Haii…
Jadi gini ya, gue tuh gay. Dari lahir. Udah bawaan orok, gitu lho. Tapi tenang, ini bukan drama sinetron yang harus disembuhin segala macem.
Soalnya menurut Mama gue—yang jujur aja lebih shining daripada lampu LED 12 watt—gue ini normal. Yup, normal kaya orang lainnya. Katanya, jadi gay itu bukan penyakit, bukan kutukan, bukan pula karma gara-gara lupa buang sampah pada tempatnya.
Mama bilang, gue itu istimewa. Bukan aneh. Bukan error sistem. Tapi emang beda aja. Beda yang bukan buat dihakimi, tapi buat dirayain.
So… yaudah. Inilah gue. Yang suka cowok. Yang suka ketawa ngakak pas nonton stand-up. Yang kadang galau, tapi juga bisa sayang sepenuh hati. Gue emang beda, tapi bukan salah.
Karena beda itu bukan dosa. Beda itu warna. Dan gue? Gue pelangi di langit hidup gue sendiri.
Kalau lo ngerasa kayak gue juga, peluk jauh dari gue. Lo gak sendirian. Dan yang pasti, lo gak salah.
Lo cuma... istimewa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zoe.vyhxx, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kemalangan darel
Pagi buta itu entah apa yang membuat adip bangun lebih pagi dari biasanya.
Ia segera turun kelantai bawah untuk melihat sekeliling.
“ hooaaaahhh!!!” Adip menguap dengan sangat lega.
Sambil sesekali meliukkan badan yang terasa lebih kaku dari biasanya. Siapa sangka badan segede itu tertindih oleh anak kecil seperti kian dan badan yang tak kalah besar semacam rohit. Rasanya seperti tidak ada darah yang mengalir dengan baik. Semuanya tersendat.
Ia tatapi rumah sekitar yang masih tertutup rapat dengan embun yang masih melekat.
“ tumben lo udah bangun. “ sapa adip yang melihat abel menenteng tas plastik berisi kotoran.
“ gak bisa tidur. Habis nonton drama. “ kata abel singkat.
“ lo kemaren kemana?” Tanya adip mendekat ke pagar rumah tetangga.
Abel duduk di teras dekat pagar . “ ke bioskop”
Adip tahu abel sedang lari larian bersembunyi dibalik sibuknya.
“ besok kan kita agendanya kemping kecil kecilan di rumah kian. Jangan sampai lo bikin alasan gak masuk akal lagi. “ kata adip sambil menatap pepohonan yang masih tenang tanpa terpaan angin.
“ kenapa lo bantuin gue?” Tanya abel lirih.
“ jangan ngaco.. gue cuma gak kepengen temen gue bingung . “ kata adip menjeda kalimatnya. “ bingung bedain mana temen masa kecilnya sama mana maling gegara cinta buta. “ lanjutnya sambil pergi .
“ sorry dip”
Adip hanya melambai tanpa membalikkan badan ke belakang.
...Teng... tong.. teng.. tong.. teng.. tong.. ...
...dughh.. Daghh.. Prang.. tang.. tak ...gong bezzz... ...
bunyi panci di kendang dan beberapa alat dapur dipukul. Anvita segera membangunkan dua anak kebo yang entah mimpinya sampai mana. Sedangkan adip. Bahkan ia sudah ngopi didepan layar tv sambil mendengarkan berita cuaca.
Anvita duduk disamping adip sambil tersenyum lebar. “ rasanya tante kayak punya anak 3 “ katanya sambil menyeruput tes panas .
“ dan adip kakak pertamanya” sela adip sambil mengambil gorengan yang masih hangat di atas piring .
“ yang yang kedua gak tau daritadi ngapain di wc gak kelar kelar” guman anvita sambil memindah channel tv .
Rohit yang barusaja keluar sambil memegang kakinya. “ tolong. Kaki aing sakit ibunda ratu” kata rohit mendramatisir.
“ pasti kesemutan. Kurang lama kamu hit. Mendoannya hampir habis sama si adip”
Nyett!!!
“ auhh… sialan lu ki. Kaki gue beku lo injek ya ampun bocah” rintih rohit terduduk seketika memegang jemari kakinya.
“ salah sendiri ditengah jalan. “ kata kian sambil menguap dan menggaruk pantatnya gatal.
Kedamaian ini anvita rasakan setiap hari. Yang paling istimewanya adalah ketika libur panjang mereka habiskan untuk selalu bersama dengan anaknya.
Orang tua mereka pun tidak mempermasalahkan. Bahkan, ayah Rohit yang telah lama menduda sempat mencoba mendekati Anvita. Sayangnya, niat itu langsung ditolak oleh Rohit sendiri. Alasannya? Absurd, tapi jujur dari hati: "Aku gak mau Tante Anvita punya suami jelek... kayak Bapak."
Yahh.. kalau dibilang jelek banget enggak. Cuma ya item lah. Tapi tetep manis . Kata mendiang ibunya sih.
Dibandingkan dengan keluarga rohit. Keluarga adip yang merupakan anak dari pemilik bar paling legend di kota itupun sudah hafal kalau anaknya selalu 24 jam bersama kian.
Dibalik itu. Adip bahkan tidak pernah menyentuh alkohol sekalipun. Cuma perokok berat seperti ayahnya. Bahkan ibunya juga tak mempermasalahkan itu.
Dulu.. kian yang saking malangnya ingin sekali diadopsi oleh keluarga adip . Hanya karena disuatu malam setelah pembullyan kian. Adip meminta kian menjadi adik kecilnya. Hal itu ditolak oleh anvita yang masih trauma dengan masalalu keluarganya sendiri. Ia takut sendirian berpisah dengan kian. Namun sebagai gantinya, adip akan dianggap oleh anvita sebagai kakak kian dan sebaliknya.
Pertemuan mereka bukan hasil perencanaan. Tapi perlahan, mereka membentuk keluarga yang tak biasa. Rumah kecil Anvita jadi markas tetap. Rohit kemudian ikut, setelah satu pertengkaran besar dengan ayahnya soal pilihan hidupnya. Anvita membuka pintu tanpa banyak tanya. Dan sejak itu, dapur tak pernah sepi, ruang tamu selalu berantakan, dan tawa jadi latar belakang setiap pagi.
Mereka bertiga, Kian, Rohit, dan Adip bukan sekadar penghuni rumah. Mereka adalah bagian dari hidup Anvita, yang perlahan menyembuhkan luka masa lalunya lewat kehadiran mereka.
Anvita pernah berpikir ia tak akan punya keluarga yang utuh. Tapi siapa sangka, justru dari orang-orang yang tak sedarah, ia menemukan rumah yang sesungguhnya.
“ ibu kamu beneran mau pindah rumah dip sama ayah kamu?” Tanya anvita
“ iya tante. Tapi rumah disini juga gabakal dijual. Mau dipake buat adip besok kalo udah gede” katanya sambil menyeruput kopi yang tadi ia buat. dengan gaya sok dewasa ala bapak-bapak pensiunan.
“ wahh.. enak ya. Terus setelah lulus nanti kalian mau gimana ?”
Rohit baru saja ikut duduk dan menyeruput kopi adip tanpa izin “ ngikut kian aja sih kalo rohit “
“ adip juga” katanya sambil melirik rohit yang tidak berhenti meminum kopinya.
Kian yang membawa susu putih hangat ikut bergelayut di paha adip. “ abel kok gak kesini kenapa ya?” Tanya kian polos
“ nanti juga kesini. Kalo enggak ya lo samperin sana.Atau lempar pake sandal, biar cepet,” jawab Rohit sambil masih memegang gelas yang bukan hak miliknya.
Adip menggeser kepala kian diganti dengan bantal kecil . “ elu gue liat daritadi asik bener nyeruput gak kelar kelar heran”
“ dikit dip. Yaampun. Pelit banget lo”
“ kita bagi tugas yuk” anvita mengajak mereka untuk bersih bersih rumah.
Apapun dan bagaimanapun kondisi mereka. Anvita hanya ingin memberikan aura positif yang dapat mereka dapatkan . Apapun itu.
Kian sudah memegang kemoceng dan sapu . Rohit memegang pel dan pengharum ruangan. Sedangkan adip sudah mencuci dan membersihkan halaman belakang. Kini tinggal anvita yang menyiapkan sarapan dan mencuci baju.
Ia tak mau dapurnya kembali berantakan oleh ketiga anak nakal itu untuk bereksperimen lebih jauh. Sudah cukup oven bu intan yang hampir meledak itu. Bahkan intan juga mendapatkan amukan dari vita yang tak mampu menghentikan tingkah mereka.
......................
.
.
.
jeevan dengan setelan jas barunya sudah bersiap untuk pergi kekantor. Ditemani dengan layar ponsel yang menyala untuk melihat pesan pesan kian. Setelah habis sampai bawah, ia menggulir pesannya kembali dari awal,seperti itu berulang kali. Seperti membaca laporan perusahaan yang memusingkan. Namun ini beda kasus, yang ini membuat dirinya lebih bersemangat.
"Darel. Menurut kamu gimana kian?" Tanyanya tiba tiba.
Darel sejenak memikirkan jawaban yang tepat untuk seseorang yang sedang kasmaran " dia ganteng tapi cantik, imut, lucu, polos,mm.. "
Bugh.. Jeevan menendang kursi sopir belakang.
"Sa.. salah ya bang?"
"Jangan mesum. " Kata Jeevan ketus.
'perasan cuma ngasih jawaban' batin darel.
"Kalo suka kenapa ga bilang aja sih!" Kata darel sepelan mungkin.
Namun telinga Jeevan yang bahkan suara semut pun ia berusaha dengan, apalagi hanya suara darel yang bersuara didalam mobil.
Namun ia memilih diam. Sambil melihat sekeliling.
"Gimana kerja temang kamu si azel itu?" Tanya Jeevan
" Katanya bian ya oke lah bang, tapi ya cuma apa.. yahh ...lumayan katanya. Okelah kalau mau diterima. Tapi aku gak maksa bang Jeevan juga buat Nerima dia . Itu keputusan Abang aja" darel melirik Jeevan melalu kaca kecil yang selalu ia siapkan untuk berdandan. Ia bengkokkan sedikit kearah Jeevan yang senyam senyum sendiri.
"Kalau tiba tiba kian punya pacar sebelum ada yang mau confess gimana ya nanti ?" Guman darel. Yang seketika mendapat tatapan tajam dari Jeevan.
"Atau malah yang katanya tetangga yang cewek itu yang suka sama kian itu jangan jangan..." Kata darel melirik lagi untuk melihat reaksi Jeevan.
" Nanti kamu wakilin saya meeting jam 4 sore dengan bian di surabaya ya. Setelah itu awasi barang impor di pelabuhan. Sampaikan ke bian suruh antarkan laporannya segera. " Jeevan menatap tajam darel sambil tertawa sinis. Inilah kekuatan paling kejam saat Jeevan mengintimidasi lawannya.
Darell kalah telak. Tak ingin lagi mengerjai Jeevan kalau tidak ingin lembur tiga hari tiga malam berturut-turut.
"Oh iya. Bilangin ke azel jangan jemput saya. Tolong bawakan mobil satu lagi kekantor sebelum jam 5"
"Bang.. tapi kan aku ada meeting wakilin Abang. Gimana aku ambil mobilnya. " Gerutu darel
.
"Lalu untuk malamnya. Saya ada makan malam dengan mama direstoran x, tolong sampaikan ke bian untuk reservasi sebelum jam 6 ." Jeevan masih melanjutkan titahnya.
' astagaa.., mati banget mulut gue, bangkee !!" Ia merutuki nasibnya,
"Dan lagi..." Jeevan menggantungkan kalimatnya. Ia tahu kalau darel sudah deh degan menunggu kelanjutan dari penderitaannya.
"Gajimu dipotong 35% karena telat , bangun kesiangan, dan ...""
"Dan apalagi ini pria tua..' batin darell menangis.
"Kamu salah milih ambil mobil. Padahal saya mau pakai yang Mercedes-Benz AMG , kamu malah ambil yang Civic, ini belum di servis kan?"
"Yaampun lupa gue...'
Sial deh hari ini dan lima hari kedepan.
"maaf bang" tutur darel akhirnya
Niat ingin buru buru karena kesiangan, jadi darel hanya mengambil mobil asal asalan digarasi. Entah mengapa mulut nyablak nya ini susah untuk direm. hmmm..
Nasib lu deh rell!!.. Nikmatin dah.
.
.
.
...****************...