Kata orang, hal yang paling berkesan dan takkan pernah bisa dilupakan adalah malam pertama. Tapi untuk seorang gadis bernama Jaekawa Ayu, malam pertama yang seharusnya bisa ia kenang seumur hidup justru menjadi hal yang paling ingin ia hapus dari ingatan.
Bagaimana tidak, ia melakukannya dengan lelaki yang belum pernah ia kenal sebelumnya.
Lama melupakan kejadian itu, takdir justru mempertemukan Jae dengan lelaki itu di satu tempat bernama Widya Mukti. Apakah Jae akan menagih janji itu atau justru berpura-pura tak mengenalnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23# Jaekawa Ayu si kordes dingin
"Lo tau ngga kenapa sore itu gue ada di tempat karaoke?" kini Jae memandang Arlan dengan sorot mata yang getir seolah sedang menyesali apa yang sudah terjadi. Atau sedang meratapi nasibnya yang menyedihkan.
"2 tahun, gue menjalin hubungan pacaran sama cowok, namanya Sion...gue cinta dia sampai to lol---rasanya gila aja, sampe-sampe rela jadi orang yang dia mau. Dan kemarin, semuanya selesai...karena apa, karena dia tega cekokin gue pake minuman sama obat lak nat. Hanya karena, menurut dia hal menyenangkan itu adalah hal normal."
"Setega itu dia sampe cekokin gue, cuma buat menuhin apa yang dia mau, ngga ada harganya banget gue di matanya.."
Matanya mulai berkaca-kaca, "dia jebak gue. Disaat gue kasih semua rasa secara tulus..." bibirnya bergetar tangannya mengerat di kaleng susu, "lantas apa yang gue harapkan dari orang baru? Saat orang yang udah 2 tahun menyatakan cinta sama gue setiap harinya aja, tega punya niat merusak gue? Ya, sekarang Lo pikir aja, apa masih bisa gue percaya sama laki-laki untuk sekarang? Sementara laki-laki terdekat gue aja begitu. Gue sedang kecewa."
Arlan mengangguk cukup paham sekarang, tidak akan mudah menaklukan Jae yang sedang begitu. Bukan laki-laki lain saingannya sekarang, melainkan tembok pertahanan dan rasa kecewa Jae.
"Ngga ada yang bisa aku kasih sebagai bukti. Tapi tolong kasih aku dan diri kamu sendiri kesempatan untuk merasakan kembali hangat itu. Kasih kesempatan buatku, dengan tidak menjauh dan berusaha menghindar terus....rasakan kehadiranku dan ketulusanku...untuk selanjutnya kamu bisa nilai, apakah aku sama dengan laki-laki itu..."
Jae menghela nafasnya, ia meraih kembali topi, menyugar sejenak rambutnya ke belakang dan memakai itu, ada anggukan darinya untuk Arlan, membuat lelaki itu menyunggingkan senyumnya. Jae bisa diajak kerjasama.
"Tapi gue ngga akan nyebut ini pacaran, ya bang..."
"Apa dong, penjajakan? Perkenalan? Nikah aja kalo gitu." Arlan kembali ke stelan tengilnya.
"Jae! Sorry ganggu...Bianca ngga balik-balik sampai sekarang.." Salsa kini nampak panik datang kembali ke Co-op.
Jae dan Arlan berdiri, Rani turut keluar, "kalo gitu gue cari sampai batas dusun." Jae meraih maskernya dan bergegas melangkah keluar dari Co-op 21.
"Bareng Jae! Gue cari juga..." Rani ikut berlari sambil membawa dessert di tangannya ke arah posko demi mengambil mobil.
"Gue ikut ya Ran!" Salsa menyusul Rani yang bersiap mengambil mobil. Bahkan Andara juga sudah bersiap mencari.
"Yang tunggu di posko siapa? Sil, Sesil tunggu di posko, Sal, cari bareng Dara sekitaran sini aja, jangan keluar semua..." ujar Jae. Tanggung jawabnya itu, ia sampai mengesampingkan kondisinya demi kelompok yang ia pegang.
Mereka cukup dibuat heboh, bahkan Jae sudah berusaha mengeluarkan motornya dan menyalakan stater.
"Biar aku yang cari...ini udah sore, kamu belum sama sekali balik buat istirahat, aku sedikit lebih tau Widya Mukti." Ujar Arlan meminta Jae menyingkir dari atas jok motornya.
Jovi bahkan sudah siap membantu, "di telfon bisa ngga?"
Rani menggeleng, "nomornya malah ngga aktif, ampun deh! Kemana sih ni anak! Awas aja ketemu gue lelepin ke sumur."
"Dia tau siapa disini, mungkin keasikan di rumah warga?" tanya Senja.
"Ngga ada, kak. Bian ngga kenal siapapun, maksudnya belum..." ujar Jae.
"Turun." Pinta Arlan pada Jae yang akhirnya untuk kedua kalinya ia menurut apa yang dikatakan Arlan.
"Dia ada ngomong sebelumnya pengen liat apa atau kemana selama disini?" tanya Jingga, digelengi yang lain.
Diantara kehebohan mereka, dimana Jovi, Rani dan Arlan hampir pergi mencarinya, sosok yang dicari datang dari kejauhan...
Bianca, ia berjalan gontai menenteng jas almamaternya dengan wajah sembab sambil menunduk. Ia nampak...
Beberapa kali menyeka air matanya.
"Lah, itu..." tunjuk Lula, membuat mereka mengikuti arah telunjuk Lula.
"Bianca?! Ya ampun!" ucap Sesil lirih memangkas jarak.
Jovi memutar kunci motor, mematikannya kembali begitupun dengan Arlan, Rani apalagi, ia sudah keluar dari mobil, "astaga..." mereka mengusap wajah kasar.
Bianca mendongak melihat keramaian di depan posko dengan wajah nanar dan menyedihkannya, bahkan keringat membuat wajah dan rambutnya lepek plus lusuh. Bukan Bianca banget.
"Jae..." lirihnya berlari menghambur menubruk Jae dan memeluknya, menangis.
"Jae..." isaknya.
"Bianca, damnn! Lo darimana sih ?!" sembur Rani.
"Bi...habis kata-kata gue buat ngumpatin Lo, Bian..." omel Rani benar-benar geram, saking geramnya ia hampir menerkam Bianca hingga berujung ia yang hanya bisa gemas sendiri dengan menghentak kaki sambil memukul udara.
"Lo darimana?" tanya Jae masih mencoba mencerna keadaan. Tak jua mendapatkan jawaban, Jae kembali angkat bicara dengan nada yang lebih meninggi, "bilang Lo darimana?! Kenapa ngga kasih kabar, seenggaknya ijin sama yang ada di posko kalo Lo ngga anggap gue kordes disini..."
"Sorry...." tangisnya, "Sorry Jae...maafin gue..."
"Astagaa..." Jae memijat pangkal hidungnya sebab rasa pusing yang mendera semakin nyata.
"Bi, lo tau ngga lo udah bikin orang dua rumah heboh buat nyariin Lo, mikir kesana ngga Lo?!" Rani, dengan segala emosinya...
"Lo ngga mikir Jae?! Lo ngga mikir kelompok KKN? Sekarang gue tanya!" tantangnya sudah kelewat emosi...bahkan Salsa sampai ikut menahan Rani, Mahadri terpaksa harus ikut turun tangan menenangkan adik sepupunya itu, "Ran...Ran.."
"Udah...udah malu jangan ribut di luar, please jangan sampai warga liat...kita selesaikan di posko aja." Pinta Jae.
"Jawab gue Bianca!" bentak Rani.
Jae berada di tengah-tengah mencoba menjauhkan Rani dan Bianca.
"Gue nyamperin Fahrizal." cicit Bianca tak berani melihat siapapun selain dari kebodohannya sendiri.
Rani bertepuk tangan sumbang, "an jing emang, otak Lo kosong Bi..sumpah." Umpat Rani murka yang langsung ditegur Mahadri.
"Lo ngga liat, atau Lo buta?! Jae sampe bela-belain sakit, Lo ngga liat itu Bi? Sampe ampir-ampiran tepar, demi apa gue tanya?! Demi proker KKN yang dimana Lo juga nikmatin hasilnya! Tapi Lo, sumpah Bi...kalo Lo kucing udah gue buang ke sungai."
"Kenapa ngga Lo tidur aja sekalian di tempat cowok Lo itu?! Ngga usah balik-balik lagi kesini, toh disini juga bikin susah Jae..." tunjuk Rani, Mahadri, dan Jingga menggiring mereka untuk masuk ke posko.
Arlan, Senja, Syua dan Jovi...mereka seperti melihat, cerminan diri...di tempat yang sama dan kata-kata umpatan yang hampir sama satu sama lain.
"Gue tebak cowok Lo breng sek kan?! makan tuh cowok breng sek!" kembali Rani memuntahkan omelannya.
Senja melirik Mei, "kutukan banget ngga sih?" Vio mengangguk mengiyakan, "Rani kalo ngomel-ngomel, ngabisin dua gerbong kereta."
"Ya ampun, gue kok jadi kasian sama Jae, ya...ya oke, ini tanggung jawabnya sebagai kordes. Tapi----"
Bianca mematung, ia terima saja Rani mengumpatinya sebegitu sadis, sebab itu memang salahnya. Ia masih diam duduk dengan badan yang lusuh berkeringat, sejak tadi yang ia lirihkan adalah, sorry...maaf...pada semua anggota kelompoknya terutama Jaekawa.
Rani sudah membawa koper miliknya, "Lo mau kemana?" tanya Jae diangguki yang lain.
"Gue ogah satu kasur sama dia. Gue di Co-op." jawab Rani pada Jae, "Ran.."
Sesil mencegah begitupun Salsa.
"Ngga usah, gue aja yang pergi Jae." Lirih Bianca, membuat Jae semakin kesal.
"Ini apa-apaan sih?" lirih Andara.
"Childish Lo berdua." Murka Jae, ia tidak menjerit, tidak pula memaki, namun nada dinginnya itu membuat Rani mendadak mematung di gawang pintu dan Bianca yang mulai berani speak up itu diam kembali.
"Ngga ada yang boleh keluar dari posko KKN 30. Selangkah Lo pergi dari gawang pintu---" Jae mengangkat ponsel miliknya, "gue telfon pak Sulaeman buat bawa kalian balik hari ini juga, yang itu artinya proker berhenti sampai disini aja, kelompok kita gagal KKN tahun ini, bikin malu kampus yang mungkin berakibat sama integritas UNJANA di mata Widya Mukti---Cikalong atau daerah penempatan KKN lain, gue juga ngga janji, kalo nantinya nama kita akan lolos dalam syarat KKN selanjutnya. Dan wisuda tepat waktu."
Wajah Jae itu, manis...namun jika sedang ada di mode dingin begini, tak ada yang berani angkat bicara untuk menyela, bahkan bernafas sekalipun.
Rani yang sejak tadi mengomel dan memaki pun diam, terkesan mendadak hening sekali di posko, jika dilihat dari luar.
"Kita masuk sama-sama, keluar pun harus sama-sama. Taro koper Lo Rani...Bi, mandi sana, giliran sama yang lain. Kita bahas semuanya di eval malam, karena gue mau masalah ini selesai hari ini juga."
"Sorry bang, udah ganggu dan bikin keributan...gue janji masalah ini ngga akan terulang. Makasih sekali lagi, udah mau bantu kita..."ucap Jae bicara pada Jingga dan Mahad.
Jingga mengangguk, "sama-sama, aman kan? Lo bisa handle?" kini Jae mengangguk meski rasanya---kepalanya itu seperti mau pecah. Jingga keluar setelah memastikan semuanya aman terkendali, disusul Mahad, setelah sebelumnya ia memperingatkan sang adik sepupu.
Arlan ingin melangkah menuju posko KKN 30 namun Jingga menahannya, "biarin Jae beresin masalah kelompoknya, kita orang luar. Biarkan mereka menyelesaikan semuanya sendiri, karena untuk itulah salah satu tujuan KKN. Aman kok, Jae bisa handle."
"Jae dipilih bukan tanpa sebab..." Mei turut bersuara dan masuk ke dalam rumah.
Mahad terkekeh, "Jae kalo ngamuk serem. Siap-siap Lo diterkam..."
.
.
.
.
lah ini apa🤣🤣🤣
coba pas sama jae... mendadak jadi gentleman yg soft spoken berkharisma 😅
gak melok gawe, kok arep susah... Yo wegah🤣🤣🤣🤣🤣🤣