DIBUANG ANAKNYA, DIKEJAR-KEJAR AYAHNYA?
Bella tak menyangka akan dikhianati kekasihnya yaitu Gabriel Costa tapi justru Louis Costa, ayah dari Gabriel yang seorang mafia malah menyukai Bella.
Apakah Bella bisa keluar dari gairah Louis yang jauh lebih tua darinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ria Mariana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Bella duduk di meja bundar di sudut ruangan mencoba menikmati segelas jus jeruk yang sudah sejak tadi ada di genggamannya. Pesta pernikahannya dengan Louis memang megah, tetapi ia merasa semuanya terasa seperti mimpi. Semuanya serba mewah dan gemerlap. Namun, hatinya masih saja tak tenang.
Louis sedang bercakap-cakap dengan tamu-tamu di ujung ruangan. Sesekali ia melirik ke arah Bella dan memberikan isyarat agar Bella bersabar sedikit lagi. Namun, Bella hanya membalasnya dengan senyum tipis.
Tak lama, Bella merasa perlu menyegarkan pikiran. Ia memutuskan untuk berjalan ke taman kecil di belakang gedung pesta, menghindari keramaian sejenak. Saat berjalan, langkahnya terhenti ketika mendengar suara cekikikan dari balik tembok taman.
"Aku masih tidak percaya Louis menikahi Bella hanya karena menebus hutang keluarganya," suara seorang wanita terdengar jelas.
"Ya ampun, benar-benar kasihan. Louis terlalu baik untuk wanita biasa seperti dia. Apalagi kalau dibandingkan dengan Giselle, mantan istrinya," sahut wanita lain dengan nada penuh cemoohan.
"Giselle itu wanita yang sempurna. Keluarganya terpandang, dan dia punya segalanya. Sementara Bella? Aku bahkan belum pernah mendengar namanya sebelum ini."
Bella terdiam. Kata-kata itu seperti tusukan yang dingin langsung ke dadanya. Ia berdiri kaku di tempat, merasa tubuhnya lemas.
"Tapi yah, mungkin Louis hanya merasa kasihan saja pada Bella. Lagi pula, siapa lagi yang mau menikahi wanita dari keluarga miskin seperti dia?"
Tawa kecil itu bergema di telinganya, membuat Bella tak sanggup lagi berdiri di sana. Air matanya menggenang di sudut mata, tapi ia mencoba menahannya agar tidak jatuh. Cepat-cepat Bella berbalik dan kembali masuk ke gedung pesta, berharap tidak ada yang menyadari kesedihannya.
Saat sampai di dalam, ia melihat Louis sedang melambai padanya, memintanya untuk mendekat. Bella menarik napas dalam-dalam, menyembunyikan rasa sakitnya di balik senyum yang dipaksakan.
Louis menyambutnya dengan tatapan hangat. "Kamu ke mana tadi, sayang? Aku mencarimu."
"Oh, aku hanya butuh udara segar sebentar," jawab Bella.
"Kamu baik-baik saja? Wajahmu terlihat pucat."
Bella menggeleng, mencoba tersenyum lebih lebar.
"Aku baik-baik saja, mungkin hanya sedikit lelah."
"Ada yang mengganggu pikiranmu, Bella?"
Bella menggigit bibirnya, berusaha keras menahan air mata yang hampir tumpah. Tapi akhirnya, ia tidak bisa lagi menahan semuanya.
"Aku dengar mereka," bisiknya.
Louis mengernyitkan alisnya, jelas bingung. "Mendengar apa?"
"Mereka bilang... mereka bilang kamu hanya menikahiku untuk menebus hutang keluargaku dan aku tidak pantas untukmu, dan kamu seharusnya tetap bersama Giselle."
"Jadi itu yang kamu dengar?" tanya Louis.
"Mungkin mereka benar. Aku hanya beban bagimu, Louis. Mereka bilang aku bukan siapa-siapa..."
"Hentikan, Bella! Jangan pernah bicara seperti itu lagi!"
Bella mengangkat wajahnya, terkejut dengan nada suaranya yang serius.
"Aku menikahimu karena aku mau, bukan karena siapa pun atau apa pun yang mereka katakan dan aku sama sekali tidak peduli dengan masa lalu, atau dengan Giselle," Louis menekankan setiap kata-katanya.
"Tapi, Louis, aku..." Bella mencoba berbicara, tapi Louis menyentuh pipinya dengan lembut, menghentikan kata-katanya.
"Kamu istriku sekarang. Hanya itu yang penting. Bukan apa yang mereka pikirkan, bukan apa yang mereka katakan di belakang kita. Aku menikahimu karena aku mau dan aku yakin kamu wanita baik, jika aku tidak mau pasti aku sudah membuatmu menjadi pelayan di rumahku, tapi kustri sebaliknya kan? Aku malah menikahimu," kata Louis.
Bella terdiam, merasakan dadanya sedikit lega. Tapi bayangan kata-kata kejam itu masih menghantui pikirannya.
"Kalau ada yang merasa kamu tidak pantas, itu urusan mereka. Yang penting, aku tahu apa yang aku rasakan," lanjut Louis.
Louis melangkah menuju panggung dengan langkah mantap, meninggalkan Bella yang kebingungan. Semua mata di ruangan itu beralih pada Louis, yang kini mengambil mikrofon dari tangan MC. Bella hanya bisa menatap dari jauh, hatinya berdebar-debar, tidak mengerti apa yang akan dilakukan suaminya.
Louis menatap tamu undangan yang memenuhi ruangan dengan sorot mata dingin. Senyum yang tadi ia kenakan sepanjang malam kini hilang, berganti dengan ekspresi serius. Seluruh ruangan mendadak hening, menunggu apa yang akan dikatakannya.
"Saya ingin mengambil sedikit waktu dari malam ini. Ada hal penting yang perlu saya sampaikan."
Bella merasa cemas. Apa yang akan dikatakannya? Kenapa Louis terlihat begitu marah?
Louis menatap sekeliling, tatapannya tajam seperti sedang mencari seseorang di antara kerumunan.
"Sebagai suami dari Bella, saya tidak akan membiarkan siapa pun, sekali lagi, siapa pun, berbicara buruk tentang istri saya."
Beberapa tamu tampak saling bertukar pandang, bingung dengan arah pembicaraan Louis. Sementara itu, beberapa wanita yang tadi berbicara tentang Bella di taman tampak terkejut menyadari bahwa kata-kata mereka mungkin telah sampai ke telinga Louis.
"Jika ada di antara kalian yang merasa perlu menjelekkan Bella, atau menyebut bahwa dia menikahi saya hanya karena uang, saya minta kalian berhenti. Sekarang! Saya tidak akan segan-segan mencari tahu siapa yang menyebarkan fitnah itu dan percayalah, saya bisa memastikan mereka merasakan akibatnya."
Beberapa orang mulai terlihat gugup menyadari bahwa peringatan ini bukan sekadar basa-basi.
"Saya bisa membuat siapa pun bangkrut sampai ke akar-akarnya jika mencoba menghancurkan kebahagiaan istri saya. Jadi pikirkan baik-baik sebelum berbicara tentang keluarga saya."
Ruangan kembali hening. Semua tamu tampak terkejut dengan ketegasan Louis, bahkan beberapa dari mereka terlihat langsung menundukkan kepala, tidak berani menatapnya.
Louis menatap kerumunan sekali lagi, lalu perlahan mengalihkan pandangannya ke arah Bella yang masih berdiri di sudut. Matanya melembut ketika bertemu tatapan istrinya itu.
"Bella adalah pilihan hidup saya dan saya tidak akan membiarkan siapa pun merusaknya."
Setelah mengucapkan kalimat terakhir itu, Louis menurunkan mikrofon dan menyerahkannya kembali kepada MC. Ia melangkah turun dari panggung dan berjalan kembali ke arah Bella, yang masih terpaku di tempatnya. Seluruh ruangan terdiam, tidak ada yang berani membicarakan apa yang baru saja terjadi.
Ketika Louis sampai di samping Bella, ia mengulurkan tangannya. Bella menatap suaminya, matanya mulai berkaca-kaca.
"Kenapa kamu melakukan itu, Louis?" bisik Bella.
"Karena kamu adalah istriku, dan tidak ada yang berhak memperlakukanmu dengan tidak hormat. Aku akan selalu melindungimu, Bella."
Di sisi lain.
"Ouhh... Gabriel, aaah..."
Gabriel ada di atas Alice dan sedang melakukan malam rutinnya di sebuah kamar hotel. Gabriel masih membayangkan ketika Bella menikahi Louis. Rasanya sangat tidak ikhlas, balas dendam Bella kepadanya sangat keterlaluan.
"Sayang, ouuh terussss..." racau Alice.
Tiba-tiba Gabriel mencabutnya dan mengusap wajah kasar. "Arrggh!"
Alice memperhatikanya dengan heran padahal ia sedang berada di puncaknya.
"Papaku menikah dengan Bella! Bella, Alice! Apa kamu tidak mengerti bagaimana rasanya melihat itu?"
Alice terdiam, terkejut dengan ledakan emosi Gabriel yang tiba-tiba. Dia menggigit bibir, berusaha menahan perasaannya sendiri yang mulai terluka.
"Kamu masih belum bisa melupakannya, ya?"
"Apa yang kamu harapkan dariku?" Gabriel membentak, matanya penuh kemarahan. "Dia dulu adalah milikku, Alice! Dan sekarang dia menikahi ayahku! Ayahku, dari semua orang!"
"Kamu harus menerima itu, itu kenyataannya!" kata Alice.
"Mana bisa seperti itu? Bayangkan setiap hari aku harus bertemu dengannya dan dia menjadi ibuku."
Gabriel memakai semua pakaiannya.
"Kamu mau kemana?"
"Meminta ganti rugi Louis! Dia harus membayar semuanya," kata Gabriel.