NovelToon NovelToon
Di Ujung Asa

Di Ujung Asa

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam / Penyesalan Suami
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Mama Baim

Amira wanita cantik itu, menatap suaminya dengan perasaan yang sulit di artikan. bagaimana tidak, dua tahun yang lalu, dia melepaskan kepergian Andika untuk bekerja ke kota, dengan harapan perekonomian rumah tangga mereka akan lebih mapan, keluar dari kemiskinan. tapi harapan itu hanyalah angan-angan kosong. suami yang begitu di cintanya, suami yang setiap malam selalu di ucapkan dalam sujudnya, telah mengkhianatinya, menusuknya tanpa berdarah. bagaimana Amira menghadapi pengkhianatan suaminya dengan seorang wanita yang tak lain adalah anak dari bos dimana tempat Andika bekerja? ikuti yuk lika-liku kehidupan Amira beserta buah hatinya..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Baim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11

      Amira membuka pintu rumah perlahan. Debaran jantungnya kian berdegup. Di ruang tamu terlihat sepi.

      "Assalamu'alaikum."Salamnya. Tapi salamnya tidak di balas.

      Tak lama, pintu kamar Ibu mertuanya terbuka. Keluar lah Bu Susi. Tapi dia tidak sendiri. Di belakangnya ada Riska.

      "Kurang ajar ya kamu Amira. Aku sudah bilang suruh Andika kirim uangnya sama Riska saja. Kenapa kamu tidak bilang haaah.."

      "Iya nihhh..Amira, kenapa kamu malah buka rekening baru segala. Kamu nggak percaya sama aku hahhh." Riska ikut memarahi Amira.

    Amira memejamkan matanya sejenak. Menarik napasnya dalam-dalam, kemudian menghembuskan perlahan. Dia masih berdiri di depan pintu. Kakinya belum juga masuk sampai ke dalam. Tapi sudah di teror oleh Ibu dan anak itu.

      "Bu, tadi pagi kan aku sudah bilang sama Ibu, kalau Ibu mau Mas Dika kirim uang ke Riska, Ibu bilang saja sendiri ke Mas Dika. Kenapa Ibu nggak melakukan itu? Dan kenapa sekarang Ibu malah marah ke aku, salihin aku?"

     "Hallaah...jangan sok ngatur kamu. Sini uangnya, anak ku sudah kirim kan? Jadi sekarang kasih ke aku. Aku mau semuanya. Empat juta semuanya Amira, se mu a nya, kamu dengar?"Teriaknya dengan lantang.

   Tangannya terulur ke depan. Tepat di wajah Amira yang matanya melebar sempurna. Riska tersenyum senang. Sebentar lagi dia akan mendapat uang dari Ibunya.

     "Tapi Bu, kata Mas Dika, Ibu di kasih.."

     "Tidak ada itu Amira, Andika itu anakku, aku yang mengandungnya salama sembilan bulan. Melahirkannya, menyusuinya, membesarkannya, memberinya makanan, menyekolahkan hingga dia sarjana. Dan sekarang setelah dia mendapatkan pekerjaan, aku Ibunya yang berhak memegang semua gajinya. Bukan kamu istri yang baru saja hadir dalam hidupnya. Kamu dengar itu Amira, jadi berikan uangnya sama aku sekarang juga, empat juta, jangan sampai ada yang kurang biar sesen pun."

     Tidak mau cari ribut, dia mengikuti saran dari Bu Sinta. Mengikuti apa yang di inginkan Ibu mertuanya. Dengan tangan yang sedikit gemetar dan menahan air matanya, Amira membuka tasnya. Mengeluarkan uang gaji yang baru saja dikirim suaminya, sebagai nafkah istri dan anaknya. Untung saja Amira tidak menarik semua uang yang dikirim Andika yang berjumlah tujuh juta rupiah. Dai hanya mengambil empat juta. Sisa tiga juta, rencananya dia akan membeli handphone, sesuai permintaan suaminya. Lima ratus ribu akan di berikan pada Ibu mertuanya, seperti yang di suruh suaminya, lalu sisanya dia akan membeli keperluan rumah dan kebutuhan Alif.

      "Sini!" Bu Susi mengambil uang dari tangan Amira dengan kasar. Lalu dia membalikkan badannya, menuju kursi sofa yang sudah robek sebagian kainnya.. Riska mengikuti Ibunya dengan senyum kebahagiaan. Amira menatap kedua Ibu dan anak itu, dengan tatapan sendu, sakit, marah bercampur menjadi satu.

    Dengan santainya, Bu Sinta menghitung uang yang diambilnya dari Amira. Di ciumnya berkali-kali uang itu. Seakan-akan baru pertama kalinya dia memegang uang sebanyak itu.

     "Ini hasil kerja anakku. Aku yang berhak memegangnya. Kamu cuma orang luar, yang sudah masuk ke dalam keluarga kami, karena dibawah sama anak ku. Mengerti kamu Amira."

     Amira yang masih berdiri di depan pintu, hanya bisa menatap Ibu mertuanya, dengan diam .

     "Nih untuk kamu, segitu sudah cukup, kamu kan juga kerja. Bersyukur aku sudah berbaik hati memberi kamu uang anakku. Jadi jangan coba-coba protes."Dengan angkuhnya Bu Susi, melemparkan lima lembar uang seratusan ke arah Amira.

      "Astaghfirullah hal'azim."Amira beristighfar dalam hati, sambil mengusap dadanya. Air matanya menetes seketika. Amira begitu marah. Kedua tangannya terkepal dengan erat. Hasil keringat suaminya selama sebulan, di lemparkan begitu saja, oleh seorang Ibu yang seharusnya berdo'a atas rizki yang telah di dapatkan anaknya. Seolah-olah uang itu sangat tidak ada artinya bagi Bu Susi. Uang itu berterbangan di depan Amira, jatuh ke atas lantai.

      "Ibu ngasihnya terlalu banyak."Tanpa merasa bersalah, Rasti kembali mengambil dua lembar uang di atas lantai. Menyisakan tiga lembar saja.

     "Untuk kamu segitu sudah cukup. Aku adiknya, aku juga berhak atas uang kakak ku juga."Kata Rasti dengan tidak tau malunya.

       Amira segera mengambil sisa uang itu. Lalu berbalik pergi ke rumah Bu Sinta, mengambil anaknya. Dia sudah tidak perduli dengan Ibu mertua dan iparnya. Selama ke rumah Bu Sinta, tidak henti-hentinya Amira menangis.

      "Loh kamu kenapa menangis Mir, apa yang terjadi?"Tanya Bu Sinta sewaktu Amira memasuki pintu rumah Bu Sinta, sambil menangis.

    Amira tidak menjawab pertanyaan Bu Sinta. Dia terduduk di lantai depan pintu. Air matanya terus bercucuran tidak henti-hentinya. Dia menangis bukan karena uang kiriman suaminya di ambil Ibu mertuanya. Tapi dia menangis lantaran Ibu mertuanya tidak menghargai hasil keringat anaknya, yang bekerja selama sebulan, yang mereka sendiri tidak tahu secapek apa pria itu bekerja di kota, untuk menafkahi keluarganya.

      "Ayo nduk berdiri, duduknya di kursi."Ucap Bu Sinta, memegang lengan Amira, membantunya untuk berdiri. Amira menurut. Dia berdiri dari lantai, berjalan dengan langkah pelan menuju sofa di ruang tamu Bu Sinta.

     "Bu.."

     Suara Alif, mengalihkan pandangan Amira. Putra kecilnya berjalan dengan langkah cepat sari arah belakang mendekati Ibunya. Romy, putra bungsu Bu sinta yang masih duduk di bangku SMA, mengikuti Alif dari belakang. Dengan sigap, Amira menyambut anaknya. Lalu mengangkat tubuh gemoy itu, di atas pangkuannya. Lalu di peluknya dengan terisak-isak.

     Bu Sinta dan Romy, cuma diam menatap Amira. Mereka tidak mau merusak suasana hati Amira dengan pertanyaan. Mereka sadar telah terjadi sesuatu pada tetangga yang baik hati itu. Bukan rahasia lagi, kalau Amira selalu di perlakukan buruk sama Ibu mertuanya. Apa lagi sekarang tidak ada Andika yang selalu membela Amira di depan Bu Susi.

     "Bu.."

      Alif mendorong sedikit dada Ibunya. Mata bulat kecilnya menatap wajah sang Ibu yang belaum berhenti mengeluarkan air matanya. Perlahan jari-jari kecilnya terangkat menyentuh pipi Ibunya. Dengan gerakan pelan, Alif menghapus pipi Ibunya yang basah.

      "Ibu nanis?"Tanya bocah dua tahun itu, dengan polosnya. Kedua bola mata beningnya, mulai berkaca-kaca, melihat air mata Ibunya.

       Amira menggelengkan kepalanya perlahan. Mencoba tersenyum manis pada putranya. Bu Sinta dan Romy, ikut tersenyum haru, melihat tingkah polos Alif.

       "Iya sayang, Ibu sangat sedih. Alif ninggalin Ibu ikut Nenek Sinta."Jawab Amira tersenyum manis. Dia berusaha berusaha terlihat baik-baik saja di depan anaknya.

     Alif mengalihkan pandangannya pada Bu Sinta, sebentar. Bu Sinta tersenyum. Tak lama kemudian, dia kembali menatap Ibunya.

     "Alip tayang Ibu."Katanya, menyandarkan kepalanya pada dada Ibunya.

      "Jadi Nenek Sinta, nggak di sayang Alif nih..Nenek sedih loh."Ucap Bu Sinta, dengan wajah di buat sedih.

      "Alif tayang Nenek Inta."

       "Kalau Om Romy sayang nggak?"Romy ikut menimpali.

       "Tayang Om Lomi duda."Alif kembali berucap, masih dalam posisinya.

        Ketiganya pun tertawa. Kepolosan Alif, mampu membuat Amira tersenyum bahagia. Melupakan sakit hatinya pada Ibu mertua dan adik iparnya.

Bersambung.....

1
tanpa nama
Dsni perannya amira trlalu bodoh, trllu lemah. Udah bener d belain suami, mlah bersikap bodoh.
Jd gmes bcanya bkin emosi

Thor jgn bkin amira jd org bego. Toh itu cm mertua bkn ibu kndungnya
tanpa nama
Smngt nulis kryanya thor😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!