NovelToon NovelToon
Miranda Anak Yang Disisihkan

Miranda Anak Yang Disisihkan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Murni / Cintapertama
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: santi damayanti

bagaimana jadinya kalau anak bungsu disisihkan demi anak angkat..itulah yang di alami Miranda..ketiga kaka kandungnya membencinya
ayahnya acuh pada dirinya
ibu tirinya selalu baik hanya di depan orang banyak
semua kasih sayang tumpah pada Lena seorang anak angkat yang diadopsi karena ayah Miranda menabrak dirinya.
bagaimana Miranda menjalani hidupnya?
simak aja guys
karya ke empat saya..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

beli baju dan berlian

Miranda sudah bolak-balik keluar-masuk kamar ganti sampai rambutnya kusut sendiri.

“Kak Mila, sebenarnya mau beli berapa sih? Kayaknya nggak ada yang cocok di aku,” ujar Miranda sambil keluar lagi dengan napas ngos-ngosan.

“Semua cocok, Nyonya. Tubuh Anda itu cocok untuk semua baju,” sahut Mili mantap.

“Benar. Tiap potongan jatuhnya bagus di badan Anda,” tambah Rina, sang penata gaya.

Miranda mendengus kecil. “Kalau cocok, kenapa aku harus mencoba semuanya?”

“Karena semuanya akan Anda pakai, Nyonya,” jawab Mila tenang seolah-olah itu hal paling wajar di dunia.

“Apa?” Miranda melongo. “Satu baju saja harganya puluhan juta. Aku sudah coba… apa ya… puluhan baju. Aku mau buka butik, ya?” gumamnya polos.

“Jangankan butik, Nyonya. Pabriknya juga bisa Anda beli. Yang penting, Anda bisa memuaskan Tuan Rian,” ujar Mila datar.

Miranda langsung membeku.

Astaga… aku berasa wanita panggilan kelas VVIP, batinnya merana.

“Sekarang coba sepatunya, Nyonya,” instruksi Mila berbunyi tegas.

Miranda berdiri dan mengambil sepasang sepatu hak tinggi yang menurutnya bentuknya “aneh tapi cantik”.

Dulu ia ingin sekali memakai sepatu seperti itu, tapi hanya bisa melihat dari jauh saat Miranti, Lusi, dan Lena memakainya.

Sedangkan dia? Sepatu sekolah saja patungan Pak Agus dan Bi Mirna.

Dengan perjuangan penuh drama, Miranda berhasil memasukkan kakinya ke sepatu itu. Ia mencoba berdiri—dan tubuhnya langsung oleng.

Reza yang sejak tadi mengawasi mendadak panik dan meraih pinggang Miranda sebelum ia jatuh.

“Hati-hati, Nyonya,” katanya tegang.

Miranda meringis. “Kayaknya… keselo, Pak…”

“Kalian ini kenapa lalai?” omel Reza pada Mila dan Mili yang langsung berlarian menghampiri.

Miranda duduk di kursi. Reza berjongkok dan memegang kaki Miranda.

“Maaf ya, Nyonya. Ini mungkin sedikit sakit.”

“Krek.”

Suara sendi Miranda terdengar jelas.

“Arrghhh…” Miranda menggigit bibir kuat-kuat agar tidak berteriak.

Reza menarik napas lega. “Sudah.”

Miranda mengembuskan napas panjang. “Wah, hebat banget, Pak Reza. Selain kaya, bisa mijat juga.”

Seluruh ruangan sontak tertawa, lega karena Miranda tidak marah meski mereka yang membuatnya cedera kecil.

Yang tidak mereka sadari, sejak tadi ada seseorang bersembunyi di balik rak sepatu, merekam seluruh kejadian itu diam-diam.

Setelah insiden sepatu tadi, Miranda akhirnya hanya duduk manis. Sepatu-sepatu mahal—dengan model yang bahkan belum pernah ia lihat sebelumnya—diambilkan satu per satu. Para penata gaya sibuk mendandaninya seperti boneka etalase yang bisa diputar ke kanan dan kiri.

“Nyonya, sekarang jadwal Anda mencoba perhiasan,” ujar Reza.

Miranda menghela napas panjang. Ternyata capek juga jadi orang kaya, gumamnya dalam hati.

“Baiklah,” sahutnya pasrah.

Ia masih takut berjalan, jadi Reza membantu menuntunnya. Sementara itu, Mila dan Mili sibuk menelepon ke beberapa salon untuk mem-booking perawatan premium agar wajah Miranda “dimaksimalkan”.

Reza membawa Miranda ke sebuah butik perhiasan mewah yang interiornya saja sudah cukup membuat Miranda merasa miskin kembali.

“Pak, jangan ke sana. Yang di sana pasti mahal,” ucap Miranda gelisah.

“Tenang saja. Itu salah satu usaha Tuan Rian. Anda tinggal pilih sesuai selera. Tidak perlu memikirkan uang,” balas Reza.

Ia menambahkan dengan sedikit canggung, “Dan satu lagi… panggil saja saya Reza, Nyonya.”

Miranda langsung menggeleng kuat-kuat. “Tidak mau. Nggak sopan manggil nama orang yang lebih tua. Nanti kualat.”

Reza menahan tawa. “Kalau begitu jangan ‘Bapak’ juga, dong. Nanti saya dimarahi Tuan Rian. Katanya saya belum setua itu.”

Miranda berpikir sejenak. “Kalau begitu… gimana kalau ‘Om’ saja?”

Reza tersenyum lega. “Ya, itu lebih baik, Nyonya.”

Miranda mengangguk mantap. “Baik, Om Reza.”

Reza menatap langit-langit sebentar.

Ya Tuhan… aku resmi jadi om-om sekarang, batinnya pasrah.

Miranda melongo begitu pintu butik perhiasan itu terbuka. Lampu-lampu kristal memantul di permukaan etalase kaca, membuat semua berlian berkilau seperti bintang jatuh. Ia berdiri kaku, tak berani melangkah.

“Silakan pilih, Nyonya,” ujar pegawai butik dengan senyum ramah.

Miranda mendekat perlahan. Sebuah kalung berlian ia sentuh ujungnya—dan tubuhnya langsung tegang saat melihat label harga.

“Om… ini… nolnya kebanyakan, ya?” bisiknya ke Reza.

“Itu standar di sini, Nyonya,” jawab Reza tenang.

Miranda terdiam. Astaga… satu kalung harganya bisa beli kampung aku.

Pikirannya melayang ke masa lalu, saat ia hanya bisa melihat Miranti, Lusi, dan Lena sibuk memilih perhiasan mahal, sementara ia kebagian tugas membawa kantong belanjaan sampai tangannya pegal.

Sekarang? Ia duduk di kursi beludru, tangannya dipakaikan gelang emas oleh pegawai butik.

Miranda hampir menangis.

“Om Reza… aku takut napas aku mutusin berlian ini,” ucapnya lirih.

Reza hanya menahan tawa melihat kelakuan Miranda. Dalam hati ia bergumam, Kalau wanita lain, mereka pasti sudah minta tambahan tiga tas, dua sepatu, sama diskon hidup. Mudah-mudahan si polos ini benar-benar berjodoh dengan Tuan Rian.

“Miranda, kamu itu tidak pantas pakai kalung seperti itu,” ucap suara yang sangat ia kenal.

Miranda menoleh. Amar, Amir, dan Lena berdiri tak jauh di belakangnya. Seketika tubuh Miranda bergetar, refleks ia bersembunyi di balik tubuh Reza yang gempal.

“Serahkan kalung itu ke Lena,” perintah Amar.

“A–aku tidak mau. Ini juga bukan milikku,” jawab Miranda. Suaranya bergetar, tapi tekadnya bulat. Kalian sudah jual aku. Untuk apa aku patuh lagi? batinnya.

“Alah, aku dengar kalung itu mau dikasih om itu ke kamu. Jadi serahkan saja ke Lena,” kata Amir ketus.

Reza tersenyum sinis. Ia melangkah sedikit maju, memandangi Lena dari ujung kaki sampai ujung rambut.

“Hei, Nona Manis,” ucap Reza dengan nada genit. “Sudah kubilang kamu akan menyesal nolak aku. Lihat Miranda sekarang, bahagia bukan main.”

Lena mendengus.

Reza mencondongkan tubuh, menirukan gaya om-om buaya darat. “Gini saja. Kalung ini aku kasih ke kamu… asal kamu mau jadi wanitaku.”

Miranda hampir tersedak menahan tawa. Reza menoleh ke arahnya dan mengedipkan mata. Miranda membalas dengan anggukan kecil—kode bahwa ia siap ikut berakting.

“Jangan kurang ajar, ya! Kamu sudah ambil Miranda, jangan macam-macam sama adik kesayanganku!” hardik Amar sambil berdiri di depan Reza, menghalangi pandangannya ke Lena.

Reza mendengus. “Cih… dasar anak-anak bodoh. Adik kamu itu sok cantik, nolak aku, tapi ngiler kalau lihat barang yang aku punya. Memang tidak tahu diri.”

“Manda, cepat bujuk sugar daddy kamu biar Lena juga dibeliin kalung kayak kamu,” bisik Amar geram. Ia melihat wajah Lena yang merengut manja. Amar dan Amir bahkan langsung kabur dari balapan liar begitu Lena menelepon dan mengadu bahwa Miranda “menyakitinya”.

Miranda menelan ludah, tapi keberaniannya sudah terlanjur muncul. “Aku sudah bukan milik keluarga kalian. Kalian kan sudah menjual aku. Aku ikut Pak Reza sekarang… jadi aku tidak mau nurutin kalian lagi,” ucap Miranda. Suaranya masih bergetar, tetapi untuk pertama kalinya ia berdiri melawan.

Reza tersenyum puas. “Kalian membuat Miranda ketakutan,” ujarnya dingin. “Pergi sekarang… atau anak buahku akan mematahkan leher kalian satu per satu.”

Amar dan Amir spontan melirik kanan–kiri, mencari apakah ancaman itu nyata. Lena bersembunyi di belakang mereka, wajahnya memucat.

Reza menatap mereka sambil mengibas jas. “Ayo, anak-anak sok jagoan. Jalan sana. Kalian lagi di wilayah saya.”

1
partini
super wow mamer 👍👍👍
Kakak ga punya akhlak
Lili Inggrid
lanjut
Ara putri
masih nyimak,
partini
mamer badass,,ajari mantumu biar Badas juga aihhh TK kira sisi lain nya bakal like queen mafia ehhh masih melempem
partini
Rian emang bego
partini
hemmm
Ara putri
udh sedih diawal. tiba bab ini malah gk jadi sedih
Ara putri
aku nangis bacanya tor
partini
love it
partini
pak CEO kalau artis dewasa tuh mereka ada sex scan itu real gaimana mau virgin dihhh ledhoooooooooo Weh weh
partini
sehhh artis lendir man dan Rian bilang itu wajar 🙄🙄🙄🙄 betul" something wrong with his mine CEO mau lobang bekas hee Rian adanya mah beli yg masih segel lah ,,Miranda tunjukan taringmu like queen mafia
partini
🙄🙄🙄🙄 lah siapa kamu bilang tidak sah dasar OON
partini
lah kamu aja ga perduli
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
partini
mama Karin ternyata temennya mama nya Miranda wah 👍👍👍👍
mma Karin be smart dong selangkah di depan dari anak CEO 1/2ons yg masih cinta masalalu nya
partini
biar aja dia nunggu dia kan CEO 1/2 ons 😂😂😂,kalau dia smart bisa cari tau dia di sana ngapain aja tapi itu tidak mungkin
partini
tenyata Miranda polos tapi mematikan 👍👍👍👍👍 very good
partini
za ga takut apa ketahuan bilang bos bloOn tapi betul yg kamu bilang ga ada CEO Smart soal masa lalu BLOON semuheeee best kamu za 👍👍👍👍
partini
wah good job pak Reza nanti minta bonus yah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!