NovelToon NovelToon
Dunia Yang Indah

Dunia Yang Indah

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Kebangkitan pecundang / Spiritual / Persahabatan / Budidaya dan Peningkatan / Mengubah Takdir
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: YUKARO

Di balik gunung-gunung yang menjulang,ada dunia lain yang penuh impian. Dunia Kultivator yang mampu mengendalikan elemen dan memanjangkan usia. Shanmu, seorang pemuda desa miskin yang hidup sebatang kara, baru mengetahuinya dari sang Kepala Desa. Sebelum ia sempat menggali lebih dalam, bencana menerjang. Dusun Sunyi dihabisi oleh kekuatan mengerikan yang bukan berasal dari manusia biasa, menjadikan Shanmu satu-satunya yang selamat. Untuk mencari jawaban mengapa orang tuanya menghilang, mengapa desanya dimusnahkan, dan siapa pelaku di balik semua ini, ia harus memasuki dunia Kultivator yang sama sekali asing dan penuh bahaya. Seorang anak desa dengan hati yang hancur, melawan takdir di panggung yang jauh lebih besar dari dirinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YUKARO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Air Mata dan Harapan di Bintang Senja!

Setengah jam kemudian, setelah Shanmu selesai merenungkan nasibnya sambil memandangi bintang dari jendela kecilnya, ketukan lembut terdengar di pintu. "Nak Shanmu, sudah lapar? Aku kebetulan juga belum makan. Maukah kau makan malam bersamaku di ruanganku?" suara Tuan Gong terdengar hangat dari balik kayu.

Shanmu pun terkejut, lalu kegembiraan menyergapnya. Dapat makan malam bersama oleh orang yang telah begitu baik padanya adalah kebahagiaan, Ia langsung membuka pintu.

"Tentu saja, Tuan! Saya akan dengan senang hati!" ucapnya, wajahnya berseri-seri.

Tuan Gong tersenyum, lalu memimpin jalan. Mereka berjalan menyusuri koridor yang tenang, turun melalui tangga kayu yang berderit pelan, dan memasuki sebuah ruangan pribadi di belakang konter. Ruangan itu sederhana namun nyaman, dipenuhi rak buku dan peralatan teh. Di tengah ruangan, sebuah meja kayu tua sudah disiapkan. Di atasnya, mangkuk besar berisi sup daging sayur masih mengepulkan uap harum, dikelilingi oleh piring-piring kecil berisi acar dan kue kukus.

"Silakan duduk," ujar Tuan Gong, menunjuk kursi di hadapan mangkuk besar itu. Shanmu duduk dengan patuh, matanya tak lepas dari makanan yang menggiurkan itu.

Tuan Gong duduk di seberangnya. Ia mengambil teko keramik dan menuangkan cairan hangat berwarna keemasan ke dalam cangkir kecil di depan Shanmu. "Ini teh herbal, menghangatkan badan setelah lelah seharian."

Shanmu sangat terharu. "Tuan, biar saya saja yang melayani. Tidak sopan membuat orang tua melayani saya." Ia hampir berdiri, tetapi Tuan Gong mengangkat tangan.

"Tenang, nak. Aku sedang ingin melakukan ini. Jadi jangan merasa tidak enak. Anggap saja sebagai sambutan untuk tamu baru," kata Tuan Gong, matanya berbinar lembut.

Mendengar itu, Shanmu hanya bisa terkekeh sambil menggaruk-garuk kepalanya yang masih basah oleh keringat kebingungan tadi, lalu menerima cangkir teh itu dengan kedua tangan penuh hormat. Ia menyesapnya perlahan. Rasanya unik, sedikit pahit di awal, lalu berubah menjadi manis alami yang menyegarkan. Kehangatannya menjalar dari tenggorokan hingga ke perut, seolah-olah mencairkan sedikit beban dingin yang melekat di sana.

"Enak," gumamnya tulus.

Kemudian, ia mulai menyantap supnya. Laparnya yang luar biasa membuatnya hampir menyendok dan menelan tanpa mengunyah. Namun, Tuan Gong segera mengingatkannya dengan suara lembut.

"Makanlah perlahan, Shanmu. Nikmati rasanya. Jaga agar tidak tersedak, tubuhmu butuh waktu untuk menerima makanan."

Shanmu mengangguk, lalu memaksakan diri untuk memperlambat ritme makannya. Setiap suapan terasa seperti berkah. Potongan daging yang besar dan lembut, sayuran yang segar, kuah yang gurih. Ia menyantapnya dengan penuh syukur. Setelah mangkuk besar itu hampir habis, perutnya yang keroncongan akhirnya tenang. Sebagian beban hidupnya yang selama ini terasa seperti batu di pundaknya seolah terangkat, digantikan oleh kehangatan makanan dan kebaikan.

Sambil menyeruput tehnya, Tuan Gong mulai bertanya. "Shanmu, boleh cerita padaku? Dari mana asalmu, dan sedang apa di Kota Lama ini?"

Pertanyaan itu membuka pintu kenangan. Shanmu, yang hatinya sudah lebih terbuka karena kehangatan makanan dan penerimaan, mulai bercerita. Ia menceritakan tentang Dusun Sunyi yang damai, tentang kepergian orang tuanya yang misterius, tentang kehidupan kerasnya sebagai anak yatim, tentang kebaikan Kepala Desa, tentang mimpi-mimpi akan kultivator yang diceritakan kepala desa.

Lalu, dengan suara yang bergetar namun ia kendalikan, ia menceritakan tentang pembantaian mengerikan yang ia tidak saksikan, tentang pengembaraan setahun penuh di hutan belantara, tentang pertemuan dengan para pemuda desa yang berakhir dengan kekerasan dan darah yang tak terhindarkan, juga tentang bagaimana bisa ia sampai ke kota ini, dan juga tujuannya.

Shanmu bercerita tanpa sedikitpun menyembunyikan detail, tanpa berusaha terlihat lebih baik. Ia mengakui ketidakmampuannya dalam kultivasi, rasa takutnya, dan tekadnya untuk bertahan hidup dengan tenaga dan ketekunannya. Ceritanya panjang, berliku, dan penuh dengan luka.

Selama Shanmu bercerita, Tuan Gong hanya mendengarkan dengan hening, matanya tak lepas dari wajah polos yang terkadang berkerut karena kesedihan, terkadang bersinar karena kenangan manis. Setelah Shanmu selesai, terdiam, menunggu reaksi, Tuan Gong memalingkan wajahnya. Bahunya tampak naik turun, seolah menahan sesuatu.

Shanmu, dengan wajah polosnya yang penuh kekhawatiran, bertanya pelan, "Apakah... apakah saya menyinggung Tuan? Maafkan saya jika cerita saya terlalu menyedihkan atau tidak pantas."

Tuan Gong menarik napas dalam, lalu berbalik lagi. Matanya sedikit merah. "Tidak, nak. Bukan begitu." Ia tidak menjelaskan lebih lanjut tentang air mata yang hampir tumpah mendengar penderitaan pemuda di depannya. Sebagai gantinya, matanya tertuju pada pakaian lusuh dan compang-camping yang masih melekat di tubuh Shanmu.

Tanpa berkata-kata, Tuan Gong berjalan ke sebuah lemari kayu tua di sudut ruangan. Ia membukanya dan mengambil sesuatu. Dua set pakaian, satu berwarna hijau daun yang segar, dan satu lagi biru langit yang cerah. Bahannya tampak kokoh, bukan mewah, tetapi jauh lebih baik daripada yang dipakai Shanmu.

"Ini," ucap Tuan Gong, menyerahkan pakaian itu padanya. "Ambilah."

Shanmu terkesiap. "Tuan, saya... saya tidak bisa menerima ini. Tuan sudah terlalu baik. Saya belum melakukan apa-apa..."

Tuan Gong memotongnya. "Ini pakaianku saat muda. Sekarang sudah tidak muat lagi. Tadinya aku berniat membuangnya, tapi sayang juga. Lebih baik kau pakai daripada terbuang percuma."

Itu adalah kebohongan putih. Pakaian itu memang miliknya, tetapi ia sengaja menyimpannya untuk keadaan darurat atau untuk diberikan pada orang yang membutuhkan.

Shanmu, yang tidak terbiasa dengan kebohongan bahkan yang baik sekalipun, langsung mempercayainya. Wajahnya berseri-seri. "Benarkah? Kalau begitu, terima kasih banyak, Tuan! Saya akan menjaganya dengan baik!" Ia menerima pakaian itu dengan kedua tangan, seolah-olah menerima harta karun.

Tuan Gong tersenyum puas. "Sekarang, mandilah. Gunakan kamar mandiku. Airnya sudah kusiapkan hangat. Jangan menolak."

Shanmu menggaruk-garuk kepalanya dengan canggung, tetapi akhirnya mengangguk patuh. "Baik, Tuan."

Setelah menunjukkan kamar mandi kecil yang bersih, Tuan Gong meninggalkannya. Shanmu pun mandi dengan air hangat pertama kali dalam setahun terakhir. Ia menggosok tubuhnya hingga bersih, membilas debu, keringat, dan kenangan buruk perjalanan. Setelah selesai, ia kembali ke ruangan Tuan Gong dengan handuk dan kedua pakaian itu.

Ia berdiri bingung memandangi kedua pakaian yang terpampang di ranjang. Mana yang harus dipakai? Keduanya terlihat sangat bagus, sangat 'mewah' dalam pandangannya. Ia berpikir cukup lama, jarinya mengetuk-ngetuk dagunya. Akhirnya, ia memilih yang hijau. Warna itu mengingatkannya pada hutan, pada ketekunan dan kehidupan yang ia jalani. Ia berpikir, jika besok ia mendapat pekerjaan, untuk lusanya ia akan memakai yang biru, sebagai pengingat akan langit luas yang memberinya harapan dan tempat untuk hidup.

Setelah mengenakan pakaian hijau itu, yang ternyata pas di tubuhnya yang kekar, ia berjalan keluar. Tuan Gong, yang sedang menunggu, matanya berbinar melihat penampilan baru Shanmu. Pakaian sederhana itu seolah mengubahnya. Ia terlihat lebih rapi, lebih percaya diri, meski wajahnya masih memancarkan keluguan yang sama.

"Bagus," puji Tuan Gong. "Sekarang, dengar baik-baik. Besok pagi, datanglah ke ruanganku ini. Aku akan memperkenalkanmu pada seseorang. Orang itu akan membawamu bekerja. Dan percayalah, kali ini pasti diterima."

Kegembiraan meledak di dada Shanmu, tetapi ia berusaha menahannya. "Benarkah? Terima kasih, Tuan! Tapi... kerjaannya apa? Apapun itu, saya akan melakukannya dengan sungguh-sungguh. Kecuali... kecuali jika itu berkaitan dengan menyakiti orang lain." Matanya menjadi serius saat mengucapkan bagian terakhir, bayangan tiga mayat di hutan masih membekas.

Tuan Gong tersenyum lembut, hatinya semakin luluh. "Tenang. Pekerjaannya adalah menjadi tukang sapu. Bukan di sembarang tempat, tapi di Sekte Langit Biru, sebuah sekte kultivasi kecil di pinggir kota ini."

"Tukang sapu?" Shanmu mengulang, tapi wajahnya justru semakin cerah. Menyapu adalah pekerjaan yang ia kenal baik, pekerjaan yang memberinya kehidupan sejak kecil. "Di sekte kultivasi? Saya... saya akan melakukannya! Saya janji tidak akan mengecewakan Tuan!"

"Tidak perlu terlalu sungkan padaku, Shanmu," kata Tuan Gong, suaranya hangat. "Anggap saja aku sebagai pamanmu."

Kata 'paman' itu terasa asing namun hangat di telinga Shanmu. Ia mengangguk perlahan, matanya berkaca-kaca lagi. "Baik... Paman."

Tuan Gong tersenyum lebar. "Nah, itu lebih baik. Dan Shanmu, jika kau mau, kau bisa terus menginap di sini. Sewanya lima koin perak per hari. Jadi untuk dua hari, satu koin emas. Gaji tukang sapu di Sekte Langit Biru adalah lima koin emas per hari. Dengan begitu, kau bisa menabung sisanya untuk kebutuhanmu di masa depan, atau untuk membeli apa yang kau impikan."

Informasi yang bertubi-tubi ini, pekerjaan tetap, gaji yang baginya sangat besar, tempat tinggal yang aman, dan seseorang yang bisa ia panggil 'paman' akhirnya meluluhkan bendungan terakhir di hatinya. Air mata yang selama ini ia tahan, yang tidak keluar bahkan saat ia membunuh atau saat ia dihinakan, kini menetes deras. Ia menundukkan kepala, bahunya gemetar. Ia terbiasa diperlakukan kasar, dicurigai, diusir. Kebaikan tulus seperti ini, yang datang tanpa pamrih, adalah sesuatu yang hampir tidak ia pahami dan terlalu menyentuh untuk ditahan.

Tuan Gong berdiri, berjalan mendekat, dan menepuk-nepuk bahu Shanmu yang kokoh dengan lembut. "Sudah, sudah. Semangatlah, nak. Paman yakin, Shanmu akan memiliki hidup yang lebih baik dari sini. Kau anak yang kuat dan baik hati. Dunia mungkin kejam, tetapi tidak semua tempat gelap."

Shanmu mengangguk keras, mengusap air matanya dengan lengan baju hijau barunya. "Terima kasih, Paman. Saya... saya akan bekerja keras."

Setelah Shanmu sedikit tenang, Tuan Gong mengantarnya kembali ke kamarnya. Di depan pintu, ia berpesan, "Istirahat yang cukup. Jangan sampai kesiangan besok."

"Tidak akan, Paman. Saya janji," jawab Shanmu dengan tegas.

Tuan Gong pergi dengan senyuman penuh kepuasan di wajahnya. Ia merasa telah melakukan hal yang benar, mungkin satu-satunya hal berarti yang bisa ia lakukan di usia tuanya.

Shanmu masuk ke kamarnya, menutup pintu dengan pelan. Dunia luar yang ramai dan kejam seolah tertahan di balik kayu itu. Ia berdiri sebentar, merasakan kelembutan pakaian baru di kulitnya, kehangatan makanan di perutnya, dan kehangatan baru di hatinya. Kemudian, dengan gerakan hampir tak percaya, ia merebahkan dirinya di atas ranjang yang empuk. Bantal mencium pipinya. Kelelahan fisik dan emosional yang tertahan selama berhari-hari, bahkan bertahun-tahun, menyerbunya sekaligus.

Tidak sampai menghitung sampai lima, napasnya sudah menjadi teratur dan dalam. Shanmu tertidur lelap, untuk pertama kalinya dalam waktu yang sangat lama, tanpa mimpi buruk, hanya diliputi oleh rasa aman dan secercah harapan untuk esok hari yang mulai menyingsing di balik jendela kamar Penginapan Bintang Senja.

1
YAKARO
iya bro🙏
Futon Qiu
Mantap thor. Akhirnya Shanmu punya akar spritual
Futon Qiu
Karena ada komedi nya kukasi bintang 5🙏💦
YAKARO: terimakasih🙏
total 1 replies
Futon Qiu
Lah ya pasti lanxi kok nanya kamu nih🤣
Futon Qiu
Jangan jangan itu ortunya 🙄
HUOKIO
Baik bnget si lancip😍😍
HUOKIO
Mau kemana tuh
HUOKIO
Ini penjaga kocak 🤣🤣
HUOKIO
Angkat barbel alam 🗿
HUOKIO
Makin lama makin seru 💪💪💪
HUOKIO
Gass terus thor💪💪💪
HUOKIO
Mantap thor lanjut
YAKARO: terimakasih
total 1 replies
HUOKIO
Lanjutkan ceritanya thor
HUOKIO
Shanmu kuat banget untuk manusia 😄
HUOKIO
Ohhh i see💪
HUOKIO
Oalah kok gitu 😡
HUOKIO
Mantap thor
HUOKIO
Gas pacari lqci
HUOKIO
Makin lama makin seru
HUOKIO
Lanjutkan 💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!