Menjadi seorang indigo, bukanlah hal yang di inginkan oleh gadis cantik bernama Lilis Yuliani karena setiap hari ia harus bersinggungan dengan hal yang gaib dan ia tidak bisa menolaknya.
Sosok-sosok itu selalu mengikuti untuk meminta pertolongan ataupun hanya sekedar mengganggu pada Lilis sampai suatu hari ketika ia sedang berjualan bakso bertemu dengan arwah pria tampan namun menyebalkan.
Siapakah arwah itu?????
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Oktana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyakitkan
Dokter Andreas sedang di landa kekalutan karena Oma nya menghilang sejak sore. Ia sangat khawatir dengan keadaan wanita yang sudah merawatnya sejak kecil itu.
"Oma sempat bilang padaku Kalau Oma diajak jalan-jalan oleh Tante! Kemana Oma Tante?" tanya Adrian kepada tantenya.
"Tante memang ngajak Oma jalan-jalan tetapi waktu di tengah jalan Oma meminta turun katanya dia ingin menemui temannya" jawab sang tante yang bernama Silvia.
"Apa..? Tante menurunkannya begitu saja? Oma itu sudah tua seharusnya Tante mengantar ke mana Oma akan pergi" Adrian sangat kesal kepada Silvia.
"Kamu jangan mojokin Tante dong, Tante hanya menuruti kemauan Oma kamu saja" Silvia tak mau kalah dan tak mau di salahkan.
"Sudah, sudah kalian jangan bertengkar! Adrian, Om sudah menghubungi polisi untuk mencari Oma" ucap Herman kepada keponakannya itu.
"Kenapa pula harus menghubungi polisi? Biar saja nenek tua itu membusuk di jalanan" ucap Silvia dalam hatinya.
Mereka semua pun melapor kepada polisi dan polisi langsung sigap mencari di mana keberadaan sang Oma.
Oma yang dimaksud adalah Nenek Lestari. Ia adalah nenek dari dokter Adrian.
"Nyonya di mana anda menurunkan Ibu Lestari?" tanya polisi itu.
Silvia lalu mengatakan bahwa ia menurunkan sang mertua di simpang empat arah lampu merah. Ia mengatakan bahwa Nenek Lestari meminta turun di sana dan hendak menemui temannya, papar Silvia.
Polisi segera bergerak cepat menyusuri tempat yang dimaksud oleh Silvia.
Sambil menunggu kabar dari polisi, Andreas juga ikut mencari sang oma.
Adrian tak bisa membayangkan jika terjadi hal yang tidak di inginkan menimpa kepada Oma Lestari.
"Omah di mana sih, aku khawatir sekali??" gumam Adrian dengan nada penuh dengan kekhawatiran.
Di dunia ini ia hanya mempunyai Oma Lestari karena kedua orang tuanya sudah meninggal akibat kecelakaan pesawat 20 tahun yang lalu.
Ketika semua orang sedang panik mencari Nenek Lestari, Silvia adalah satu-satunya orang yang tengah dilanda kebahagiaan karena menurutnya tidak mungkin sang mertua bisa bertahan mengingat bagaimana ia menikam perut sang mertua dengan sangat dalam.
"Semoga saja nenek tua itu mati" Silvia mendoakan yang sangat buruk kepada sang mertua.
"Kenapa Mama terlihat senang sekali?" tanya Akihiro kepada sang mama.
"Oh tidak, tidak Mama hanya sedang senang karena teman Mama akan menikahkan putranya dan Mama diundang dalam pernikahan itu" Silvia beralibi.
"Mau ke mana kamu, Hiro?" sambungnya lagi.
"Aku sudah dikabari oleh Papa kalau Oma menghilang, aku akan membantu mencari Oma" balas Akihiro.
"Apa, kamu mencari nenek tua itu? Syukur-syukur dia mati" ketus Silvia.
"Kok Mama bicara begitu? Seharusnya Mama ikut panik karena Oma menghilang, apa jangan-jangan Mama yang menghilangkan Oma?" selidik Akihiro.
Tiba-tiba wajah Silvia menjadi pucat pasi, perkataan Akihiro membuat ia seketika merasa terganggu.
"Kamu bicara apa sih Hiro? Jangan asal bicara ya, Mama tidak tahu hilangnya Oma" balas Silvia.
"Udahlah terserah Mama, aku pergi dulu mencari Oma" pria tampan itu pun pergi membawa mobilnya menyusuri setiap jalanan untuk mencari keberadaan sang nenek.
...........
Di kontrakannya Lilis Tengah mengobrol dengan Nenek Lestari, wanita tua itu sudah berangsur-angsur pulih dan syukurlah lukanya tidak membuat iaa harus menjalani operasi hanya dijahit saja.
"Ibu, saya mau jualan telur dulu keliling. Ibu baik-baik di rumah, istirahat saja" ucap Bahar, ia sudah menganggap Nenek lestari adalah ibunya.
"Iya Mas, Nenek akan baik-baik saja di sini" balas Nenek Lestari.
Bahar pun berangkat kembali berjualan bakso. Ia akan mangkal di depan kampus Lilis sementara Lilis akan kembali masuk kuliah.
"Nek, aku tinggal dulu ya mau kuliah! Nenek baik-baik di sana, makan sudah aku persiapkan" ucap Lilis.
"Terima kasih ya Lis, Terima kasih sudah mau menampung Nenek dan menjaga Nenek di sini. Nenek akan istirahat" balas Nenek Lestari.
Lilis pun berangkat namun ia terlebih dahulu ingin melihat keadaan Bara. Tentunya Lilis tidak akan masuk ke dalam rumah Bara, ia akan melihat Bara di depan rumahnya saja.
Tiga hari sudah Bara tidak pernah menemuinya, Lilis yakin jika kini Bara memang sudah sadar.
"Apa kabar ya si Bara? Mungkin dia sudah sadar!" ucap Lilis ada rasa kebahagiaan di dalam hatinya.
Kini Lilis sudah sampai di depan rumah Bara, seseorang yang ia lihat membuat ia merasa bahagia. Namun Bara masih memakai kursi roda dan mengarahkan kursi roda otomatis itu ke arahnya membuat aura percaya diri Lilis menjulang tinggi.
Bara saat ini memakai baju kaos putih polos, dan celana training namun tak membuat aura ketampanan Bara menghilang walaupun di kening dan tangannya masih di pakaikan perban.
"Bara, syukurlah loe sudah kembali" Lilis berkata dengan perasaan senang sekali.
Bara diam tak merespon, namun matanya memandang Lilis tanpa berkedip.
"Sayang, kemana sih?" suara seorang wanita dari dalam rumahnya membuat Lilis terperangah.
Wanita itu berjalan ke arah dimana Lilis dan Bara berada.
"Sayang, aku mencarimu" ucap wanita itu dengan suara yang sengaja di manjakan.
Bara hanya tersenyum pada wanita itu dan entah kenapa membuat Lilis seakan tidak rela jika senyuman pria yang satu bulan bersamanya telah terbagi dengan wanita lain.
"Aku mau buang sampah" balas Bara lalu membuang minuman yang sebenarnya masih penuh ke samping Lilis yang kebetulan ada tong sampah.
"Sayang, siapa dia? Apa kamu mengenalnya?" tanya wanita itu.
"Tidak! Mana mungkin aku mengenal wanita seperti dia" balas Bara menunjuk Lilis.
Deg!!!!!
Jantung Lilis seakan meledak mendengar ucapan Bara. Lilis tidak menyangka Bara kembali pada jati dirinya yang angkuh setelah apa yang Lilis lakukan padanya ternyata Bara tidak mengingatnya.
"Benar kamu tidak mengenalnya, sayang?" tanya wanita itu.
"Tidak sayang! Seorang Bara tidak akan sembarangan kenal dengan wanita jalanan" balas Bara.
"Ya benar apa yang di katakan pria ini, kami tidak saling mengenal jadi jangan terlalu berlebihan menilai seseorang apalagi seseorang yang pernah membantu..Permisi" Lilis segera meninggalkan kedua manusia menyebalkan itu.
Mereka tidak tahu saja bahwa Lilis menangis sembari berjalan. Ia kira Bara akan berterimakasih atas apa yang sudah Lilis lakukan, namun hal menyakitkan lah yang Bara ucapkan.
"Lis loe salah nolong orang" gumamnya.
Sesampainya di kampus seperti biasa Lilis bertemu dengan Bahar sang bapak.
"Bak, pagi-pagi udah rame aja" ucap Lilis kala melihat beberapa orang yang sedang memakan bakso.
"Alhamdulillah Lis, hari pertama Bapak jualan sudah di serbu" balas Bahar.
"Lilis ke kelas ya Pak" ucap Lilis.
Sesampainya di kelas, belum ada siapa-siapa kecuali kuntilanak merah yang setia duduk di kursi kosong paling belakang.
"Hihihi... Gadis bakso" ucapnya.
Lilis diam tak menanggapi, dirinya sedang galau jadi tidak ingin bicara apapun.
Kunti itu terbang ke arah kursi yang Lilis duduki.
"Galau ya" ucapnya sembari berbisik di kuping Lilis.
"Anjir kaget" Lilis terlonjak merasakan sapuan udara dingin di kupingnya.
"Hihihi....." kunti itu malah tertawa.
"Gak lucu miss kun" kesal Lilis.
Tak lama Santi datang.
"Bawa apa loe, San?" tanya Lilis.
"Buat loe, oleh-oleh ortu gue dari mekah biasa umroh" balas Santi sembari meletakan paper bag besar di hadapan Lilis.
"Buset banyak amat, ini sih gue gak bisa makan sendirian. Bagiin aja ke yang lain" ucap Lilis.
"Itu buat loe Lis, buat Mang Bahar. Suruh bapak loe makan kismis biar sehat" kelakar Santi.
"Terus anak-anak yang lain?" tanya Lilis.
"Udah ada bagiannya di mobil gue, nanti aja suruh si Bimo bawa buat di bagiin" jawab Santi.
"Hatur tengkyu ya! Banyak makan makanan arab, curiga bakal punya suami orang arab" kelakar Lilis.
"Jangan Lis, barangnya sebesar termos" timpal Santi.
Keduanya langsung tertawa terbahak-bahak
semangat k