"Mama kemana, ti? Kok ndak pulang - pulang?"
-----------
"Nek nanti ada yang ajak kamu pergi, meskipun itu mamak mu, jangan ikut yo, Nduk!"
-----------
"Nggak usah urusin hidup gue! lu urus aja hidup lu sendiri yang rusak!"
-------------
"LEA! JANGAN DENGER DIA!!"
-------------
"GUE CUMA MAU HIDUP! GUE PENGEN HIDUP NORMAL!! HIKS!! HIKS!!"
-------------
"Kamu.. Siapa??"
----
Sejak kematian ibunya, Thalea atau yang lebih akrab di sapa dengan panggilan Lea tiba - tiba menjadi anak yang pendiam. Keluarga nya mengira Lea terus terpuruk berlarut larut sebab kematian ibunya, tapi ternyata ada hal lain yang Lea pendam sendiri tanpa dia beri tahu pada siapapun..
Rahasia yang tidak semua orang bisa tahu, dan tidak semua orang bisa lihat dan dengar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna Jumillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPS. 19. Kamu harus pilih.
Hari berganti hari, kondisi utinya Lea makin memburuk. Batuk nya makin parah, karena ternyata utinya Lea mengidap penyakit TBC akut yang sudah parah sejak dulu. Batuk kering tak berkesudahan sampai terkadang keluar dahak bercampur darah, membuat tubuh utinya makin kurus setiap harinya.
Bowo juga tidak pulang sejak hari di mana dia akan menyeret Lea pergi, entah dia kemana.. Untuk makan, Lea dan utinya terkadang ibunya Indi yang memberi makan mereka, Bude Win yang mengirimkan uang dan menitipkan utinya Lea dan Lea pada ibunya Indi.
Lea kecil membantu utinya mengantarkan pesanan topi sawah ke pemesan, meski upah nya kecil dan kadang kala di beri harga murah, bagi utinya Lea itu sudah berkah dan rejeki sebab dia tak mampu lagi kuli di sawah.
"Kamu butuh uang, kan? Aku bisa bantu kamu cari uang, mau ndak Lea.."
Hantu Siti terus bersama Lea tiap harinya, dia jadi lebih sering menunjukan eksistensinya pada Lea. Tapi hantu Siti ini lebih sering muncul saat Lea kalut.. Saat Lea sedang banyak berpikir, dia akan datang..
"Cari uang? Di mana, Siti?" Tanya Lea, berbinar meski dia tidak melihat wujud hantu Siti.
Saat ini Lea sedang menimba air di sumur tua.. Dia sangat ingin sekali beli jajanan yang teman - teman nya beli, tapi dia tidak punya uang. Dia tidak mungkin minta pada utinya, karena utinya juga tidak punya uang.. Bahkan saat Lea di beri uang, dia menolak dengan alasan tidak ingin beli jajan.
Padahal dia juga sama seperti anak kecil lain nya, dia ingin jajan, dia ingin menaiki wahana keliling, dan beli es seperti anak lain, tapi dia tidak mampu..
"Aku bisa kasih kamu." Ucap hantu Siti..
"Kamu kasih aku?" Lea bingung.
"Itu di sana, jalan ke bawah pohon mangga Lea. Di bawah batu itu ada uang, itu buat kamu." Ujar suara Hantu Siti.
Lea menoleh mencari pohon mangga, dan ada satu pohon mangga yang memang sangat tinggi dan besar, Lea berjalan ke sana dan di bawah pohon itu ada banyak batu bertumpuk, Lea bingung yang mana.
"Cari Lea.." Ucap Hantu Siti.
Lea akhir nya mencari, dia tidak berpikir panjang tentu saja, dia penasaran. Lea mencari dan mencari, dia menyingkap batu - batu di sana dan ternyata..
"Ada!" Ujar Lea, dia menemukan nya.
Lea menemukan lipatan uang yang tidak rapi dalam kondisi basah, saat Lea membuka lipatan nya ternyata banyak. Lea belum tahu rupa uang dan nilai nya, pecahan paling besar yang pernah Lea lihat hanya pecahan 50 ribuan, sedangkan ini ada warna lain yang belum pernah Lea lihat.
"Ini duit apa? Nol nya ada.. Satu, dua, tiga, empat, lima?" Lea terkejut.
Tidak pikir - pikir lagi, Lea mengantonginya dan dia membawa ember berisi air yang di timba nya itu pulang. Sampai di rumah, Lea langsung berlarian menghampiri utinya, dia sumringah sampai utinya kebingungan.
"Kenapa, nduk?" Tanya utinya.
"Ti, Lea nemu duit." Ujar Lea.
"Eh, duit di mana?" Tanya Utinya.
"Siti bilang ini duit dari dia." Ujar Lea.
"Siti?? Siti sopo?" Tanya utinya terkejut dan bingung.
"Temen nya Lea, ti." Sahut Lea.
Utinya terdiam dan mengernyit, Lea tidak pernah keluar bermain se sering dulu, dan tidak ada juga diantara teman nya Lea yang bernama Siti.
"Siti anak nya siapa, nduk?" Tanya utinya, dan Lea terdiam..
"Nduk, siti anak nya siapa?" Tanya utinya Lea lagi.
"Ndak tau, ti." Sahut Lea, karena dia memang tidak tau Siti itu siapa dan anak siapa.
"Balikin nduk, barang kali ini duit orang tua nya Siti." Ucap utinya Lea.
"Ndak, itu Lea nemu di bawah pohon mangga deket sumur, ti." Ujar Lea, utinya membuka lipatan uang itu dan ternyata nominal nya 2
75 ribu rupiah.
"Ini duit apa, ti? Lea baru liat." Ujar Lea, menyentuh pecahan seratus ribuan.
"Iki seratus ribu, uang paling besar." Ujar utinya menjelaskan.
"Wah, satu ini dapet banyak jajan ti?" Tanya Lea antusias dan utinya mengangguk.
"Ti, beli beras.. Kita bisa beli beras." Ucap Lea, sekecil itu memikirkan beras.
Utinya Lea yang semula berniat mengembalikan jadi dilema, di sisi lain memang dia dan Lea juga butuh uang, dan nominal sebanyak itu sama dengan upah nya 3 hari kuli di sawah.
"Uti tanya nyai Fatma dulu ya, barang kali ini duit nya nyai.. Kan kamu nemunya di sumur dia." Ujar utinya Lea, dan Lea mengangguk.
Utinya Lea lalu pergi ke rumah yang yak jauh di sebelah nya, dia mencari pemilik sumur itu dan bertanya apakah kehilangan uang atau tidak. Saat di tanya nyai Fatma bilang dia tidak kehilangan uang dan berkata itu rejeki Lea karena Lea yang menemukan.
Akhir nya utinya Lea pulang dan Lea dengan gembira mengajak utinya ke warung beli beras dan bahan makanan. Lea sangat ingin sekali makan mi instan, dia hampir tidak pernah memakan mie instan.. Utinya pun membelikan apa yang Lea mau. Tawa yang sempat hilang kini kembali, Lea berlarian membawa belanjaan utinya dengan bahagia.
Sampai akhirnya mereka tiba di rumah, Lea terkejut mendapati di teras rumah nya ada ayah nya. Ya.. Ayah nya, tiba - tiba Ruslan ada di depan rumah utinya Lea.
"Dari mana, nduk?" Tanya ayah Lea, dia heran karena utinya Lea membawa belanjaan.
"Bapak.. Lea dari Warung sama uti." Ujar Lea, dia salim tangan.
"Balik kapan, Rus?" Tanya utinya Lea.
"Semalam, bu. Aku di impeni (mimpikan) almarhumah, dia nangis - nangis suruh aku liat kondisi Lea, jadi aku balik." Ujar Ruslan.
Utinya tertegun, Rianti tidak hanya mendatangi ibunya Indi dan bude Win lewat mimpi, tapi Rianti juga mendatangi Ruslan lewat mimpi.
"Lea, kamu sakit toh, nduk?" Tanya ayah Lea.
"Ndak pak." Sahut Lea, sambil membongkar ciki - ciki nya.
"Terus ngopo (kenapa) Rianti tekan mimpiku." Gumam ayah Lea.
"Rus, ibu tak ngomong.." Ujar nenek Lea, dan Ruslan mengangguk.
Ruslan bangun dan ikut utinya Lea ke rumah kayu, tempat nya membuat kerajinan topi sawah.
"Anu Rus, Rianti dateng ke mimpimu itu bukan ndak ada alasan. Iki tentang Lea.." Ujar utinya Lea.
"Pie toh bu?" Tanya Ruslan.
"Masa depan Lea, Rus. Anakmu iku sudah mulai gede, dia kepengin sekali sekolah. Tapi kan koe tau ibu di sini ndak punya apa - apa, makan pun ibu di kirimi sama Win lewat mak nya Indi." Ujar utinya Lea.
"Jadi maksud nya ibu, gimana?" Ujar Ruslan.
"Tolong sekolahin Lea, Rus. Dia sudah enam tahun lebih.. sebentar lagi dia bisa masuk SD." Ujar utinya Lea.
Ruslan terdiam, dia menghela nafas seolah bertambah satu lagi beban hidup nya.. Tapi mau bagaimanapun juga, Lea memang anak nya, jadi mau tidak mau dia harus memikirkan itu.
"Rianti dateng ke mimpimu mungkin sebab kapan hari lalu iku Bowo mau ajak paksa Lea ke rumahmu." Ujar utinya Lea.
"Loh! Maksude gimana bu? Bowo ngusir anakku?!" Ujar ayah Lea seketika tersulut emosi.
"Maksude Bowo iku karena di sini susah. Jangankan nyekolahin anakmu, makan saja susah, Rus." Ujar utinya Lea.
"Iyo tapi ndak ngunu carane bu! Tegel (tega) si Bowo sama ponakan nya sendiri." Ujar Ruslan.
"Nek ndak ada tang terima Lea di sini, biar Lea tak bawa ke rumahku." Ujar Ruslan marah..
"Tapi Lea ndak mau, dia mau di sini sama ibu." Ujar utinya Lea.
"Nek dia mau sekolah, dia harus ikut aku." Ujar Ruslan, lalu berjalan pergi keluar.
"Lea!" Teriak nya memanggil Lea.
Lea yang sedang asik makan ciki di luar terkejut namanya di panggil dengan marah oleh ayah nya, Lea terlihat ketakutan saat ayah nya berdiri tak jauh darinya dengan wajah marah. Melihat Lea yang ketakutan, Ruslan mencoba menanangkan sedikit emosinya lalu berdiri di depan anak nya.
"Lea ndak nakal, pak." Ujar Lea, dia sudah berkaca - kaca.
Bahkan tangan nya sudah reflek menutup telinganya, dia takut di sentil. Ruslan terkejut melihat anak nya begitu takut padanya, padahal dia hanya berdiri dengan wajah menahan emosi tapi Lea sudah ketakutan. Akhir nya ayah Lea duduk di depan Lea, dan air mata Lea sudah menetes lebih dulu.
"Iyo bapak tau, bapak ndak mau marahin kamu. Wes cep meneng, ojo nangis." Ujar ayah Lea, Lea pun menghapus air matanya.
"Kamu mau sekolah?" Tanya ayah Lea, dan Lea mengangguk.
"Kalo kamu mau sekolah, kamu ikut bapak." Ujar ayah Lea, mendengar itu.. Lea langsung mewek.
"Ndak mauu.." Ucap Lea, dia menangis.
"Meneng!" Ujar ayah nya.
Lea langsung menutup mulut nya rapat - rapat tapi air matanya mengalir deras dengan suara tangis tertahan, baru beberapa hari lalu dia hendak di antar oleh lek Bowo nya dan hari ini ayah nya datang mau membawa nya.
"Uti sudah tua, sudah ndak bisa kerja. Bapak juga jauh, kalo kamu mau sekolah yo harus ikut bapak ke rumah mak tua." Ujar ayah Lea, Lea menggeleng.
"Koe ndak nurut sama bapak?" Ujar ayah Lea.
"Pelan - pelan toh Rus ngomong nya, bocah masih kecil ndak ngerti apa - apa Rus." Ujar utinya Lea.
Lea bangun dan memeluk pinggang utinya, suara tangis nya memang tidak ada, tapi tubuh nya bergetar dan air matanya deras.
"Baru tadi dia ketawa - ketawa iso beli jajan, wis nangis lagi. Nduk.. Nduk.. Nek utimu sugih (kaya) kamu ndak akan menderita." Ujar utinya Lea, ikut menangis memeluk Lea.
"Bujuk dia bu, aku pamit pulang dulu." Ujar ayah Lea lalu pergi.
"Wes nduk, cep.." Ujar utinya Lea.
"Maem lagi jajan nya." Ujar utinya tapi Lea menggeleng.
Sore harinya..
Lea sedang buang air besar di pinggiran sungai kecil di dekat rumah nya, rumah nya memang tidak memiliki toilet pribadi, kebanyakan penduduk pun begitu. Mereka masih buang air besar di kali kecil dekat rumah mereka..
Lea sedang jongkok diam tapi dia merasa aneh, aneh sebab dia merasa ada yang memperhatikan nya. Tapi Lea menoleh kesana kemari tidak ada siapapun, hanya dia mendengar suara ramai seperti di pasar. Keanehan yang sampai sekarang Lea belum tau mengapa.
Ramainya seperti di pasar, tapi mereka menggunakan bahasa yang tidak Lea mengerti. Begitu riuh sampai Lea hanya bisa diam sambil menoleh kesana kemari.
"Nduk."
Lea terkejut saat tiba - tiba ada nenek - nenek tua yang juga sedang jongkok tak jauh darinya, tapi Lea yakin sebelumnya tidak ada siapapun di sana, dan Lea tidak mengenal nenek itu.
"Dalem." Sahut Lea.
"Ojo sue - sue (jangan lama-lama) sudah mau maghrib, balik nduk." ujar nya.
Karena takut, Lea akhir nya mengangguk dan pergi dari sana, tapi saat Lea sudah lumayan jauh, dia menoleh lagi ke arah tadi, dan nenek - nenek itu hilang.
"Ilang.." Gumam Lea.
BERSAMBUNG..
Tinggal sama demit mungkin lebih baik😅, daripada sana sini gak diterima
Lalu kendalikan tuh para setan, buat nakut2 para orangtua yang tak bertanggungjawab....
atau jadi dukun sekalian ....
balikkan keadaan ,jadikan dirimu wanita sukses.
Lea sdh berkembang lagi
miris nasibnya Lea ,
jgn2 nenek2 itu yg mengawali terbuka nya mata batin Lea