Aku Revina.
Aku adalah orang yang tidak pernah menyangka jika perjalanan cinta ku akan berjalan seperti ini.
Aku kira, cinta itu hanya menyenangkan saja, ternyata cinta juga ada sedih nya. Di dalam cinta ada marah nya, ada kecewanya, ada kebohongan nya, bahkan ada pengkhianatan yang amat sangat menyakitkan.
Kenapa tidak pernah ada orang yang menceritakan sisi buruk dari rasa cinta ?
Kenapa mereka hanya menceritakan sisi bahagianya saja ?
Jika tau akan serumit ini, aku tidak akan pernah coba-coba untuk main-main dengan rasa cinta,sampai pada akhirnya aku akan siap menerima segala konsekuensinya.
Aku sudah terlanjur masuk kedalam sebuah perangkap yang hanya akan menenggelamkan ku di dalam kekelaman nya. Aku harus mencari jalan sendiri, mencari jalan terang untuk terbebas dari rasa cinta ini
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ega Endrawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Malam nya ketika aku tahu Mamah sudah pulang dari kantornya. Aku bergegas menuju kamarnya sebelum dia yang menghampiri ku ke kamar.
“Mah” panggil ku ketika Mama juga baru saja masuk ke kamarnya.
“Oh hey sayang. Sini masuk”
Aku berjalan menghampiri Mamah dan duduk di samping tempat tidur nya.
Mama yang tadinya akan berganti pakaian mengurungkan dulu niatnya lalu ikut duduk bersama ku. Dia khawatir dengan kedatangan ku ke kamarnya,karena itu adalah hal yang benar-benar tidak biasa.
Dia duduk dengan mengusap rambutku begitu lembut.
“Mah. Mama sayang sama Om Bima ?”
Mama tekejut.
“Kenapa Kaka tanya kaya gitu?”
“Kalo Mama sayang sama Om Bima,berarti Mama udah nemuin pilihan Mamah. Karena yang Kakak tau,Mama itu paling ga mudah buat nyari pengganti Papah. Mamah itu selalu sayang sama Papah walaupun Papah udah ga ada. Biasanya Mamah ga pernah mikirin diri Mamah sendiri,yang Mamah fikirin cuma Revina aja selama ini. Mamah ngorbanin diri Mamah sendiri sepanjang hidup Mamah,hanya untuk membahagian Revina,dan menjaga posisi Papah sebagai pasangan Mamah walaupun Papah udah ga ada”
Mama diam menatapku dengan haru.
“Revina akan tetap dukung Mamah apapaun pilihan Mamah. Revina akan siap menyambut kehidupan Mamah yang baru kalo itu buat Mamah bahagia. Jadi jawaban Revina sekarang..”
“Ya. Revina akan coba terima Om Bima untuk mengenal lebih dekat Mamah” jawab ku dengan sedikit menggantung,karena aku harus benar-benar yakin dengan jawaban ku sendiri.
“Kakak serius?” Tanya Mamah tak percaya.
“Iya Kakak serius”
“Kakak udah bener-bener yakin dengan keputusan Kakak?” Tanya Mama memastikan jika aku tidak akan menyesali semuanya.
Aku menggelengkan kepala penuh dengan keyakinan.
Mamah langsung memeluk ku dan menangis terharu.
“Makasih sayang,makasih banyak”
“Sama-sama Ma”
“Mama sayang banget sama kamu”
“Revina juga sayang banget sama Mama”
Keesokan harinya di hari libur sekolah. Aku dan Mamah kembali membuat janji bertemu dengan Om Bima dan David. Namun kali ini mereka akan menjemput kami di rumah menuju rumah nya.
Setelah obrolan panjang malam hari antara Mama dan Om Bima. Mereka memutuskan untuk masuk ke tahap berikutnya,yaitu perkenalan tempat tinggal. Entah ada berapa tahap yang harus mereka lewati,karena sepertinya setiap tahapnya aku dan David akan selalu di libatkan di dalam nya.
Mobil David datang menjemput.
Papanya tidak ikut menjemput ternyata,dia menunggu di rumahnya.
Ketika akan masuk ke dalam mobil,aku dan Mamah sangat bingung sekali dengan keputusan siapa yang akan duduk di kursi depan menemani David,karena tidak mungkin jika kami berdua membiarkan David duduk di depan sendiri layaknya supir.
“Kakak aja duduk di depan”
“Gamau,Mamah aja”
“Udah Kakak aja,masa Mamah”
“Ya emang kenapa?”
“Ngga,kan kakak temen David,jadi kalian bisa ngobrol”
Lalu Mama mencuri start dengan langsung menerobos masuk ke kursi bagian belakang. Aku masih berdiri di luar dengan kesal.
Mama membuka jendela kaca mobilnya.
“Ayo masuk Kak,panas ini” pinta Mama.
Dengan mengerecutkan bibirku,terpaksa aku duduk di kursi depan samping David.
Setelah masuk aku duduk dengan kikuk tanpa menoleh ya sama sekali.
“Seatbelt nya mau aku yang...”
“Oke..oke..oke” jawab ku memotong ucapan nya yang seperti nya sudah otomatis jika aku selalu lupa untuk memakai seatbelt ku.
Mama pasti bingung di kursi belakang mendengar pembicaraan kami yang aneh.
David menjalankan mobil nya menuju rumah nya.
Sebenarnya aku pernah sekali berkunjung kerumah David. Tapi itupun hanya sebentar,waktu itu aku menemani dia mengganti pakaian nya untuk jalan berdua denganku. Dan saat itu dirumahnya tidak ada siapa-siapa selain asisten rumah tangganya.
“Ayo masuk tan” ucap David akhirnya terdengar juga dia menyapa Mamahku. Karena sepanjang perjalanan kami tidak ada yang bicara sama sekali.
Mamah itu tipe orang yang introvert dan sangat tidak bisa membuka obrolan,sementara aku ? Ya bisa di lihat jika aku benci sekali berbasa basi,jadi aku lebih baik diam seperti ini,di bandingkan harus memikirkan pertanyaan-pertanyaan basi tidak penting.
Aku dan Mamah turun dari mobil dengan di sambut Om Bima di depan rumah nya.
Om Bima memakai pakaian begitu formal namun tetap sangat rapih. Jika saja aku tidak tahu Om Bima ini adalah Papahnya David,aku pasti sudah mengira dia anak kuliahan dengan badan yang berotot.
Mamah salaman dengan Om Bima sambil mencium pipi kanan dan kirinya,sementara aku hanya mencium punggung tangan nya saja sambil msmberikan senyuman kaku.
“Ayo masuk. Kita akan makan dulu”
“Oke mas”
Kami berempat makan di meja makan dengan begitu tenang. Setelah acara makan siang kami selesai,Papa David dan Mama ku berbincang di taman depan,David entah berada di mana dan aku dipersilahkan untuk Om Bima berkeliling melihat-lihat sendiri rumah nya yang cukup besar ini.
Aku juga sebenarnya bosan menunggu Mama dan Om Bima berbincang,jadi aku memutuskan untuk berkeliling di rumah ini. Ketika aku sudah setengah berjalan,tiba-tiba aku mendengar suara anak kucing. Aku terpatung sambil membulatkan mata mendengar sekali lagi suara yang aku dengar itu. Ternyata benar itu suara anak kucing,aku lalu teringat Micky. Hampir saja aku lupa dengan keberadaan Micky yang sekarang tinggal disini.
Aku berjalan mencari sumber suara anak-anak kucing itu. Terdengar lah suara kucing itu ada di balik pintu samping gudang. Aku menempelkan telingaku di pintu itu,dan benar saja banyak sekali suara anak kucing di dalam sana,dengan cepat aku membuka pintu yang ternyata tidak di kunci itu. Betapa terkejut nya aku ketika aku melihat pemandangan di hadapan ku. Ini bagaikan rumah kecil bagi para kucing-kucing kecil lucu yang ada di dalam sana. Ada banyak permainan juga untuk mereka seperti taman kanak-kanak,bahkan ada miniatur rumah yang di dalam nya ada alas bulu yang tebal seperti untuk mereka semua tidur. Dan lebih terkejut lagi ketika aku melihat Micky sedang tiduran di dalam rumah-rumahan itu dan memandikan salah satu bayi kucing yang warnanya sama seperti dirinya berwarna putih dan coklat emas.
“Micky?!” Bisikku sambil berlari menghampiri nya.
Aku menatap kucing-kucing lucu itu yang sedang bermain di sekitarku. Anak kucing itu ada 4 ekor,dan mereka seperti berusia 3 bulan,karena terlihat sudah bisa berlari kesana kemari dan bahkan di antara mereka ada yang bisa memanjat. Aku berjongkok untuk melihat Micky yang ada di dalam miniatur rumah nya.
“Micky.. ini aku” sapa ku sambil berusaha mengelus dia.
Dia menatap ku sejenak seperti sedang berusaha mengingat. Lalu dia bangun dan menghampiriku,aku langsung menggendong Micky dan memeluknya begitu erat.
“Oh god. Kamu masih inget aku” haruku sambil terus memeluk bulu lembut dan harum jeruk ini.
“Ini anak-anak kamu?” Tanya ku kepada Micky walaupun dia tidak mungkin menjawab.
Salah satu anak kucing itu ada yang menghampiriku dan memanjat kakiku. Aku langsung menggendong nya dan mengangkat nya untuk benar-benar memastikan jika mereka benar-benar anak Micky.
“Kamu lucu banget siii. Kok mata kamu warna biru mirip Nikco?” Tanya ku ketika melihat jelas mata anak kucing itu.
“Jangan-jangan?” Ucapku tersadar.
“Dia waktu di bawa kesini ternyata udah hamil 2 bulan” ucap seorang pria yang sedang berdiri di ambang pintu entah sejak kapan.
David.
Dia berjalan menghampiriku dan duduk di sampingku sambil bermain-main dengan anak kucing yang langsung menghampirinya.
“Jadi ini hasil perkawinan Micky sama Nicko?”
“Ya” jawab nya singkat.
“Kenapa ga bilang?”
“Karna kamu ga nanya”
“Ya harusnya kamu bilang dong”
“Biar apa ?”
“Ya biar aku tau kalo Micky sama Nicko punya anak. Kan biar mereka juga bisa tau Papanya siapa” ucapku dengan kesal.
David tertawa.
“Emang anak kucing bisa tau Papanya yang mana?” Tanya nya dengan nada meledek.
“Iya dong. Nicko juga kan pasti kaget kalo ternyata dia punya anak”
Lagi-lagi David tertawa,kali ini tawanya begitu lepas dan keras sekali sampai dia hampir terpingkal.
“Kok ketawa sih? Aku serius!” Ucapku sambil memukul kecil lengan nya.
“Ya udah,nanti kita ketemuin Nicko sama anak-anak nya ya, atau ngga nanti Micky sama anak-anak nya aku ajak mampir kerumah kamu” ujar nya sambil terus berusaha mengontrol tawanya agar tidak meledak.
“Ini namanya siapa aja?”
Tawa David sudah reda,namun masih ada sisa-sisa tawanya saja membuat dia berusaha untuk tenang.
“Ini namanya Milly” jawab David mengambil salah satu anak kucing yang cantik sekali.
“Yang ini,Gerry,yang Ini Cimo,dan yang ini Chilo”
Lalu saat itu aku mulai banyak bertanya kapan awalnya David tau jika Micky hamil dan bagaimana dia bisa menyelamatkan ke empat anak kucing itu. Aku terus mendengarkan ceritanya dengan seksama dan begitu antusias,kami sudah tidak canggung lagi,bahkan kami sudah tidak segan untuk kembali bercanda seperti dulu,dan dalam sekejap kami melupakan dulu masalah yang sedang kami hadapi.