Bella putri Jonathan usia 20 tahun gadis berpenampilan cupu, dibalik penampilannya itu ia gadis cantik dan cerdas namun semua itu ia sembunyikan
Alexander William Smith umur 26 tahun dijuluki king mafia berdarah dingin tidak memiliki belas kasihan dan tidak ragu ragu untuk melakukan apapun untuk mencapai tujuannya pengusaha nomor 1 didunia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anti Anti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kembali percaya diri
"Kenapa rasanya sakit berada di tengah-tengah mereka? Aku takut kebahagiaan mereka hancur hanya karena nasibku yang sial. His, his, rasanya sakit. Tuhan, aku ingin kasih sayang, aku ingin dipeluk oleh kedua orang tuaku, namun aku sulit menggapai mereka karena tembok itu begitu tinggi. His, his," tangis seseorang begitu memilukan di balik pohon yang berada di taman. Tak ada seorang pun yang menjadi sandaran. Ia hanya bisa menatap langit yang cerah yang sedang mengamati tubuh rapuhnya itu.
Bella menekuk kedua lututnya dengan kepala disembunyikan di antaranya. Kenangan demi kenangan mulai muncul di memorinya, membuat ia menangis dalam diam, memeluk lututnya erat. Hingga ia merasakan rangkulan seseorang membawa tubuhnya ke dalam pelukannya.
"Tidak ada yang bernasib sial. Kamu hanya diberi ujian agar menjadi seseorang yang kuat menghadapi segala rintangan ke depan. Tapi percayalah, ada kehidupan yang indah yang menantimu," ujar seseorang, memeluk tubuh rapuh Bella. Ia dapat merasakan tubuh itu bergetar menangis dalam diam.
Sejak tadi, ia sudah berada di situ. Hanya ketenangannya terusik ketika mendengar seseorang menangis di balik pohon. Mendengar kata yang terucap di mulut gadis itu membuat seketika tak tega. Ternyata ada yang lebih kuat dari dia.
Mendengar suara seseorang yang asing, bukan suara suaminya, kemudian Bella menatap orang itu. Seketika, tatapan mereka terkunci.
"Ehem, apa kamu bisa melepaskan istriku?" ujar seseorang. Seketika, kotak mata antara Bella dan orang itu terputus, menatap orang yang baru tiba.
"Maaf, jika mengganggu Anda, bro. Apakah benar dia istrimu?" ujar seseorang itu, melepaskan rangkulannya pada Bella, kemudian berdiri dari duduknya, diikuti Bella.
Kemana saja kamu, Ken? Baru hari ini kamu muncul. Rupanya masih ingat jalan untuk kembali," ujar Alex, menatap Ken.
"Heh, aku juga begini karena menjalankan tugas darimu. Kalau tidak, mana sudi aku?" ucap Ken, ketus.
"Jangan ketus kepadaku. Seharusnya aku marah karena untuk kedua kalinya kamu memeluk istriku. Apa kamu tidak ada perempuan lain yang mau dipeluk?" ujar Alex, sinis.
"Heh, jangan mentang kamu sudah memiliki istri, berbicara seperti itu. Aku begini juga karena tak tega. Selalu ya, setiap bertemu dengannya, ia selalu dalam keadaan seperti ini. Mana bisa aku membiarkan seorang gadis cantik menangis sendirian?"
"Gadis yang kamu bilang itu adalah istriku. Jangan coba-coba kamu mendekatinya. Sebaiknya kamu masuk untuk tenangkan mami Ara, sepertinya ia sedang bersedih. Jangan monopoli istriku, usir!" ujar Alex.
Setelah melihat kepergian Ken, Alex mendekati Bella yang masih terbengong melihat perdebatan mereka berdua tadi.
"Apa sudah puas menangis, nona? Sampai anda lupa kalau anda masih punya suami yang menjadi sandaranmu?" ujar Alex.
"Maaf," ujar Bella, menunduk, takut melihat wajah dingin Alex.
"Sampai kapan kamu terus seperti ini? Apa perkataanku selama ini hanya kamu anggap angin lalu?" ucap Alex, ia sedikit geram sama istrinya ini.
"Maaf, aku tidak akan mengulanginya lagi," ujar Bella, masih tertunduk.
"Angkat kepalamu dan tatap aku. Aku tidak suka berbicara sama seseorang yang menatap ke arah lain," ujar Alex. Seketika, pandangan mereka saling bertautan.
"Dengarkan baik-baik. Jangan jadikan masa lalu sebagai kelemahanmu. Jika kamu butuh sandaran, datanglah kepadaku. Jangan memendam semuannya sendiri. Aku bukanlah orang bodoh yang tidak tahu apa yang terjadi," ujar Alex.
"Benarkah kamu mengetahui semuanya tentangku?" ujar Bella, menatap Alex, ia ragu-ragu memastikan Alex mengetahui identitasnya yang sebenarnya atau tidak.
"Aku mengetahui sebagian masa lalumu, bagaimana orang tua angkatmu memperlakukanmu, hingga ia menjualmu pada rentenir itu. Beruntung kamu hari itu bertemu denganku. Kalau tidak, bagaimana nasibmu, hanya kamu yang tahu," ujar Alex.
"Untuk itu, aku ucapkan terima kasih, tuan. Anda sudah menolong saya. Saya juga tidak menginginkan hal itu terjadi, namun karena kelicikan ibu tiriku membawaku bertemu Anda, tuan."
"Aku sudah bilang, jangan panggil aku tuan. Apa tidak ada panggilan lain?" ujar Alex, menatap Bella yang berada di dekatnya.
"Apa salah aku? Sangat bingung. Masa panggilan saja dipermasalahkan," batin Bella.
"Jangan melamun," ujar Alex, seketika Bella tersadar, langsung tersenyum, memperlihatkan gigi putihnya.
"Lalu, aku harus manggil apa?" tanya Bella.
"Pikir aja sendiri," ujar Alex, ketus. Alex langsung mendahului Bella berjalan, hendak menghendel pintu.
"Hubby, tunggu," ucap Bella. Seketika, Alex terhenti, berbalik menatap Bella dengan tersenyum tipis.
"Ulangi sekali lagi, sweety," ujar Alex. Seketika, panggilannya itu membuat kedua pipi Bella bersemu merah seperti kepiting rebus.
"Umm, hehehehe, aku lapar, by," ujar Bella, langsung berlalu, menghendel pintu, lalu keluar, tanpa menjawab ucapan Alex. Rasanya sangat aneh dan menggelikan mendengar panggilan mereka berdua, namun dalam hati ia senang Alex dapat menerima nya dengan baik.
Di meja makan, Bella melihat keluarga yang lain hendak ingin sarapan. Sebenarnya sudah agak telat karena waktu sudah menunjukkan jam 11, namun karena kejadian pagi, baru sekarang mereka berada di ruang makan. Seketika, Bella tertunduk, merasa bersalah.
"Jangan diam saja, tunjukkan dirimu, jauhkan pikiran jelek mu itu," ujar Alex, yang melihat istrinya terdiam dari jauh, menatap keluarganya. Ia tahu istrinya itu masih canggung dan tak terbiasa dengan suasana seperti ini, jadi ia mengambil langkah mengembalikan kepercayaan diri istrinya itu.
Merasakan bisikan dan genggaman seseorang di tangannya, seketika Bella menatap Alex, melihat anggukan suaminya, kemudian ia mengikuti langkah Alex menghampiri keluarganya, ikut sarapan sama-sama.
"Nak, kemarilah, ajak mom Ana melihat kedatangan putra dan menantunya itu," ujar seseorang. Seketika, pandangan mereka tertuju pada Bella, kemudian mengalihkan kembali pada makanan mereka siap disantap.
Bella berusaha mengikuti apa yang suaminya katakan. Ia tidak boleh terlalu larut dalam masa lalu. Sekarang, keluarga suaminya adalah keluarganya, dan bagaimana pandangan mereka terhadapnya, ia akan menerima itu dengan lapang dada. Setelah duduk, Bella mulai melayani suaminya, mengisi lauk piring suaminya itu, sedikit-demi sedikit, ia mulai belajar menjalankan kewajibannya menjadi istri yang baik.
Jangan lupa like dan komen!