Inara dipaksa untuk menjadi istri ketiga dari pria berusia 45 tahun. Untuk menghindari pernikahan itu, Inara terpaksa menikah dengan pria asing yang sempat ia selamatkan beberapa hari yang lalu.
Tidak ada cinta di dalam pernikahan mereka. Pria tersebut bahkan tidak mengingat siapa dirinya yang tiba-tiba saja terbangun di tempat asing usai mengalami kecelakaan tragis. Meskipun Inara terlepas dari jeratan pria tua yang memaksanya menjadi istri ketiga, tapi wanita itu dihadapkan pada masalah besar yang tengah menantinya di depan.
Siapakah pria asing tersebut sebenarnya? Benarkah ia amnesia atau hanya berpura-pura bodoh demi menghindari masalah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni t, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Dave seketika membulatkan bola matanya seraya menoleh dan menatap wajah Angelina. "Apa? Jangan bercanda, Mom? Saya gak setuju kalau Inara harus mendonorkan satu ginjalnya buat Daddy," protesnya tegas dan penuh penekanan.
"Kenapa? Tadi kamu sendiri 'kan yang bilang kalau dengan tranplantasi ginjal Daddy mu punya harapan buat hidup lebih lama dibandingkan dengan sekedar cuci darah," sahut Angelina balas menatap wajah sang putra. "Lagian, Daddy kamu ini cuma punya atau anak kandung, Dave. Cuma Inara yang bisa menyelamatkan Daddy mu."
"Nggak, saya tetap gak setuju. Daddy memang selamat, tapi gimana dengan Inara? Apa dia sanggup hidup hanya dengan satu ginjal?" tanya Dave kesal. "Saya gak mau kalau sampai Inara kenapa-napa."
Angelina seketika mengerutkan kening seraya menatap tajam wajah Dave Sebastian. Sebagai seorang ibu, ia merasa ada yang aneh dengan sikap putra semata wayangnya itu. Mengapa Dave begitu perhatian bahkan terkesan sangat peduli kepada wanita bernama Inara seolah wanita itu adalah istrinya sendiri.
"Tunggu, sebenarnya ada apa sama kamu, Dave?" tanya Anggita. "Tidak ada yang terjadi antara kamu dan sodari tiri kamu ini, 'kan?"
Wajah seorang Dave seketika memucat, pria itu menoleh dan menatap wajah Inara lalu kembali menatap wajah Angelina dengan perasaan gugup. Ia masih belum siap untuk memberitahukan bahwa dirinya sudah mempersunting sodari tirinya sendiri. Bukan karena ia takut, tapi Dave tidak ingin Inara menjadi bahan gunjingan ibunya sendiri. Ia pun tidak yakin bahwa Angelina akan merestui hubungan mereka.
"Kenapa kamu diam saja, Dave?" tanya Angelina mulai merasa kesal. "Kenapa kamu sangat-sangat peduli sama Inara seolah dia ini istri kamu sendiri? Jawab pertanyaan Mommy, Dave."
Dave menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan dan hendak menjawab pertanyaan sang ibu, tapi pria itu terpaksa menahan ucapannya karena Sebastian sang ayah mendahuluinya berbicara.
"Sudah cukup, kalian apa-apaan sih?" tanya Sebastian menatap wajah putra serta sang istri secara bergantian. "Kalian gak ngehargai Daddy ada di sini?"
Angelina menatap sayu wajah Sebastian. "Bukan seperti itu, Mas. Aku cuma mau kamu sembuh dan cuma Inara putri kamu ini yang bisa mendonorkan ginjalnya buat kamu."
"Kamu mau Mas sembuh dengan mengorbankan putri Mas sendiri, begitu?"
"Bukan mengorbankan, tapi sudah menjadi kewajiban seorang anak buat berbakti kepada orang tuanya."
"Berbakti? Mommy mengatakan prihal bakti anak kepada orang tuanya?" tanya Dave tegas. "Seorang anak memang wajib berbakti kepada orang tuanya, tapi apa Inara sudah menerima hak-haknya sebagai seorang anak?"
Angelina seketika memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Mommy gak tau betapa menderitanya dia setelah Daddy pergi meninggalkan dia dan Ibunya demi Mommy." Dave meneruskan ucapannya. "Apa Mommy tau, di saat kita di sini hidup senang dan bergelimang harta, di sana Inara harus berjuang, bekerja keras hanya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Sekarang, di saat Inara ketemu sama Ayahnya, Mommy meminta dia buat memberikan ginjalnya buat Daddy?"
Angelina masih bergeming dengan kedua tangan mengepal.
"Sekarang saya mau tanya sama Mommy, kalau Mommy jadi Inara, apa Mommy bersedia memberikan ginjal Mommy buat Daddy setelah apa yang udah dia lakukan sama Mommy? Jawab, Mom."
Angelina kembali menatap lekat wajah Dave. Ia semakin yakin bahwa telah terjadi sesuatu antara putranya dan wanita bernama Inara itu. Selama ini, Dave tidak pernah berbicara sekeras itu kepadanya. Sang putra pun tidak akan menentang habis-habisan rencanannya jika memang kedua sodara tiri itu tidak memiliki hubungan lebih.
"Mommy mau tanya sekali lagi sama kamu, Dave. Kenapa kamu bisa amnesia?" tanya Angelina. "Apa kamu beneran amnesia atau cuma pura-pura hilang ingatan cuma buat nutupin hubungan kalian?"
Dave seketika bergeming.
"Jawab pertanyaan Mommy?" Angelina mulai menaikan nada suaranya. "Ingat, Dave. Kamu punya tunangan dan Inara sodari tiri kamu. Jangan sampai kalian--''
"Cukup!" bentak Sebastian murka, dadanya terlihat naik turun menahan rasa sesak.
"Ayah tenang, Yah. Ayah gak boleh emosi," lirih Inara seraya mengusap punggung tangan sang ayah. "Ayah istirahat, ya. Aku bantu Ayah berbaring."
Inara perlahan mulai membantu Sebastian untuk berbaring lalu menutup sebagian tubuhnya menggunakan selimut tebal. Tatapan mata Sebastian kian sayu dalam menatap wajah sang putri. Ia tidak ingin Inara melakukan apa yang diminta oleh Angelina. Lebih baik ia meninggal dari pada hidup dengan mengorbankan putrinya sendiri. Benar apa yang baru saja diucapkan oleh Dave. Inara tidak pernah menerima haknya sebagai seorang anak, maka dia pun tidak berkewajiban untuk menunjukkan baktinya. Terlebih, ia merasa sudah terlalu banyak menorehkan luka di hati seorang Inara.
Dave tiba-tiba saja menarik pergelangan tangan Inara lalu membawanya berjalan keluar dari dalam kamar membuat Angelina semakin semakin merasa kesal. Wanita itu menatap kepergian keduanya dengan wajah masam.
"Aku yakin mereka menyembunyikan sesuatu dariku. Apa jangan-jangan mereka diam-diam pacaran di belakang aku?" batin Angelina mulai menerka-nerka. "Tidak, aku gak akan pernah membiarkan hal itu terjadi. Dave harus segera menikah sama wanita yang aku jodohkan."
***
Dave menghentikan langkahnya di halaman yang berada di belakang rumah tersebut. Pria itu menatap sayu wajah Inara, kedua matanya bahkan memerah dan berair. Ia tidak akan membiarkan Inara mendonorkan satu ginjalnya untuk Sebastian meskipun dia adalah ayah mereka sendiri. Sementara Inara, kepalanya nampak menunduk. Bahunya mulai berguncang karena isakan. Hati seorang Inara seketika dilanda rasa dilema, haruskah ia mengikuti apa yang dikatakan oleh Anggelina, mendonorkan ginjalnya kepada sang ayah?
"Apa yang harus aku lakukan, Johan?" tanya Inara lemah dan bergetar. "Maaf, maksud aku Dave. Aku lupa kalau nama kamu sebenarnya Dave bukan Johan."
"Tak ada yang harus kamu lakuin, Inara. Lebih baik kita balik ke kampung sekarang," ujar Dave seraya meletakan kedua telapak tangannya di kedua sisi bahu Inara. "Mas tak butuh harta orang tua kita, Mas gak peduli dengan rumah ini. Mas cuma mau kamu, Sayang. Mas gak mau kamu mendonorkan ginjal kamu buat Daddy."
"Tapi kamu sendiri yang bilang kalau harapan Ayah buat hidup lebih besar kalau dia mendapatkan donor ginjal dan cuma aku yang bisa ngelakuin itu, Mas?" rengek Inara masih dengan kepala menunduk.
"Ya memang, tapi Mas gak mau kamu hidup hanya dengan satu ginjal. Tubuh kamu gak akan stabil, kamu bakalan sakit-sakitan, Sayang."
Inara semakin terisak, Dave memejamkan kedua matanya sejenak lalu memeluk tubuh istrinya seraya mengusap punggungnya lembut dan penuh kasih sayang.
"Pasti ada cara lain agar Ayah kita bisa sembuh, Sayang. Yang jelas, sampai kapan pun Mas gak akan mengizinkan kamu mendonorkan ginjal kamu buat beliau, titik!"
"Jadi dugaan Mommy bener? Kalian pacaran?" bentak Anggelina berjalan menghampiri dengan perasaan murka.
Bersambung
otor request up-nya yg banyak boleh 🙏🤭