Wira, pria pemalas yang sering membuat orang tuanya marah. Selain pemalas, Wira juga seorang pengangguran dan hobby menyaksikan film dewasa.
Suatu hari, Wira mengalami peristiwa yang membuatnya tiba-tiba berada di dunia lain dan terjebak dalam masalah tujuh wanita cantik yang menganggap mereka adalah bidadari.
Untuk memecahkan misteri keberadaannya di dunia itu, mau tidak mau Wira harus menjadi pelindung tujuh bidadari tersebut.
Berbagai masalah pun menghampiri Wira, termasuk masalah asmara terlarang antara manusia dan para bidadari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melepas Lelah
Setelah pertarungan berakhir, Nenek dan Kakek serta tujuh bidadari, masuk ke dalam rumah. Sedangkan Wira tetap berada di luar rumah untuk melepas lelah sambil berjaga.
Pemuda itu heran dengan fakta yang baru saja dia dengar pagi ini. Ternyata, di jaman yang terbilang kuno, juga ada pejabat yang korupsi. Bahkan ini lebih parah, karena pejabat tersebut meminta langsung harta kepada rakyatnya dengan cara mengintimidasi.
"Kang Wira, kenapa tidak masuk?" sebuah suara wanita terdengar cukup mengusik telinga Wira.
Pemuda itu menoleh ke arah kanan, dan dia tersenyum kepada bidadari yang baru saja melempar pertanyaannya kepada Wira. Wanita itu lantas duduk di sebelah Wira sambil menyodorkan kain. "Nih, Kang, buat membersihkan keringat."
"Terima kasih," ucap Wira dengan tangan yang bergerak, menerima kain tersebut lalu mulai membersihkan keringat dari leher, wajah hingga ke bagian tubuh lainnya.
"Kamu kenapa? Kok melihatku seperti itu? Aku tampan banget ya?" tanya Wira dengan penuh percaya diri. Saat sedang membersihkan tubuhnya, Wira menyadari mata wanita disebelahnya terus menatapnya.
Bidadari dengan nama panggilan Dewi Jingga lantas tersenyum dan mengangguk.
"Kang Wira tampan sekali. Apa lagi saat berkeringat seperti itu, Kang wira seperti bukan manusia," jawab Dewi Jingga tanpa mengalihkan pandangannya.
Tentu saja, mendengar pujian secara langsung dan terus terang seperti itu, membuat Wira terbang melayang. Meskipun ini bukan yang pertama kali, Wira mendapat pujian seperti itu.
"Hahaha ... kamu bisa aja," ucap Wira agak tersipu. "Eh aku panggil kamu pake sebutan dek aja ya? Bingung kalau ngobrol kayak gini mau nyebut kalian dengan kata apa. Dew, Wi, atau Jing. Kayak kurang pas gitu."
"Terserah Kang Wira aja," jawab Dewi Jingga pasrah. "Yang penting nyaman. Karena kita saat ini sedang bersama, setidaknya kita harus saling merasa nyaman bukan?" sambungnya. "Kang Wira belajar ilmu bela diri dimana sih? Kok bisa hebat gitu?"
Wira masih tersenyum tipis sembari menghentikan gerakan tangannya yang sudah selesai membersihkan keringat. "Aku tidak tahu," jawab Wira jujur.
Tapi sepertinya bidadari di sebelahnya kurang percaya, sampai kening bidadari itu berkerut dan menatap lekat kepada Wira.
"Masa tidak tahu?" ucap Dewi Jingga dengan rasa tidak percayanya. "Apa Kang Wira sedang hilang ingatan?"
Wira menggeleng dan membalas tatapan wanita cantik di sebelahnya. "Aku sungguh tidak tahu, Dek. Aku aja sampai saat ini masih bingung. Tapi ya, aku nikmatin aja sih. Biar bagaimanapun ilmu bela diri itu ada manfaatnya buat aku. Setidaknya aku bisa melindungi kalian."
Dewi Jingga langsung mengangguk lalu tersenyum manis. "Kalau aku sih yakin, Kang Wira itu titisan Dewa," ucapnya sambil mengedarkan pandangannya ke arah depan.
Wira terperangah."Titisan Dewa? Kenapa kamu bisa seyakin itu?" tanya Wira masih menatap wanita cantik di sebelahnya.
"Karena berdasarkan ciri ciri yang aku lihat dan aku perhatikan, aku yakin kalau Kang Wira itu sebenarnya seorang dewa," jawab Dewi Jingga sembari kembali menatap lawan bicaranya.
"Ketampanan Kang Wira hampir sama seperti Dewa. Terus di dada Kang Wira juga ada gambar sayap seperti sayap Dewa. Biasanya, Dewa yang menyamar menjadi manusia, pasti akan memiliki ciri khusus."
Kening Wira untuk beberapa saat berkerut sembari mencerna ucapan wanita yang sedang dia tatap. Tak lama setelahnya, senyum pemuda itu terkembang dengan perasaan yang ingin terbang.
Wira pun jadi salah tingkah. "Kalian ini, bisa saja kalau ngomong. Semalam Dewi Kuning juga ngomong kayak gitu. Sekarang giliran kamu yang ngomong."
Dewi Jingga lantas terkekeh. "Hehehe ... kami kan memang sempat bertanya tanya, Kang? Lagian, mana mungkin ada manusia yang mendadak muncul ditengah tengah kita, saat kita lagi di sungai. Padahal, sungainya juga tidak terlalu dalam. Jadi mana mungkin ada manusia yang muncul secara mendadak seperti itu."
"Hahaha ... ya udahlah terserah kalian," ucap Wira pasrah. Lagi pula tidak ada ruginya kalau dia disebut titisan Dewa. Yang penting dia bisa dekat dengan tujuh wanita cantik sekelas bidadari, Wira sudah bahagia. Apa lagi jika Wira bisa menikmati tubuh bidadari, pasti kebahagiaan Wira akan sangat sempurna.
"Oh iya, Kang, kalau kita nginep lagi di sini gimana? Tadi Nenek memohon sama kita karena takut orang tadi akan datang lagi bawa pasukan."
"Ya udah nggak apa-apa. Aku sih setuju aja," jawaban Wira membuat Dewi Jingga tersenyum senang. "Setelah ini, apa rencana kalian?"
"Tadi sih sudah dibahas, kita akan ke pasar, tapi kita khawatir kalau orang itu datang lagi terus buat rusuh gimana? Makanya kita bingung. kalau Kang Wira ikut ke pasar, bagaimana nanti keadaan rumah Nenek. Tapi kalau kami pergi sendirian. kami takut ada apa apa di sana."
Wira mengangguk mengerti. Untuk sejenak pemuda itu terdiam sambil berpikir, mencari jalan keluar.
"Gini aja, sebagian dari kalian mending ke pasar. Nanti aku ikut. Lalu sebagian di rumah aja. Aku akan minta Leo buat berjaga," usulnya.
Dewi Jingga nampak setuju. "Tapi Leo dimana?" tanya Dewi Jingga sembari mengedarkan ke tempat sekitar mencari sosok Singa.
"Nanti aku coba teriak cari dia," ucap Wira. "Ya udah sana kamu masuk, kasih tahu yang lain. Aku mau cari Leo dulu."
Dewi Jingga mengangguk. Dia lantas bangkit dan segera beranjak masuk ke dalam. Sedangkan Wira langsung beranjak ke area luar rumah lalu dia berteriak memanggil nama Leo.
Beberapa saat kemudian, Singa itu muncul. Dari keadaannya, sepertinya Singa itu belum lama ini habis menyantap mangsanya. Wira lantas memberi nasehat agar Singa jangan sampai memangsa manusia. Singa hanya bisa mengaum sebagai jawabannya. Wira lalu memberi tahu tujuannya memanggil Leo. Sang singa pun kembali mengaum.
####
Sementara itu di tempat lain, Warto baru saja sampai di tempat dirinya mengabdi sebagai anak buah. Pria itu tidak sabar, ingin segera memberi laporan tentang apa yang dia alami pagi ini. Dengan bukti tubuh dan wajah babak belur, Warto yakin, orang yang menjadi tuannya akan murka dan akan membalas kekalahannya yang memalukan.
"Warto, kamu sudah kembali?" tanya juragan Suloyo, yang saat itu sedang duduk diapit dua wanita muda. Juragan itu menatap heran saat melihat keadaan Warto. "Tubuh kamu kenapa? Kamu habis berkelahi?"
"Benar, Juragan," jawab Warto sambil membungkukkan dadanya dan bersimpuh di lantai.
"Berkelahi dengan siapa? Penduduk Kampung?" tanya Juragan Suloyo penuh selidik.
"Dengan pendatang yang ada di rumah Kakek Sugi, Juragan. Karena ulah pendatang itu juga, saya gagal meminta upeti pada Kakek Sugi," jawabnya jujur.
"Apa! Kenapa bisa gagal!" Juragan Suloyo terlihat murka.
"Karena pendatang itu menghalangi saya, Juragan," jawab Warto. "Tapi tadi di di sana, saya juga melihat, banyak wanita cantik, Juragan."
"Apa!" Juragan Suloyo kembali memekik. Tapi kali ini wajahnya agak berbinar. "Wanita cantik?"
"Benar, Juragan. Mereka cantik cantik sekali, seperti bukan kecantikan yang dimiliki manusia."
"Wahh! Kalau begitu siapkan pasukan, Warto. Kita tangkap wanita wanita itu."
"Baik, Juragan."
berarti masih ada enam bidadari lagi yang mesti di cairkan...hahahhaa...
dengan keahlian jemarimu itu Thor, bisalah di selipkan nama nama pembaca cowok sebagai tokohnya, pastinya kan kami pasti mengagumi karyamu ini Thor..
Moso yoo cuma tokoh Wira saja toohh...hihihiiiiii ngarep banget sih saya yaaaa...🤭🤭🤭
..hemmm
wes, tambah lagi kopinya Thor, gulanya dikiiiiitt aja...
🤭