"Ayah bukanlah ayah kandungmu, Shakila," ucap Zayyan sendu dan mata berkaca-kaca.
Bagai petir di siang bolong, Shakila tidak percaya dengan yang diucapkan oleh laki-laki yang membesarkan dan mendidiknya selama ini.
"Ibumu di talak di malam pertama setelah ayahmu menidurinya," lanjut Zayyan yang kini tidak bisa menahan air matanya. Dia ingat bagaimana hancurnya Almahira sampai berniat bunuh diri.
Karena membutuhkan ayah kandungnya untuk menjadi wali nikah, Shakila pun mencari Arya Wirawardana. Namun, bagaimana jika posisi dirinya sudah ditempati oleh orang lain yang mengaku sebagai putri kandung satu-satunya dari keluarga Wirawardana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3. Pertemuan
Kejadian di mall kemarin membuat Shakila kepikiran tentang Silvia. Lalu, dia pun mencari tahu tentang wanita itu. Banyak sekali foto-fotonya bersama dengan Arya Wirawardana sejak masih kecil sampai dewasa.
Berbeda dengan Arya, Silvia sering sekali mengunggah foto dirinya dan update status kegiatan apa saja yang dilakukan olehnya. Wanita itu hidup penuh dengan kemewahan dan glamor. Teman-temannya juga sangat banyak dan suka sekali pesta dan liburan.
"Beda, ya, kalau orang kaya," ujar Kamila setelah melihat layar handphone di tangan Shakila.
"Maksudnya?" tanya Shakila menoleh ke arah sahabatnya.
"Mereka yang hidup menjadi orang kaya terlihat bahagia. Mau beli apa saja bisa. Beda dengan orang miskin yang tidak bisa beli apa pun yang diinginkan, karena untuk makan saja mereka harus bekerja keras," jawab Kamila terlihat sedih.
"Apa yang terlihat di permukaan tidak selamanya benar. Mungkin saja mereka yang terlihat bahagia menyimpan kesedihan. Begitu juga sebaliknya, yang terlihat miskin dan memprihatinkan hidupnya, hatinya merasakan ketenangan dan kebahagiaan," balas Shakila dan Kamila setuju dengan itu.
Kedua gadis itu pun kembali melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda karena jam istirahat. Mereka harus bisa menjalankan tugas dengan baik agar tetap bisa bertahan di kantor pusat. Jika melakukan kesalahan bisa saja dimutasi ke tempat lain.
"Shakila, antarkan berkas keuangan bulan ini ke kantor direktur!" perintah manajer keuangan, Pak Ali.
"Baik, Pak."
Dengan perasaan gugup Shakila melangkah keluar dari lift. Lantai ini merupakan ruangan kerja para petinggi kantor pusat. Dia berharap bisa bertemu dengan Arya Wirawardana.
"Pak Arya meminta Anda untuk datang ke kediamannya," ucap seorang perempuan muda dengan sopan kepada seorang laki-laki muda yang terlihat gagah dan rapi.
"Apa? Dia pikir aku ini tidak sibuk! Dilempar ke sana kemari hanya untuk membicarakan kerjasama," gerutu laki-laki itu dengan nada kesal.
"Sebaiknya kita pergi ke sana, Lingga. Kalau sampai kerjasama ini gagal, tuan besar akan marah," ucap laki-laki muda lainnya yang berparas oriental.
"Aku ini lelah, Kenzo!"
Mata Lingga itu bersirobok dengan Shakila. Dia mengerutkan kening berasa tidak asing dengan wajahnya. Begitu juga dengan sang gadis yang merasa familiar dengan laki-laki itu.
"Kamu!" Shakila dan Lingga bersamaan dan saling menunjuk satu sama lain.
"Kamu karyawan di sini?" tanya Lingga dengan ekspresi arogan.
"Kenapa memangnya?" Shakila balik bertanya dengan galak.
Pertemuan pertama, kedua, dan ketiga mereka tidaklah bagus. Selalu saja ada insiden yang membuat keduanya berujung pertengkaran.
"Kamu mengenal perempuan ini?" tanya Kenzo penasaran.
"Ya. Dia wanita monster yang aku bicarakan dulu sama kamu," jawab Lingga dan membuat Kenzo membelalakkan matanya.
"Yang benar saja?" Kenzo tidak percaya karena tubuh Shakila terbilang ramping dan kelihatan lemah.
"Mbak Shakila, apa itu berkas keuangan yang diminta oleh Pak Direktur?" tanya seorang perempuan muda yang baru saja menghampiri.
"Iya. Maaf terlambat," ucap Shakila segera berjalan menghampiri perempuan itu.
Lingga sempat memerhatikan Shakila sejenak sebelum dia melangkah pergi meninggalkan tempat itu. Diikuti oleh Kenzo yang menahan tawa.
"Kenapa? Apanya yang lucu?" tanya Lingga begitu masuk ke dalam lift.
"Tidak menyangka saja perempuan dengan tubuh begitu berhasil membanting tubuh kamu yang jauh lebih tinggi dan lebih besar darinya," jawab Kenzo tertawa kecil.
"Tunggu!" teriak Shakila ketika pintu lift akan tertutup.
Namun, Lingga yang tersenyum jahat malah sengaja tidak menahan pintu lift dan akhirnya menutup sempurna. Shakila pun tidak bisa turun dan harus menunggu.
"Dasar pria gila!" teriak Shakila kesal. "Kenapa dunia ini begitu sempit? Bisa-bisanya bertemu dengan laki-laki itu lagi."
***
Sudah dua bulan Shakila bekerja di kantor pusat perusahaan AW GRUP, tetapi belum sekalipun bertemu dengan Arya. Laki-laki paruh baya itu sering datang ke kantor agak siang dan tidak bisa sembarang orang bertemu dengannya.
"Ya Allah, kapan aku bisa bertemu dengan ayah kandung ku sendiri? Kenapa sulit sekali?" gumam Shakila sambil melamun memandang langit biru.
Kamila yang masih makan menoleh, dia sering melihat Shakila menengadah melihat langit. Perempuan itu jadi ikutan melihat ke atas.
"Kamu rindu sama ayahmu?" tanya Kamila. "Bukannya setiap hari kamu bilang selalu video call di pagi dan malam hari."
Shakila tidak memberi tahu kisah hidupnya kepada siapa pun termasuk Kamila. Dia sengaja menyembunyikan identitas dirinya untuk saat ini.
"He-he-he. Ketahuan, ya, kalau aku ini anak manja. Karena tidak terbiasa berpisah lama sama ayahku," jawab Shakila. "Dulu ketika ibu dan adikku meninggal juga aku setiap hari datang ke kuburan mereka untuk melepaskan rasa rindu. Karena aku terbiasa dengan kehadiran mereka. Makanya begitu mereka meninggal mendadak, aku sangat kehilangan sampai rasanya mau gila."
Kamila ikut sedih mendengar cerita Shakila. Walau kedua orang tuanya masih hidup, tetapi dia bisa membayangkan bagaimana seandainya salah seorang di antara mereka tiba-tiba meninggalkannya, pastilah akan terpukul.
Mata Shakila tanpa sengaja melihat Arya ke luar dari gedung menuju ke mobil yang sudah menunggu di depan pintu. Lalu, dia pun buru-buru berlari menghampiri laki-laki paruh baya itu. Namun, terlambat. Arya sudah masuk ke dalam mobil dan melaju melewati gadis itu.
Shakila kecewa karena itu merupakan kesempatan dia untuk menyapa ayahnya dan memberi tahu kalau dia adalah anak kandungnya. Dia tidak tahu kapan bisa bertemu dengannya lagi.
***
Sejak itu Shakila sengaja makan di halaman depan agar bisa melihat kapan Arya ke luar gedung kantor. Padahal mereka berada di satu tempat yang sama, tetapi sangat sulit untuk bertemu.
Siang itu Shakila berjalan di lorong hendak pergi ke toilet. Dia tidak sengaja melihat Silvia memarahi seorang karyawan wanita.
"Apa kamu tidak punya mata?" bentak Silvia sambil menoyor kepala karyawan yang hanya diam menunduk.
Silvia menarik kartu identitas yang tergantung di leher karyawan itu. Dengan senyum jahat dia pun menghubungi HRD dan menyuruhnya untuk memberhentikan karyawan itu.
"Nona Silvia, aku mohon! Maafkan aku. Aku mengaku bersalah," ucap karyawan itu memohon.
"Gaji kamu setahu saja tidak akan bisa menggantikan baju aku yang rusak karena perbuatan kamu," balas Silvia dengan angkuh.
Shakila tidak tahu apa yang sudah terjadi. Namun, dia semakin tidak suka dengan perbuatan Silvia yang suka mengintimidasi orang lain.
"Ada apa ini?"
"Papa, dia sudah berbuat buruk sama aku! Makanya aku disiplinkan dia," kata Silvia dengan manja dan bergelayut pada lengan Arya.
Mata Shakila terbelalak ketika melihat ada Arya Wirawardana berdiri beberapa meter di hadapannya. Kakinya melangkah mendekati mereka tanpa disadari.
"Ayah ...." Mulut Shakila berucap lemah.
***