Bagaimana jadinya jika seorang muslimah bertemu dengan mafia yang memiliki banyak sisi gelap?
Ketika dua hati berbeda warna dan bertemu, maka akan terjadi bentrokan. Sama seperti iman suci wanita muslimah asal Indonesia dengan keburukan hati dari monster mafia asal Las Vegas. Pertemuannya dengan Nisa membawa ancaman ke dunia gelap Dom Torricelli.
Apakah warna putih bisa menutupi noda hitam? Atau noda hitam lah yang akan mengotori warna putih tersebut? Begitulah keadaan Nisa saat dia harus menjadi sandera Dom Torricelli atas kesaksiannya yang tidak sengaja melihat pembunuhan yang para monster mafia itu lakukan.
°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°
Mohon Dukungannya ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Four, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LiBaW — BAB 19
MAFIA MASUK ISLAM
Di saat para pelayan baru saja datang dan bekerja seperti biasa. Nisa sudah terbangun lebih awal, tentu saja dia melaksanakan sholat, itu sebabnya dia yang lebih awal bangun.
Wanita itu mencoba pergi ke arah dapur, untuk minuman, tapi bukan minuman alkohol seperti Dom.
“Selamat pagi Nyonya! Anda membutuhkan sesuatu?” tanya pelayan yang kebetulan ada di dapur.
Di mansion Dom. Dia benar-benar dihormati seperti seorang majikan. Ya, mungkin a
Karena mereka menganggap bahwa dia sudah menjadi istri bos mereka. Kini Nisa tak memperdulikan nya lagi dan memperhatikan dapur di sana.
Melihat keberadaan Nisa di sana, Ellie yang tadinya sibuk mengurus para pelayan, kini wanita itu segera menghampiri Nisa dengan tatapan tegas seperti biasa. “Ada apa Nyonya? Anda butuh sesuatu?”
Seketika Nisa menoleh menatapnya. “Ada beberapa yang aku butuhkan di sini. Tapi bosmu tidak memberikannya.” Jawab Nisa jujur hingga wanita itu tersenyum pasrah dan kembali menatap ke Ellie.
“Aku hanya ingin minuman!” Lanjutnya yang langsung diambilkan oleh pelayan di sana.
Mendengar ucapan Nisa, Ellie hanya diam.
“Jika Anda mau, saya memiliki beberapa kain yang bisa Anda pakai untuk hijab, tapi saya tidak yakin.” Jelas Ellie diam-diam sehingga Nisa nampak senang dan menerimanya.
Di saat kedua wanita tadi pergi ke mess yang sudah disediakan di sana, bersamaan dengan itu, mobil Dom datang. Entah pria itu dari mana? Yang pasti, Dom baru saja menyelesaikan pekerjaan malam nya seperti biasa.
Jika Christian dan Jesse sibuk bekerja di kantor perusahaan. Maka Dom mengurus dibagian dunia gelap, karena dia lebih ahli dan lebih suka di sana daripada harus duduk di kursi sepanjang hari.
“Di mana dia?” tanya Dom yang baru saja turun dari mobil dan berjalan menghampiri Mike yang berdiri di dekat pintu masuk.
“Ada di tempat para pelayan, Tuan.” Jawab Mike yang masih sopan dan penuh hormat.
Dom menoleh ke arah mess para pelayan yang ada di sisi lain rumahnya. Tentu saja pria itu berjalan ke arah sana. Pria yang kali ini mengenakan kaos hitam dan celana hitam juga arloji warna silver di pergelangan tangan kirinya, juga rambut yang tersisir rapi, menandakan bahwa Dom sudah menyegarkan diri di tempat lain.
Beberapa pelayan yang masih di sana, seketika memberi hormat dan menyapanya, namun Dom tak menggubris semua itu dan terus berjalan angkuh hingga ke kamar Ellie.
“Sedang apa kau di sini?”
Suara itu seketika membuat Ellie dan Nisa hampir terkejut khususnya untuk Ellie yang nampak tegang ketakutan. Sementara Dom melihat beberapa kain yang baru saja Ellie tunjukkan kepada Nisa.
Pria tampan bermata silver itu berkerut alis berjalan masuk menghampiri Nisa yang masih duduk di tepi ranjang dan Ellie berdiri menunduk.
“Pergilah.” Pinta Dom kepada Ellie yang langsung didengar oleh wanita berusia 70-an tadi.
“Karena membantumu, bisa saja aku membunuhnya saat ini juga. Jika saja dia pelayan biasa, maka aku sudah melakukan nya.” Ucap Dom menatap tegas ke Nisa yang masih diam dan enggan menatap nya.
Sementara Dom memperhatikan wanita di depannya saat ini. Dengan pakaian piyama tidur juga hijab putih menutupi rambut panjangnya yang indah.
“Kau hanya tahu membunuh dan mencari keuntungan. Aku akan mulai terbiasa dengan itu semua dan berhati-hati.” Balas Nisa meraih kain-kain tadi lalu beranjak pergi melewati Dom begitu saja.
Tentu, pria itu tidak mencegahnya dan hanya menatap lurus nan tajam seperti biasa.
Saat Nisa masuk ke rumah mewah Dom hendak menuju ke kamar. Wanita itu dikejutkan oleh kehadiran seorang pria tua dengan brewok lebar dan rapi berwarna putih juga peci putih yang selalu menjadi ciri khas bagi seorang pria Muslim.
“Assalamualaikum!”
“Wa-waalaikumsalam!” balas Nisa tersenyum tipis namun terkesan ramah. Tentu, dia bertemu dengan saudara seiman nya yang mungkin bisa membantunya dari bahaya, namun mengingat bahaya, dia tak ingin membahayakan pria tua tadi seperti pendeta waktu itu.
“Kita bisa melakukannya sekarang? Anak buahku dan pelayan ku yang akan menjadi saksi. Juga Allah!” ucap Dom sekilas menoleh ke Nisa yang nampak terkejut mendengar semua itu.
-’Ya Allah! Apa yang pria itu rencanakan kali ini? Dia mengajak seorang penghulu dari pihak muslim.‘ Batin Nisa yang mulai berfirasat buruk.
Pria muslim itu tersenyum ramah menatap Dom. “Tentu! Jika Anda sudah bersedia seperti yang Anda inginkan tadi.” Jelas pria tua tadi kepada Dom yang membuat Nisa penuh tanya.
Dom berjalan menghampiri sang pria muslim tadi dan duduk bersama di sofa empuk warna cokelat krem yang berada di ruangan perapian.
“Ikuti perkataan saya! Asyhadu an la,”
“Asyahdu an la, ”
“Ilaha illallah,”
“Ilaha illallah,”
“Wahdahu la syarikalah,”
“Wahdahu la syarikalah,”
“Wa asyhadu anna,”
“Wa asyhadu anna,”
“Muhammadan abduhu,”
“Muhammadan abduhu,”
“Wa rasuluh!”
“Wa rasuluh.”
Deg!
Mendengar itu dan melihatnya langsung, seketika Nisa benar-benar terkejut dan tak habis pikir akan sikap Dom.
Wanita itu menatap dengan tak percaya, antara kesal dan sedih. Sampai benar-benar pria itu menyelesaikan syahadat nya dan membuat dirinya benar-benar masuk Islam.
“Kemarilah Nyonya, kita bisa menyelesaikan pernikahan kalian!” ucap lembut pria berpeci putih tadi yang mana, Nisa tak bisa menolaknya dan Dom tahu itu.
Dengan terpaksa wanita itu duduk di samping Dom, tanpa tersenyum tak terkecuali saat dia melihat ke arah pria tua di depannya tadi.
Kali ini mereka benar-benar melakukan ijab kabul sesuai syariat Islam dan Nisa tidak bisa lagi menghindarinya dan hanya bisa memejamkan mata pasrah. Sedang Dom menatap tajam mendengarkan setiap ucapan pria di depannya yang saat ini.
“Qabiltu nikâḫahâ wa tazwîjahâ 'alàl mahril madzkûr wa radhiitu bih wa Allâhu waliyyut tauqif (Saya terima nikah dan kawinnya dengan mahar yang telah disebutkan, dan saya rela dengan itu, dan semoga Allah memberikan taufik).” Dengan lancar, Dom melafalkan ijab kabul dalam bahasa Arab, sampai-sampai Nisa terheran-heran akan kerja otak dari seorang Dom Toricelli itu.
Dalam setengah hari saja, bahkan tidak sampai setengah hari, pria itu sudah menghafal ijab kabul tersebut.
Tak ada lagi suara yang terdengar dari Nisa selain hening dan diam dengan kepala tertunduk.
Pria itu benar-benar menyelesaikan semuanya. Bahkan dia juga membawakan wali hakim untuk Nisa. Sungguh, persiapan yang matang.
Kini mereka sudah resmi menjadi sepasang suami-istri. Tidak ada alasan lagi bagi Nisa untuk menghindari Dom Toricelli yang kini menatapnya tajam dan tersenyum licik, Nisa dapat melihatnya dengan teliti meski itu senyuman kecil.
.
.
.
“Apa sebenarnya rencana mu huh? Kau mempermainkan agama dan pernikahan, apa kau gila? Kau tidak takut dosa?” cerca Nisa yang kini benar-benar tidak bisa lagi menahan amarahnya.
“Dosa sudah menjadi seperti makanan ku, kau sendiri yang menawarkan pernikahan, maka aku kabulkan. Kau tidak mau menjadi wanitaku seperti yang Gerard lakukan sebelumnya kepadamu bukan. Dan aku mempermudah semuanya!” jelas Dom yang masih terdengar santai namun suaranya yang berat dan sedikit serak itu membuat Nisa semakin geram.
Pria itu mendekatinya hingga jarak mereka hampir tak terlihat. “Setidaknya itu tidak membuatmu dosa saat aku menyentuhmu. Bukan begitu?!” lanjut Dom terdengar suara sensualnya hingga tangan kirinya bergerak menarik hijab Nisa sampai terbuka, lalu melepas ikat rambutnya hingga tergerai indah lah rambut hitam nan panjang tersebut.
“Aku suka melihat rambut indah mu!” ucap Dom menyeringai devil lalu berbalik pergi membawa hijab putih tadi bersamanya.