para mahasiswa dari Institut Seni Indonesia tengah melakukan projek pembuatan filem dokumenter ke sebuah desa terpencil. Namun hal tak terduga terjadi saat salah satu dari mereka hilang di bawa mahluk ghoib.
Demi menyelamatkan teman mereka, mereka harus melintasi batas antara dunia nyata dan alam ghoib. Mereka harus menghadapi rintangan yang tidak terduga, teror yang menakutkan, dan bahaya yang mengancam jiwa. Nyawa mereka menjadi taruhan dalam misi penyelamatan ini.
Tapi, apakah mereka sanggup membawa kembali teman mereka dari cengkeraman kekuatan ghoib? Atau apakah mereka akan terjebak selamanya di alam ghoib yang menakutkan? Misi penyelamatan ini menjadi sebuah perjalanan yang penuh dengan misteri, dan bahaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 07
"Eh... Wati! Mau ke mana lu...?" Baskoro berteriak, wajahnya dikerutkan karena heran melihat Wati bergegas keluar dari kamar menuju belakang rumah. Langkahnya tergesa-gesa, handuk masih melilit pinggangnya.
Ia mencoba mengejar Wati yang berjalan cepat, namun Wati semakin menjauh. Baskoro berlari kecil, napasnya tersengal-sengal.
"Wat... Mau ke mana sih lu?! Jangan aneh-aneh deh, Wat! Ngapain lu ke sana...?" Baskoro cemas, suaranya sedikit meninggi. Ia memperhatikan jalan setapak berbatu, semak-semak di kanan kirinya menambah rasa was-was. Wajahnya tegang, matanya memicing mengamati sekeliling.
Dengan langkah cepat dan hati berdebar, Baskoro terus mengejar Wati, bibirnya komat-kamit berdoa. Kedua tangannya memegang handuk yang mulai terlepas dari pinggangnya. Tubuhnya sedikit membungkuk karena berlari.
Wati berhenti di depan gapura tua yang tampak angker. Sesajen bunga tujuh rupa dan asap kemenyan memenuhi udara. Aroma menyengat itu membuat Baskoro mengerutkan hidung. Wajah Wati terlihat serius, matanya menatap gapura dengan ekspresi yang sulit diartikan.
"Wat! Lu ngapain...?" Baskoro menegur Wati, suaranya sedikit gemetar, tangannya sedikit gemetar juga. Ia melangkah mendekat dengan hati-hati, matanya mengamati sekeliling dengan waspada.
Wati tersentak, matanya membulat karena terkejut. Ia menatap sekeliling dengan pandangan bingung, kedua tangannya mengepal erat. Wajahnya pucat.
"Kenapa aku ada di sini...?" gumamnya lirih, suaranya bergetar.
Baskoro, handuk masih melilit pinggangnya, menghampiri Wati dengan langkah hati-hati. Ia mengerutkan dahi, terlihat kesal.
"Harusnya gue yang nanya gitu! Lu main nyolong aja! Dipanggilin juga nggak nyaut!" Baskoro sedikit membentak, namun suaranya terdengar khawatir.
Wati menggelengkan kepala, matanya berkaca-kaca. "Aku juga nggak tau kenapa aku bisa ada di sini. Tadi aku lagi tidur di kamar... Kenapa aku ada di sini, ya, Kak?"
"Wah, jangan-jangan lu tidur sambil jalan, ya?"
"Udah, ayuk balik! Kita kan dilarang dekat-dekat tempat ini!" Baskoro berkata tegas, sedikit menarik tangan Wati.
Wati kembali menatap gapura. Sejenak, ia melihat bayangan seseorang melambaikan tangan. Ia mengusap matanya, bayangan itu menghilang. Wajahnya dipenuhi dengan rasa takut dan kebingungan.
"Wati! Ayok..." Baskoro berteriak, sudah berjalan beberapa langkah menjauh dari gapura, suaranya terdengar sedikit panik.
Mereka berlari meninggalkan gapura tua itu. Baskoro, dengan langkah panjang dan cepat, sudah jauh di depan. Wati, bulu kuduknya merinding, mempercepat langkahnya menyusul.
Sesampainya di rumah, Arjuna dan Queen sudah menunggu dengan tatapan curiga. Arjuna berdiri di ambang pintu, tangannya di pinggang, sementara Queen berdiri di dekat kamar mandi, wajahnya panik.
Begitu melihat Wati, Queen langsung menghampirinya.
"Lu dari mana, Wat? Gue cariin di mana-mana, kok nggak ada?"
Suaranya cemas bercampur curiga. Matanya tajam mengamati Wati dari atas sampai bawah.Pandangan Queen beralih ke Baskoro yang masih mengenakan handuk.
"Dari mana lu, Bas? Kenapa masih pakai handuk gitu?" Alisnya terangkat, menunjukkan rasa tidak percaya.
Arjuna tiba-tiba maju selangkah, tangannya terangkat seolah ingin memegang Baskoro.
"Lu habis ngapain sama Wati, Bas?! Jangan kurang ajar lu!" Suaranya meninggi.
"Eh... Ini ada apa sih?! Jangan salah paham dulu, dong! Bisa nggak...?" Baskoro berusaha menepis tangan Arjuna yang hendak menangkapnya.
"Gue tadi dari kamar mandi! Gue lihat Wati tiba-tiba jalan ke belakang. Gue panggil, dia nggak nyaut, ya gue ikutin. Eh, dia sampai ke gapura itu! Tanya aja dia kalau nggak percaya!" Ucapnya dengan suara tersengal-sengal.
Queen menepuk pundak Wati dengan lembut, suaranya dipenuhi kekhawatiran.
"Serius, Wat? Kamu ngapain sampai ke gapura itu? Walaupun kita dilarang mendekatinya di malam hari, lebih baik jangan terlalu dekat dengan tempat itu, deh."
Baghawati meringis, wajahnya dipenuhi kebingungan. "Aku juga nggak tahu, Kak. Rasanya tadi aku lagi rebahan, main ponsel di kamar. Setelah itu, aku nggak ingat apa-apa. Pas sadar, aku udah ada di depan gapura itu," jelasnya.
Baskoro menyeringai, melirik Arjuna dengan sebelah matanya. "Lu dengar sendiri, kan? Dah, gua mau balik kamar, ganti baju." Tanpa menunggu jawaban, Baskoro bergegas meninggalkan mereka yang masih berdiri di luar rumah.
Queen mengusap-usap lengan Wati, berusaha menenangkannya, lalu mengajaknya masuk ke dalam rumah. Suasana misterius masih terasa.
Arjuna menatap Wati dengan rasa penasaran. "Lu sering kayak gitu, Wat?" tanyanya, suaranya serius.
Wati menggaruk-garuk kepalanya, bingung. "Nggak, Kak. Aku juga bingung sendiri."
Queen mencoba memberikan penjelasan yang masuk akal. "Mungkin kamu ngelindur, jadi tidur sambil jalan. Bisa jadi itu penyebabnya."
Arjuna dan Wati mengangguk setuju. "Yaudah, kita siap-siap. Kita mau ke Curug Sitawing. Arin dan yang lain udah nunggu di luar. Nanti kesorean kalau nggak cepat berangkat."
BERSAMBUNG....