Suatu kesalahan besar telah membuat Kara terusir dari keluarga. Bersama bayi yang ia kandung, Kara dan kekasih menjalani hidup sulit menjadi sepasang suami istri baru di umur muda. Hidup sederhana, bahkan sulit dengan jiwa muda mereka membuat rumah tangga Kara goyah. Tidak ada yang bisa dilakukan, sebagai istri, Kara ingin kehidupan mereka naik derajat. Selama sepuluh tahun merantau di negeri tetangga, hidup yang diimpikan terwujud, tetapi pulangnya malah mendapat sebuah kejutan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miracle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Istri Kedua
Kara mematung melihat sosok wanita yang ia kenali sebagai teman satu sekolah. Wanita yang saat ini tengah menggendong seorang bayi lucu.
"Apa ini, El?" tanya Kara.
"Aku akan jelaskan," ucap Elno.
"Sepertinya aku salah masuk rumah. Lebih baik aku pergi saja."
Kara meraih dua kopernya dan hendak pergi lagi, tetapi Elno meraih lengannya, lalu membawa Kara dalam dekapannya.
"Maaf, Kara. Inilah keadaannya," ucap Elno.
Kara mendorong tubuh Elno. "Apa maksudmu?"
Kara berteriak dan membuat bayi dalam gendongan Sari terkejut dan menangis. Sari segera menenangkannya, lalu memanggil pengasuh dari bayi itu. Kara melihat bayi dibawa ke dalam kamar.
"Apa ini, El?" tanya Kara.
"Sari istriku dan bayi itu anakku," jawab Elno.
Kara membelalak, ia menutup mulutnya. Hatinya terasa ditusuk oleh ribuan anak panas. Sari dan Elno adalah sepasang suami istri. Mereka juga memiliki bayi dari pernikahan itu.
Kara menggeleng. "Tidak mungkin. Jangan membohongiku."
Elno menyentuh lengan Kara, tetapi langsung ditepis. Kara mundur beberapa langkah sampai punggungnya membentur dinding. Sontak Elno mendekat, tetapi Kara mencegah dengan mengangkat tangan.
"Sungguh tidak sesabar itukah kamu, El? Kenapa memberiku kejutan yang menyakitkan seperti ini?" Kara beralih pandang pada Sari. "Kamu temanku, Sar. Kamu juga tau Elno adalah suamiku."
"Bukan seperti itu, Kara. Ini di luar kendali kami," ucap Sari. "Elno harus bertanggung jawab atas perbuatannya."
"Apa maksudmu? Elno menodaimu begitu? Lalu, kamu hamil?" kata Kara.
"Kami tidak sengaja tidur bersama," ucap Sari.
"Lalu, kamu minta pertanggungjawaban Elno begitu? Apa pikiranmu sangat kolot? Elno sudah punya istri. Hanya tidur satu malam, kamu merusak kebahagianku!"
"Pikiranku memang kolot! Aku tidak terima kesucianku diambil begitu saja. Saat itu aku juga hamil," kata Sari.
"Aku ingat kamu ingin menjadi dokter. Apa pikiranmu itu tidak dipakai? Apa kamu lebih berharap menjadi istri kedua daripada membuang janin yang kamu kandung?"
"Kara!" bentak Elno. "Jaga mulutmu. Kamu pikir Sari wanita seperti apa? Aku menidurinya dan aku sepantasnya tanggung jawab."
"Jadi hanya karena ini. Hanya karena hasratmu tidak terpenuhi, maka kamu meniduri wanita lain. Selama sepuluh tahun, El. Aku bekerja keras di negeri orang untuk menaikkan taraf hidup kita. Aku kembali untuk hidup bahagia bersamamu, tapi nyatanya apa?" ucap Kara dengan nada tinggi.
"Aku tidak ingin hidup kaya, Kara. Aku menginginkan kamu. Pernah kamu memikirkan perasaanku? Beberapa kali aku memintamu pulang. Kamu bahkan tidak pernah mendengarku!" kata Elno tidak kalah kerasnya.
"Lalu, siapa yang menjadikanmu seperti ini?" tanya Kara. "Ini balasan kamu, El?"
"Aku sudah bilang, ini tidak seperti yang kamu pikirkan," sela Sari.
"Diam kamu!" bentak Kara.
"Masuk kamar, Sari," perintah Elno.
Sari memandang Kara lebih dulu, lalu ia berjalan cepat masuk kamar. Kara tebak itu adalah kamar tidur suaminya juga. Kara menitikkan air mata. Tidak sanggup membayangkan apa yang dilakukan keduanya selama ini. Bayangan Elno yang menyentuh wanita lain selain dirinya. Malam-malam hangat yang dilalui mereka berdua. Kara tahu betul betapa liarnya sang suami di atas ranjang. Rasanya sungguh sangat menyiksa.
Kara menghapus cepat air mata yang menetes. Ia beranjak dari tempatnya, tetapi Elno lagi-lagi menghalangi. Kara berusaha melepasnya. Namun, pegangan Elno sangat kuat.
"Aku jelaskan semua, Kara. Dengarkan dan duduklah," ucap Elno sembari menggiring Kara di kursi.
"Apalagi yang perlu dijelaskan. Kamu sudah menikah dan punya anak itu jelas, kan?"
"Waktu mendengar kamu akan lanjut kontrak kerja lagi, aku marah. Aku sering berkumpul bersama Tedy dan Ilmi di rumah mereka. Malam itu, Tedy mengundang Sari serta teman perempuan kami di kampus. Kami minum-minum dan besok paginya, aku satu ranjang bersama Sari. Aku tidak ingin membela diri, tetapi itu kenyataannya, Kara. Aku tidak sadar atas apa yang terjadi. Semua melihat kami tidur bersama," ungkap Elno.
"Lalu dia memintamu menikahinya?"
"Ini bukan negara luar sana, Kara. Sari bukan wanita seperti itu. Aku harus bertanggung jawab atas apa yang kuperbuat. Sari hamil dan aku menikahinya," ucap Elno.
"Pantas saja kamu jarang menghubungiku. Kamu memiliki pengganti."
"Kara, apa yang harus kulakukan? Jika kamu menyuruhku menceraikan Sari, bagaimana dengan anakku?" tanya Elno.
"Aku tidak tau," jawab Kara. "Siapa nama anakmu?"
"Dia perempuan. Usianya sebelas bulan dan aku memberinya nama seperti anak perempuan kita dulu. Finola."
Kara mengangguk. "Selamat untukmu."
"Maaf, Kara. Ini di luar kendaliku. Aku menerima setiap keputusanmu. Aku tidak ingin memaksa."
Kara tersenyum getir. Apa maksud ucapan Elno sebenarnya? Tidak ingin memaksa, apakah suaminya mengiakan jika Kara mengajukan perceraian? Di saat mengetahui Elno telah mendua, Kara bahkan belum sempat memikirkan itu.
"Kamu mencintai Sari?" tanya Kara.
"Aku tidak tau," jawab Elno. "Tapi kamu tau perasaanku, Kara. Aku mencintaimu."
"Kini cinta itu sudah terkhianati, El."
Kara tidak sanggup menahan air matanya. Suami yang ia cintai telah mendua. Ia bingung, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Sungguh Kara ingin mengulang waktu. Ia ingin kembali di masa belum mengenal Elno.
Kara menatap jemari Elno. Satu cincin tersemat di jari manis suaminya. Cincin yang terpatri atas nama Sari karena selama menikah bersamanya tidak ada benda manis seperti itu. Kara bahkan menjual cincin pernikahannya demi bertahan hidup saat itu.
"Cincin ini bukan cincin pernikahanku bersama Sari," kata Elno, yang tahu pandangan Kara jatuh pada tangan kirinya. Elno melepas cincin itu. "Aku sengaja membuatnya secara khusus. Cincin yang terukir dengan namamu dan Sari."
"Iya, dia istrimu juga," ucap Kara, lalu bangkit dari duduknya.
"Kara, ini rumahmu. Ke mana kamu akan pergi?"
"Aku ingin sendiri, El. Rumah idamanku ini terasa sesak. Aku butuh udara," ucap Kara.
"Kara, aku minta maaf."
"Tidak perlu, El. Maaf tidak bisa mengembalikan semuanya," ucap Kara.
Bersambung
penuh makna
banyak pelajaran hidup yang bisa diambil dari cerita ini.
sampai termehek-mehek bacanya
😭😭😭😭🥰🥰🥰
ya Tuhan.
sakitnya