Menceritakan seorang remaja yang bertekad untuk bertahan hidup apapun caranya. Kenapa harus begitu ? Karena dirinya telah berpindah ke dunia lain.
Cerita ini masih berlatar Multiverse dari cerita 'Pindah Dimensi Lain'.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ryn_Frankenstein, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19 : Dorongan Adrenalin.
Masih di ruang hampa tak berujung yang gelap meski dianggap mimpi aneh menurut sosok remaja bernama Dika. Saat ini dirinya masih berhadapan dengan seorang pria tua yang mengaku-ngaku sebagai sosok pengawas Multiverse. Mereka berdua berbincang-bincang perihal yang telah menimpa pada remaja itu.
Dika menganggap pria itu aneh, karena pria itu itu yang katanya pengawas banyaknya dunia tapi mengenakan jas kantoran.
"Aku ingin bertanya." kata Dika.
"Silahkan, bertanyalah sepuasmu." sahut pria itu sambil menganggukkan kepalanya.
Perlahan Dika pun duduk, tak tau sebutannya apa karena alas pijakannya cukup keras layaknya lantai keramik. Dia duduk bersila dan memegang dagunya dengan salah satu tangannya, lalu ia berkata. "Katamu tadi ada beberapa orang yang bisa membuka portal, jadi tolong panggilkan dong."
Pria itu mengangkat alis sebelahnya. "Kamu bertanya apa meminta ?"
"Bodo amat..!! Cepat jawab nyet...!! Gak usah tanya balik." balas Dika.
Sudut bibir pria itu berkedut, tak hanya itu saja, sedikit terlihat urat di dahinya. Ya, dia kesal karena remaja ini, sungguh hebat sekali nyalinya, ia menarik kekagumannya. Lalu ia menjawab dengan kesal. "Ya, sebenarnya ada beberapa orang yang punya kekuatan yang sama denganku, mereka bisa membuka portal, tapi sayangnya aku tak bisa datang ke tempat mereka lagi."
"Lah, kenapa ?" sahut Dika.
"Bukankah sudah ku beritahu sebelumnya, hampir kekuatanku tersegel, jadi bagaimana caranya agar bisa pergi dan membawa orang-orang itu kesini ?" balas pria itu.
"Kalau hampir semua kekuatanmu tersegel, kenapa kau bisa datang kesini ?" balas Dika balik.
Pria itu menjawab. "Kurang tepat, ini adalah visualisasi pikiran, jadi aku bisa mengirim visual dirinya melalui pikiran sehingga kita bisa berkomunikasi di bawah alam sadar."
"Owh..., terus apa ada caranya biar aku bisa bertemu dengan salah satunya ?" tanya Dika.
Pria itu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak ada."
"Terus gimana dong...!" sahut Dika kebingungan.
Pria itu menghela nafasnya. "Sebaiknya, kau jalani kehidupan di dunia barumu. Nanti, kalau orang itu datang kesini, aku akan memintanya untuk membantumu."
"Sampai kapan ?"
Pria itu mengangkat kedua bahunya. "Entahlah, mereka tak bisa di tebak kapan akan datang kesini."
"Owh jadi begitu." sahut Dika mengangguk-anggukan kepalanya.
"Owh iya, aku masih heran, kenapa aku bisa saling berkomunikasi sama orang-orang di dunia baruku. Dan makin anehnya, aku bisa mengerti tulisan-tulisan bahasa mereka." tambahnya bertanya.
"Itu karena itu sudah pengaruh dari sihir pemanggilan, jadi ketika mereka berhasil membawa paksa orang-orang yang ingin dijadikan pahlawan, maka mereka juga bisa mengerti bahasa dan tulisan asal dunia barunya." jawabnya.
"Terus, kenapa saat di bumi aku gak bisa mengendalikan sihir, tapi pas di dunia baru, aku bisa melakukannya ?" tanyanya lagi.
"Semua berawal dari dunia itu sendiri. Bumi salah satu dunia biasa yang tak memiliki ikatan dengan sihir dan mematuhi hukum alam, maka kau dan mahluk lainnya terlahir tanpa memiliki sihir. Jika kau lahir atau tiba-tiba datang ke dunia yang memiliki ikatan dengan sihir yang melawan hukum alam, sudah jelas kau akan memiliki sihir." jawabnya panjang lebar.
Lalu pria itu menambahkan. "Jika kau kembali ke bumi dengan keadaanmu yang sudah bisa menggunakan sihir, maka kau juga bisa menggunakan sihir di sana." tambahnya.
"Wah, kok bisa ?" sahut Dika terkejut.
"Coba kau pikirkan, bumi adalah dunia tanpa sihir yang mematuhi hukum alam, sedangkan kau yang tiba-tiba pulang dari dunia lain dalam keadaan sudah bisa menggunakan sihir, maka dari situlah kau bisa melawan hukum alam bumi." jawab pria tua itu menjelaskan.
Pria tua itu menjelaskan lagi kepada Dika yang terlihat santai duduk depannya, sebenarnya remaja ini memiliki potensi terpendam dalam dirinya untuk mengembangkan kekuatannya. Dan alasan kenapa Dika tak begitu mahir dalam belajar menggunakan sihir karena sifat dasar Dika yang pemalas.
Karena sifat pemalas yang sudah tertanam di otaknya, sehingga terus menentang keberadaan sihir, jadi remaja ini sulit belajar sihir. Tapi pria itu juga menjelaskan, ada sebuah hambatan dalam diri Dika yang membuatnya sangat lambat dalam belajar sihir, yaitu dari efek samping sihir pemanggilan.
Karena itulah efeknya mengenai inti energi mana yang menghambat, bisa saja hilang, tapi membutuhkan waktu yang cukup lama bila tidak ditangani langsung. Mendengar itu, Dika akhirnya menyadari kalau sebelumnya ia berlatih bersama Arc, saat itu kakek angkatnya mengatakan kalau anak kecil saja bisa mengendalikan energi mana beberapa hari.
"Apa gara-gara efek ini kali ya ? Aku jadi susah belajar mengendalikan energi mana dan sihir." gumamnya.
Tiba-tiba pria itu memegang kepala Dika, entah apa yang dilakukannya, remaja itu merasakan kalau tubuhnya merasa baikan.
"Aku hanya menghilangkan efek yang sudah membuat energi manamu terhambat untuk tumbuh." ucap pria itu sambil menarik kembali tangannya. "Semuanya tergantung padamu yang terus berusaha atau tidak." tambahnya.
"Aku ingin tanya lagi, aku baru saja ingat sihir serangan sebelum aku pergi kesini. Itu sihir apa ya ?" tanya Dika lagi.
Pria itu menghela nafasnya, lalu menjelaskan, untuk kondisi Dika yang tadinya bisa terus berlari cepat dari monster ular meski sudah menguras banyak tenaga, itu memang kondisi alami dari setiap manusia ketika dalam keadaan terdesak, yang dimana hal itu memicu adrenalinnya bangun. Sedangkan sihir terakhir yang dilakukan Dika sebelum tak sadarkan diri, itu bukan sekedar kebetulan. Karena kondisi remaja itu sudah kacau.
Terlebih lagi nyawanya mendekati kematian, tentu saja pikiran menjadi kacau meski sudah lemas tak berdaya. Disaat itu pikiran Dika sudah tenang, dan ada terlintas pikiran untuk tidak menentang keberadaan sihir pada dirinya, dengan niatan bertahan hidup dan sisa energi mana yang ada, serta dorongan adrenalin, itu berhasil membuat sebuah sihir serangan yang tak biasa.
Sebuah sihir berelemen api terpanas yang sesekali muncul disaat suatu kejadian, bisa dikatakan jenis api itu tidaklah langka tapi juga jarang dilihat oleh banyak orang. Untuk khusus Dika, dasarnya yang baru bisa menggunakan satu jenis sihir serangan berelemen api, ditambah keinginan hidup dan terpacu oleh adrenalin, maka terciptalah sihir api tersebut.
Entah sebuah keberuntungan atau kebetulan, itu tidaklah penting. Yang jelas remaja ini memiliki potensi untuk terus tumbuh atau bangkit dalam segi kekuatan sihirnya. Mendengar itu, Dika mengangguk-angguk kepalanya, seakan-akan sudah mengerti.
"Mau tanya lagi ?" ucap pria itu bertanya.
"Tidak ada." sahut Dika dengan singkat.
"Baiklah, cukup sudah pertemuan pertama kita ini. Setelahnya jangan marah ketika kau bangun nanti." kata pria itu.
Remaja itu mengernyit dahinya. "Kenapa ?"
"Karena orang-orang party yang kau ikuti sedang menunggumu bangun."
"Hah ?" sahut Dika kebingungan.
"Jangan salah paham, mereka tidaklah seperti orang yang kau kira."
"Tapi mereka sudah pergi meninggalkanku." kata Dika mengelak.
Pria itu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak, justru meraka datang kembali untuk menyelamatkanmu, hanya saja tidak untuk satu orang. Tanpa ku jelaskan kau pasti paham, siapa orangnya."
lanjutkan