"Kenapa aku bisa di sini? Kenapa aku tak memakai baju?"
Alicia Putri Pramudya begitu kaget ketika mengetahui dirinya dalam keadaan polos, di sampingnya ada pria yang sangat dia kenal, Hafis. Pria yang pernah menyatakan cinta kepada dirinya tetapi dia tolak.
Apa yang sebenarnya terjadi dengan Alicia Putri Pramudya?
Yuk pantengin kisahnya, jangan lupa kasih ulasan bagus dan kasih bintang 5 untuk yang suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kalau makan terus, nanti aku bisa gemuk.
Sudah empat hari Cia berada di puncak, dia melakukan banyak hal di tempat yang berudara sejuk itu. Mulai dari tidur sepuasnya, jalan-jalan ke tempat hiburan, sampai kulineran.
Cia merasa senang jika mencari makanan di daerah tersebut, dia bisa memakan makanan yang selama ini belum dia temukan.
Di sana ternyata banyak makanan yang Cia suka seperti seblak, asinan, mie dan juga kue lapis sampai aneka kacang dan roti.
"Rasanya aku ingin buat toko oleh-oleh saja di sini, semua makanannya enak," ujar Cia setelah dia memakai soto mie di sana.
Cia lalu melanjutkan kegiatannya dengan berjalan kaki, dia menikmati udara sejuk di pedesaan. Saat sedang asik berjalan, tiba-tiba saja dia dikagetkan dengan kedatangan Anjar.
"Loh, kamu ngapain di sini?" tanya Cia ketika melihat Ajar yang juga sedang berjalan sambil menghirup udara segar.
"Lagi pulang kampung, Mbak. Kebetulan lagi libur semesteran, jadi aku pulang dan jalan-jalan."
"Di mana rumah kamu?" tanya Cia.
Bukanya dia ingin bersilaturahmi ke rumah Anjar, dia merasa tidak percaya kalu Anjar merupakan warga sana. Jadi, dia sengaja menanyakan alamat pria itu di sana.
"Dekat kok dari sini, ayo kita pergi ke rumah aku. Eh? Maksudnya rumah almarhum kakek, aku belum punya rumah."
Setelah kakenya meninggal, Anjar merasa kalau dia memang harus bertanggung jawab atas usaha properti yang ditinggalkan oleh almarhum kakeknya.
Makanya dia sengaja pulang untuk melihat kegiatan yang biasa terjadi di kampung halamannya, yaitu mengelola kayu langsung dari kebunnya.
"Ya udah ayo, jangan lama-lama."
Anjar mengajak Cia menuju rumah yang tidak jauh dari sana, Cia begitu kagum karena ternyata rumah milik almarhum kakeknya Anjar terbuat dari kayu jati.
Rumahnya sangat indah sekali, ada pagar yang terbuat dari anyaman bambu hitam di depan rumah itu. Sangat estetik, Cia sangat suka.
Di depan rumah itu juga ada bangku yang terbuat dari akar pohon dan ada kursi yang terbuat dari anyaman bambu, Cia merasa begitu betah ada di sana.
"Ini rumah kakek kamu?"
"Iya," jawab Anjar sambil mengajak Cia untuk masuk.
Cia sempat tertegun saat melihat apa yang ada di kolong rumah panggung itu, ada kolam ikan di sana. Ada ikan mujair, ikan Nila dan juga ikan emas.
"Rumah ini nyaman banget ya, suasana pekarangannya juga masih asri."
Cia mengedarkan pandangannya, di dalam rumah itu semua barangnya sangat antik. Sepertinya kerajinan yang dibuat oleh tangan sendiri, Cia suka sekali.
"Hem, ini rumah impian kakek. Oiya, aku belum makan. Kamu mau makan bareng aku?"
"Aku udah makan, Jar. Aku temani kamu aja," ujar Cia.
"Oke," ujar Anjar yang membawa Cia menuju ruang makan.
Di sana ada nasi dalam bakul, ada lalapan, ikan asin, sambel terasi dan juga ikan bakar sambel cobek.
"Yakin gak mau makan? Ini enak banget loh," ujar Anjar sambil menyendok nasi dan juga ikan asin. Lalu, dia mengambil lalapan dan juga sambel terasi.
"Nggak, aku udah makan."
"Oke, sorry kalau aku makan sendiri." Anjar menyuapkan nasi dengan ikan asin dan juga lalapannya.
Cia diam sambil memerhatikan Anjar yang makan, melihat cara Anjar makan, Cia tiba-tiba saja menelan ludahnya berkali-kali. Anjar makan dengan lahap, dia menjadi ingin mencicipi apa yang Anjar makan.
"Kalau mau bilang aja, gak usah ngeliatin kaya gitu."
"Nggak kok aku---"
Ucapan Cia terhenti karena Anjar menyuapi Cia, wanita itu cemberut, tetapi dia mengunyah makanan itu dan tak lama kemudian dia tersenyum dengan lebar.
"Rasanya enak, Jar. Ini pertama kalinya aku makan ikan asin, aku mau. Sekalian sama ikan beceknya."
"Hah? Ikan becek? Ikan apa itu?" tanya Anjar.
"Itu loh, ikan bakar yang dikasih sambel cobek."
Cia menunjuk ikan bakar dalam cobek, pantas saja Cia menyebut itu ikan becek, pikirnya. Karena ikan itu memang dikuahi sambel cobek, tapi tak banyak.
"Ya ampun, boleh, Mbak. Aku sendokin, ya?"
"He'em," jawab Cia antusias.
Anjar menyendokan nasi, lalu dia mengambil ikan asin, sambel, lalapan dan juga ikan cobek. Cia terlihat tak sabar untuk segera mencicipinya, rasanya lidahnya sudah sampai berliur.
"Bagaimana rasanya?" tanya Anjar ketika Cia menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.
"Enak banget, Jar. Sumpah, aku baru tahu ada makanan seenak ini."
Cia nampak bersemangat sekali memakan makanan yang ada di piringnya, Anjar sampai menggelengkan kepalanya. Dia merasa lucu dengan tingkah Cia, bilangnya sudah makan, tapi makannya sangat lahap dan dia sampai nambah lagi.
"Ya ampun, Jar. Kalau aku terus makan enak kaya gini, aku jamin aku bakal gemuk."
Cia mengesah sambil menatap makanan yang dirasa begitu enak sekali, takut gemuk tapi sayang sekali kalau makanan seenak itu tak dia makan.
"Makana aja sih yang banyak, kalau takut gemuk nanti bisa olah raga."
"Kamu benar, nanti aku bisa olah raga." Cia nampak bersemangat kembali.
"Lagian kalau kamu gemuk juga gak apa-apa, aku tetap cinta."
"Aih! Siapa juga yang mau dicintai sama kamu?" kesal Cia karena Anjar terus saja mengungkapkan rasa cintanya.
"Terserah Mbak mau bilang apa, yang pasti aku tetap cinta. Terus, pokoknya Mbak gak boleh deket-deket lagi sama cowok selain aku, udah lulus kuliah aku bakal langsung lamar Mbak. Aku bakal nikahin Mbak," ujar Anjar.
Anjar benar-benar mencintai wanita itu, dia tak mau kehilangan Cia. Apalagi sampai mendapati ada orang yang kembali menyakiti dia. Sungguh Anjar tak mau.
"Gak mau, aku gak mau nikah sama kamu. Luka aja belum sembuh, udah ngurusin nikah aja!"
Cia semakin kesal saja mendengar apa yang dikatakan oleh Anjar, Anjar malah tertawa. Lalu dia kembali bersuara.
"Kalau mau lukanya sembuh sekarang, kita nikahnya sekarang aja. Aku bisa kok sembuhkan luka Mbak," ujar Anjar sambil menaik turunkan alisnya.
"Anjar, Ih! Kalau ngomong mulu aku pulang nih!"
"Iya, maaf. Mainnya anceman," ujar Anjar dengan bibirnya yang mengerucut.
yg penting bisa lepas dari lelaki jahat itu ..dan bongkar kejahatan dia.. Nanti suatu saat harta yg di rampas enggak selama nya milik dia..