NovelToon NovelToon
The Secret Of Possessive Man

The Secret Of Possessive Man

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta
Popularitas:934
Nilai: 5
Nama Author: Citveyy

Devan Arenra Michael adalah Laki-laki berumur 21 tahun yang menyukai sahabatnya sejak tiga tahun yang lalu. Takut ditolak yang berujung hubungan persahabatan mereka hancur, ia memilih memendamnya.

Vanya Allessia Lewis, perempuan dengan sejuta pesona, yang sedang berusaha mencari seorang pacar. Setiap ada yang dekat dengannya tidak sampai satu minggu cowok itu akan menghilang.

Vanya tidak tahu saja, dibalik pencarian dirinya mencari pacar, Devan dibalik rencana itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Citveyy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 19 Menghindar

Dosen belum menyelesaikan kata terakhirnya sebelum keluar tapi Devan sudah berlari keluar. Teman kelasnya hanya menatap punggung Devan dengan khawatir karena Dosen yang mengajar mengomel mengatakan Devan tak punya sopan santun.

Sudah dua hari ia tak bertemu dengan Vanya. Kata gadis itu ia sibuk. Mereka berdua hanya bertukar kabar saja lewat chat itupun tak lama. Devan ingin video call tapi gadis itu ada saja alasannya.

Entah ada apa dengan gadis itu. Devan menemui Vanya ke kelasnya dan datang ke rumahnya tapi gadis itu masih saja belum ia temui karena ketidakhadiran Vanya. Padahal Devan tahu loh jadwal kuliah Vanya tapi gadis itu masih saja sulit di temui.

"Vanya sudah keluar ya?"

"Sudah dari tadi kak," Jawab teman kelas Vanya yang baru keluar dari kelas.

"Kelasnya sudah lama selesainya?"

"Enggak juga sih kak, tapi pas Dosennya keluar Vanya sama Anis kelihatannya buru-buru gitu keluarnya."

"Oke makasih." Devan menepuk bahu cowok itu beberapa kali setelah itu pergi dari sana.

Devan harus apa kalau seperti ini. Di hubungi hp-nya tidak aktif. Apa Devan harus tunggu Vanya sama seperti kemarin-kemarin selama 5 jam di rumahnya begitu? Devan frustasi ia mengacak-acak rambutnya karena bingung dengan sikap Vanya.

•••

Sudah dua hari Vanya mengajak Anis seperti buronan yang lari dari kejaran polisi. Sampai saat ini Anis belum tahu mengapa Vanya terus mengajaknya cepat-cepat keluar dari kelas dan selalu mengajaknya sembunyi-sembunyi. Vanya sedang punya pinjaman kah atau sedang main petuk umpet? Tidak mungkin juga jika di pikir-pikir.

"Aduh Vanya kita kok kesini lagi sih?"

Vanya menutup pintu kelas yang belum dipakai. Kemudian berjalan menuju Anis yang sudah duduk. Tempat ini menjadi tempat persembunyian Anis dan Vanya selama dua hari ini.

"Huts jangan berisik, mending kita makan aja. Nih gue bawah makanan dari rumah."

Anis menghela nafas pelan. "Kenapa gak di kantin? Kita sudah dua hari loh kayak gini terus. Emang kenapa sih lo sembunyi-sembunyi kayak gini?"

"Mmm gue gak bisa jelasin," Vanya mulai memakan makanannya. Jujur ia juga merasa bersalah karena mengajak Anis sembunyi-sembunyi seperti ini.

"Vanya ingat kan waktu pertama kali kita temanan? Lo pernah bilang loh kalau kita harus saling terbuka. Masa lo gak mau kasih tahu gue alasan lo sembunyi-sembunyi kayak gini."

"Nanti gue jelasin."

"Apa ada hubungannya sama kak Devan?"

Vanya langsung terdiam, dari keterdiamannya itu Anis jadi mengerti sekarang. Bagaimana Anis bisa mengeluarkan statement seperti itu, karena Anis sempat mendapatkan chat dari Miko kalau Devan sekarang sedang galau karena Vanya sibuk dan sudah dua hari ini mereka tidak bertemu. Dari sana Anis curiga karena ia merasa Vanya tak sibuk sama sekali karena ia tahu betul bagaimana Vanya. Selalu mengerjakan tugas tepat waktu tidak seperti dirinya yang selalu menunda-nunda.

"Enggak kok. Sudah deh mending kita makan terus tunggu matkul selanjutnya. Pulang sekolah nanti gue masih mau kerumah lo supaya lo kerjain tugas lo tepat waktu."

Ini cuman alasannya. Karena jika ia pulang lebih cepat pasti dia akan bertemu dengan Devan. Vanya masih tak siap bertemu dengan Devan karena masih memikirkan kejadian dua hari yang lalu.

•••

Lamia melihat Devan dari kejauhan di parkiran fakultas. Sudah dua jam ia duduk di taman menghadap parkiran fakultas. Lamia ingin melihat kemana perginya Devan karena akhir-akhir ini ia tak pernah lagi melihat Vanya dan Devan bersama. Apa mereka sedang bertengkar?

"Lamia lo masih mau di sini?" Tanya Renata sahabat Lamia.

"Gue masih mau di sini Ren."

Renata dan Sara hanya saling tatap. Mereka tahu betul kalau Lamia itu cinta sekali sama Devan tapi mereka pikir ini sudah berlebihan. Lamia sering mengirim makanan ke apartemen Devan walaupun sudah di tegur. Sering mengirim barang ke loker Devan dan selalu menitip makan pada sahabat Devan. Dan lebih parahanya lagi sekarang Lamia mendekati Vanya hanya demi mencari informasi tentang Devan.

"Ini bukan cinta lagi Lamia. Lo itu sudah ke tahap obsesi."

"Maksudnya?"  Lamia menatap bingung Sara.

"Lo gak bisa paksa Devan balas perasaan lo. Lo pernah bilang kan kalau dia pernah negur lo. Itu berarti secara tidak langsung dia sudah nolak lo."

"Sara kok lo ngomong gitu sih."

Lamia tentu tersinggung atas perkataan sahabatnya. Ini murni cinta. Dia mencintai Devan dan bukankah cinta harus diperjuangkan? Lamia bukan orang yang mudah menyerah. Dari kecil ia selalu berusaha mendapatkan apa yang ia inginkan dan semuanya tercapai. Jadi tak salah kalau ia ingin berjuang untuk yang satu ini.

"Lamia dengarin gue. Devan itu cintanya sama Vanya dan sampai kapanpun dia gak bisa suka sama lo. Lo itu sebenarnya tahu tapi cuma nyangkal aja Mi." Tutur Sara frustasi melihat sikap sahabtnya.

"Gue tahu kok kalau Devan suka sama Vanya. Tapi gue tahu kalau Vanya gak suka sama Devan jadi gak salah dong kalau gue berusaha dapatin Devan. Kalau gue sudah dekat sama Devan pasti Devan mulai lupain Vanya. Ini cuma soal waktu doang."

"Lo pintar Mi. Dosen aja akuin itu. Tapi kenapa masalah seperti ini lo gak bisa ngertiin ini. "

"Apa sih Sar? Gue gak mau berdebat."

"Tap----"

"Sar sudah, biarin Lamia urus masalahnya sendiri."

"Benar tuh kata Renata. Kayaknya lo belum makan deh Sar. Gue traktir mau?"

"Gak!"

Sara pergi dari sana dengan kepala yang meradang. Lamia itu gadis yang pintar sekali mengontrol emosinya. Tapi entah mengapa Sara tak suka saja jika Lamia di saat seperti ini. Sara ingin sekali melihat Lamia mengeluarkan amarahnya tapi gadis itu terlalu pintar menjaga imagenya.

•••

Devan tersenyum sumringah saat melihat Vanya dan Anis keluar dari fakultas. Ia langsung berlari menyusu Vanya memanggil-manggil nama cewek itu, tak perduli jika semua orang memandang aneh padanya.

"Vanya!"

Devan mengatur nafasnya saat sudah didepan Vanya yang hanya menatapnya dengan tatapan pongah. Tapi tatapan itu lucu menurutnya, jangan sampai ada yang melihatnya. Devan menatap sekitarnya dan ada beberapa laki-laki menatap Vanya membuat Devan langsung menatap tajam mereka.

"Mau pulang kan? Pulang sama gue yuk."

Devan sudah memegang tangan Vanya tapi Vanya segera melepasnya dengan cepat.

"Gue mau kerja tugas dirumah Anis, nanti lain kali ya."

"Loh kan kemarin sudah. Masa kerja tugas terus sih. Gantian dong Anis kerja tugas kerumah lo."

"En....enggak bisa Dev iyakan Nis," Vanya menyenggol lengan sahabatnya yang langsung mengangguk cepat.

"Iya kak."

"Kenapa?"

"Ya....karena referensinya ada di rumah Anis.  Terus rumah Anis juga nyaman, gue pengen rasain suasana baru."

"Yaudah gue antarin ya?"

"Eh gak usah, sudah ya Dev, kayaknya bokap Anis sudah ada di depan deh. Ayo Anis."

Vanya menarik Anis dan berlari pergi dari sana. Devan tentu mengikuti mereka dengan memanggil-manggil nama Vanya tapi terhentikan tepat di depan mobil berwarna hitam. Ia melihat perawakan tinggi dengan badan besar berdiri menatapnya dengan tatapan intimidasi.

"Ngapain kamu kejar-kejar mereka berdua?"

Buset gue jadi merinding lihatnya.

"Kok diam?"

Devan tersentak. Ia menelan salivanya susah payah setelah itu tersenyum takut.

"Itu om saya berniat mau ngantarin mereka tapi gak jadi karena om sudah ada."

"Oh."

Oh doang astaga.

Devan tak habis pikir dengan jalan pikiran bapak-bapak berbadan besar ini. Mana setelah mengatakan kata "oh" dia langsung pergi begtu saja memasuki mobilnya. Devan tebak Vanya dan Anis pasti takut pada bapak-bapak itu. Buktinya Anis dan Vanya sesekali mengintip-ngintip takut padanya tadi. Dasar, cuma berbekal badan besar doang tapi sok mengintimidasi.

"Dev!"

"Apa?" Tanya Devan dengan kesal pada Miko.

"Buset berani banget lo berhadapan sama Bokapnya Anis."

"Jadi dia bokapnya Anis? Buset nakutin banget anjing."

"Gue aja takut pas lihat dia dari kejauhan. Merinding gue. Kayaknya abdi negera memang gitu deh."

"Dia abdi negara? Tentara atau polisi?"

"Tentara coy, sudah jendral lagi bapaknya."

"Buset. Gak jadi gue ngikutin Vanya kerumah Anis."

Devan memilih mundur saja daripada bertemu kembali dengan Bokapnya Anis. Bisa-bisa dia bisa di mutilasi kalau begini caranya.

•••

Vanya pulang jam sebelas malam. Terlihat Mama dan Papanya duduk diruang keluarga. Pasti mereka menunggunya.  Kasihan juga, karena aksi menghindarnya dari Devan yang tak beralasan kedua orangtunya juga ikut terlibat.

"Assalamualaikum Ma,Pa."

"Waalaikumsalam."

"Devan baru pulang loh Nak."

"Ha?"

"Devan baru pulang tadi."

"Dia ngapain di sini?"

"Ya tungguin kamu. Katanya kamu kayak hindarin dia. Kasihan loh nak."

Vanya menggigit bibir bawahnya keras. Dia jadi semakin merasa bersalah sama Devan karena sikapnya yang kekanakan. Vanya juga tidak tahu tujuan dirinya menghindari Devan. Setelah aksinya malam itu dan Devan di dalam mobil besoknya entah mengapa Vanya tak ingin bertemu dengan Devan. Entahlah hati dan pikirannya tak bisa menjelaskan.

"Kalian berdua punya masalah?" Tanya Denis. Melihat anaknya yang terdiam. Denis menebak jika telah terjadi sesuatu pada Vanya karena Devan bilang tadi ia merasa tak pernah melakukan kesalahan pada Vanya.

"Enggak Pa. Vanya cuma sibuk. Vanya pengen menyelesaikan kuliah Vanya secepatnya soalnya umur Vanya kan sudah tua."

"Jangan di paksa belajarnya. Ingat pesan Papa. Papa gak masalah kalau kamu menyelesaikan kuliah kamu sampai semester 9 atau 10 sekalipun."

"Iya Papaku. Ya sudah deh, aku ke kamar dulu ya. Mau bobo."

"Eh gak makan?"

"Aku sudah makan Ma di rumah Anis."

"Yaudah aku keatas dulu ya. Selama malam Ma, Pa."

"Selamat malam juga Nak."

Mereka memandang punggung Vanya yang mulai mengecil. Perkataan Vanya tidak sebetulnya bohong. Tapi Vanya tidak mengatakan lebih jelasnya mengapa ia menghindari Devan.

"Devanya lovers akan mencari penyebabnya."

1
Istiy Ana
Perempuan tuh butuh kepastian Dev, lebih baik nyatakan ke Vanya apapun yg terjadi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!