepannya?
Akankan badai dan hujannya reda ??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R²_Chair, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Antara Cinta dan perpisahan sementara

Senja turun perlahan, menggantung di balik pepohonan bukit kecil di belakang rumah Kake Arga. Cahaya keemasan memantul pada dedaunan, menciptakan garis-garis lembut yang seolah menari bersama angin. Di beranda rumah, Jingga duduk dengan kedua tangan memeluk lututnya. Rasanya sulit menggambarkan apa yang sedang berkecamuk di dalam hatinya sejak Arjuna kembali ke kota pagi tadi untuk mengurus sesuatu yang genting, lalu kembali lagi menjelang sore hanya demi menemuinya sebelum malam.

Arjuna kini duduk di sampingnya. Kemeja sederhana warna biru muda yang ia kenakan tampak kontras dengan rambut hitamnya yang sedikit berantakan setelah perjalanan panjang. “Kamu kelihatan capek,” ucap Jingga pelan.

Arjuna tersenyum kecil. “Aku nggak apa-apa. Capek itu hilang kalau bisa lihat kamu lagi.”

Jingga mengalihkan pandangan. Pipinya memanas, dadanya dipenuhi rasa yang belum pernah ia pahami sepenuhnya. “Ka juna… kenapa kamu kembali lagi? Bukankah kamu harus mengurus banyak hal di kota? Tentang kampus, pekerjaan, perusahaan Ibu Nadira…”

“Karena aku nggak tenang di sana,” jawab Arjuna cepat. “Pikiran aku selalu balik ke kamu.”

Hening. Hanya suara angin, daun-daun bambu yang saling beradu, dan detak jantung Jingga yang kini terdengar lebih jelas daripada apa pun.

Arjuna menarik napas panjang, seperti seseorang yang sudah lama menahan sesuatu di dada. “Jingga… ada banyak hal yang belum pernah aku ceritakan ke siapa pun. Tentang bagaimana hidup aku berubah setelah ayah meninggal. Tentang perusahaan… tentang tanggung jawab yang tiba-tiba jatuh ke pundak aku.” Ia menatap langit yang berubah jingga pekat. “Tapi ada satu hal yang paling berat untuk aku diamkan.”

Jingga menunggu, meski tangannya mulai berkeringat.

Arjuna menoleh ke arah gadis itu. Tatapannya hangat, penuh keyakinan, tapi juga lembut , ia hanya ingin jujur. “Jingga… aku suka kamu.”

Kata-kata itu jatuh begitu perlahan, tapi terasa seperti menghantam hati Jingga sekaligus mengisi ruang kosong yang selama ini bersembunyi di dalam dirinya.

“Aku suka kamu,” ulang Arjuna lagi, seolah memastikan Jingga benar-benar mendengarnya. “Sejak pertama kali aku melihat kamu waktu itu… di bawah pohon besar itu. Kamu terlihat seperti seseorang yang sedang mencari tempat untuk bernafas, tapi tetap berusaha kuat. Ada sesuatu dalam dirimu yang aku kagumi sejak hari itu.”

Jingga menunduk, air matanya perlahan turun. Ia mencoba menyeka cepat-cepat, tapi Arjuna melihatnya juga.

“Kenapa menangis?” Arjuna bertanya lembut.

Jingga menggeleng. “Aku… aku bukan siapa-siapa, KA Juna. Aku nggak punya apa-apa. Aku hanya… gadis yang dibuang keluarganya. Hidup berkat kebaikan seorang kakek yang bahkan baru mengenalku. Kamu… kamu terlalu baik. Terlalu jauh dari dunia aku.”

Arjuna menggeleng mantap. “Jangan bilang begitu. Kamu berharga, Jingga. Kamu pintar, kamu kuat, kamu punya bakat yang luar biasa. Foto-foto kamu bahkan bikin orang kota mau bayar mahal. Kamu punya cahaya kamu sendiri.”

“Ka Juna…”

“Aku serius, Jingga.” Suaranya sedikit bergetar. “Aku mungkin punya kehidupan yang lebih teratur, tapi itu nggak berarti aku lebih baik. Aku juga punya banyak kekurangan. Banyak hal yang aku sendiri masih belajar. Tapi waktu bersama kamu… rasanya aku bisa jadi versi terbaik dari diriku sendiri.”

Jingga menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ia tak pernah membayangkan akan mendengar kata-kata seperti itu dalam hidupnya. Tidak setelah semua penolakan dari orang-orang yang seharusnya menyayanginya. Tidak setelah dicap beban, disingkirkan, dan dituduh macam-macam.

Ia meneteskan air mata, bukan karena sedih tapi karena bahagia yang terlalu besar untuk ditampung.

Arjuna mendekat, . “Aku tidak minta jawaban sekarang. Aku cuma ingin kamu tahu apa yang aku rasakan. Kalau kamu belum siap… aku bisa menunggu.”

Jingga menggeleng perlahan. “Bukan itu… aku hanya nggak percaya hal seperti ini bisa terjadi sama aku.”

Ia menatap Arjuna. Mata gadis itu berkilau campuran haru, takut, dan rasa yang mulai tumbuh.

“Aku juga suka ka Juna,” ucap Jingga lirih. “Aku bahkan nggak sadar kapan tepatnya semua itu mulai terjadi. Tapi… kaka bikin aku merasa dihargai, diterima, dilihat. Kaka bikin aku merasa hidup lagi.”

Arjuna tersenyum tulus, hangat, dan membuat seluruh dunia seakan terdiam. “Terima kasih, Jingga.”

Angin malam mulai turun, membawa udara dingin dari bukit. Lampu rumah Kake Arga menyala dari dalam, memantulkan warna kuning madu di halaman.

Jingga menarik napas panjang, mencoba meredakan degup jantungnya. “Tapi… kamu bilang harus kembali ke kota besok?”

Wajah Arjuna berubah sendu. Ia menatap jauh ke arah jalan desa, seolah kota yang ramai itu sedang memanggilnya dari kejauhan. “Iya. Ada rapat besar di kampus, dan Ibu Nadira juga minta aku membicarakan pembagian tugas perusahaan. Banyak hal yang harus aku bereskan.”

Jingga mengangguk pelan meskipun dadanya terasa sesak. “Berarti… kita nggak tahu kapan bisa bertemu lagi?”

Arjuna menggenggam tangan Jingga, seolah mencari kekuatan. “Aku pasti kembali. Aku janji. Sebisa mungkin aku bakal pulang ke sini.”

“Pekerjaanmu banyak, Ka. Kamu punya tanggung jawab besar.”

“Dan kamu juga penting buat aku,” jawab Arjuna cepat. “Aku nggak bakal ninggalin kamu.”

Jingga menunduk. “Aku cuma takut… semuanya berubah setelah kamu kembali ke kota.”

Arjuna tersenyum lembut. “Kalau perasaan aku berubah, aku bakal bilang langsung ke kamu. Tapi aku yakin… aku nggak akan berubah.”

Jingga memandangi wajahnya. Ada ketenangan di sana,keyakinan yang membuat hati Jingga sedikit lebih ringan.

“Tapi kamu sedih,” Arjuna menambahkan.

Jingga menghela napas. “Iya… karena aku baru saja menemukan sesuatu yang indah. Sesuatu yang belum pernah aku punya. Lalu kamu harus pergi lagi.”

Arjuna tertawa kecil. “Ini bukan perpisahan, sayang. ini cuma karena jarak sementara.”

Ia berdiri, lalu menarik tangan Jingga lembut. “Ayo, aku antar kamu masuk. Udara mulai dingin.”

Jingga berdiri juga, tapi sebelum melangkah, ia menatap Arjuna dengan ragu. “Ka Juna… bolehkah aku minta satu hal?”

“Tentu.”

“Jangan hilang. Jangan tiba-tiba menghilang seperti waktu itu.”

Arjuna menatapnya dalam. “Tidak akan. Sekarang kamu sudah tahu siapa aku, tempat tinggalku, bahkan keluargaku. Aku nggak akan pergi tanpa kabar. Kamu tidak perlu lagi takut ditinggalkan.”

Hati Jingga bergetar. Kata-kata itu seperti obat untuk luka lamanya.

Mereka masuk ke rumah bersama. Kake Arga yang sedang duduk di kursi goyang hanya tersenyum, melihat hawa berbeda yang menyelimuti Jingga dan Arjuna.

Setelah makan malam dan beberapa obrolan ringan, Arjuna berpamitan.

Di depan pintu, sebelum benar-benar pergi, ia menatap Jingga sekali lagi. “Aku kembali secepatnya. Jaga diri, ya.”

Jingga mengangguk. “Kaka Juga.”

"Hp harus selalu on biar aku tidak cemas kalau menghubungimu." Pinta Arjuna penuh harap.

"Iya...Kaka juga,jangan lupa kasih kabar selalu"

"Pasti Sayang.." Jawabnya lembut membuat dada Jingga berbunga-bunga seperti ribuan kupu-kupu yang hinggap di jantungnya.

Arjuna tersenyum, lalu melangkah pergi. Suara langkahnya perlahan memudar, menyisakan kesunyian lembut.

Jingga berdiri di ambang pintu, menatap malam yang kini begitu luas.Hatinya hangat, namun juga dipenuhi rindu yang langsung tumbuh sesaat setelah Arjuna menjauh.

Dan untuk pertama kalinya sejak lama, Jingga merasa bahwa hidupnya akhirnya mengarah ke sesuatu yang baik.

Sesuatu yang ingin ia perjuangkan.

Sesuatu yang bernama harapan.

Sesuatu yang bernama CINTA.

...🍀🍀🍀...

...🍃Langit Jingga Setelah Hujan🍃...

1
Danny Muliawati
hingga gmn dg kuliah nya yah
Puji Hastuti
Aq suka ceritanya kk 💪💪💪
𝐈𝐬𝐭𝐲
lanjut thor
𝐈𝐬𝐭𝐲
punya bapak kok bego bgt, gak percaya ma anak sendiri, suatu saat dia akan menyesal...
𝐈𝐬𝐭𝐲
baru baca bab awal udah bikin nyesek ma emosi thor...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!