Diajeng, Gadis remaja yang mulai memasuki dunia Sekolah menengah Kejuruan.
Merasakan pengalaman yang baru dan jauh dari saat ia masih SD, dan SMP.
Pengalaman sehari - hari yang menceritakan tentang kehidupan sekolah menengah kejuruan yang di penuhi dengan intrik persahabatan, persaingan, permusuhan dan CINTA
WARNING: berisi sedikit cerita bubun dulu yang dibumbui dengan khayalan.
bijaklah dalam membaca, kesamaan nama dan kota sedikit - sedikit nyerempet, mohon di maklumi.
tidak untuk menyinggung oknum - oknum terkait, HAPPYREADING🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bubun ntib, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sarapaaannnn...
Sebelum bertempur di sawah, ibu Radin meminta rombongan Ajeng untuk sarapan terlebih dahulu.
Radin dan Rinjani serta Anggara dan Aji yang sedari tadi tidak muncul ternyata tengah menyiapkan tempat untuk acara sarapan bareng – bareng.
Alas tikar digelar panjang dan lebar di belakang rumah Radin yang ternyata juga memiliki luas separuh dari halaman belakang. Benar –benar definisi rumah petani yang seringkali dimanfaatkan untuk menjemur Padi. Multifungsi Lah. Ini mah kalau Radin atau adiknya nikahan kaga harus nutup JALANAN!!
Para bocah laki segera mengambil alih tugas ibu Radin untuk membentangkan daun pisang. Konsep sarapan pagi ini adalah lesehan.
Para ciwi – ciwi juga gegas membantu untuk mengeluarkan hidangan dari dapur milik Radin.
Rebusan kacang panjang, Tauge, Sawi, Daun bayam. Sambal kacang yang tampak medok dan legit melambai – lambai di mata para bocah tanggung itu.
Jangan lupakan gorengan tempe, Tahu isi, Bakwan dan Risol. Tidak ketinggalan pula kerupuk opak yang bahan dasarnya adalah dari Gendar dan juga Rempeyek kacang tanah.
Selain pecel sayur dan kawan – kawannya, Ibu Radin juga menyediakan tumisan buncis dengan wortel, sementara Untuk minuman, Ibu dari Radin ini menyiapkan beberapa Teko penuh Teh manis. Ada juga seteko Air putih biasa. Mereka layaknya sedang dijamu sebagai tamu besar saja.
( Tau nggak? Kalau di kampung Buntib, kerupuk ini disebut kerupuk puli. Bikinnya dari Nasi sisa, entah sisa sendiri atau biasanya sih kalau dapat dari orang hajatan, di kukus setelah diberi campuran obat puli, warna kuning keras. Abis itu di tumbuk, di iris tipis – tipis trus di jemur. Beuuhh enak banget sih..)
“ Ayo lekas sarapan dulu, nanti baru diajarin Radin buat Manennya,” seru Ibu Radin.
Adi segera memimpin temannya untuk menyendokkan nasi ke daun Pisang yang dibentuk pincuk, kerucut. Menata sayurannya dan juga gorengan tempe kemudian diguyur sambel pecel.
( sumber gambar: Google)
(Eh serius deh, Buntib nulis ini sambil bayangin tuh menu... Ck Ck Ck jadi pengen pulang kampung nih.. NOTE: kalo di kampung Buntib, daun pincukannya pakai daun Jati. Buntib inget banget deh itu penjual udah sedari Buntib masih SD sampai sekarang mau punya anak 2 masih ada.. sehat – sehat bu G)
Adi, Anggara, Aji, dan Rinjani memang sudah sangat akrab dengan Ibu dan Bapak Radin, selain karena mereka berasal dari SMP yang sama, rumah mereka hanya berbeda dua RT. Tetapi, mereka berempat sama sekali tidak mengetahui perihal Bapak Radin yang mengalami kecelakaan.
Kelakuan Adi segera ditiru oleh teman sekelasnya plus Wahid. Mereka menelan bulat – bulat apa itu yang namanya malu, karena mereka sadar jika setelah ini mereka harus bekerja keras. Tidak ada kata jaim lagi. Nyatanya jika mereka malu – malu untuk sarapan, malah akan mengakibatkan kinerja mereka menurun, bukan?
“ Bu, mari ibu juga makan bareng kami,” sebelum menyantap, Wahid mengajak sang empunya rumah. Gerakan menyuap dari beberapa lakik dan Ciwi terhenti begitu saja di depan mulut begitu mereka mendengar ucapan Wahid. Rasa malu menyelimuti mereka semua.
“ Wk wk, makanya, jangan terlalu semangat,” kikik Pratiwi dan Ajeng yang memang belum makan, mereka berdua memilih untuk menjaga adik radin bergantian dengan Radin sendiri.
“ Duh, maaf bu. Mereka semua emang suka kalap kalau liat makanan sedap begini,” Canda Bli memecahkan suasana canggung dari temannya.
Ibu Radin sendiri terkikik lucu dengan tingkah malu – malu dari teman sekelas putrinya. Tidak merasa sebal ataupun bagaimana, beliau menganggap jika tingkah sederet remaja tanggung ini sungguh lucu. Mereka termasuk sopan dan bisa menempatkan diri dimana mereka berada meskipun tetap saja ada sikap yang khas bocah remaja terselip diantaranya.
“ Ha ha ha, tidak apa – apa, santai saja sama ibu, ibu juga pernah muda kok,” tutur Ibu Radin semakin menambah malu mereka semua.
“ Sudah lanjutkan sarapannya, Ibu sudah sarapan dengan Rinjani Tadi. Ajeng, Tiwi, kalian juga makan. Biar Umi sama ibu,” ucap Ibu Radin sambil mengambil Umi yang berada di lantai, asik bermain dengan Ajeng dan Pratiwi.
Ibu Radin pamit, karena beliau juga harus menyiapkan peralatan untuk memanen mereka. Meninggalkan sejumlah pemuda dan pemudi yang sedang menikmati makan pagi mereka.
“ Woy, Rin. Kamu kata mau diet weh,” celetuk Ranata sambil sibuk mengunyah Rempeyek.
“ Lah iya yak, tadi si ibu juga bilang kalau beliau udah makan bareng kamu kan? Lah ini ngapain kamu nyendok lagi?” sahut Desi.
“ Heh, apa itu Diet? Dietnya mulai besok aja kalau lagi inget,” jawab Rinjani dengan tak acuh ini.gadis modis di kelas RPL 1 ini selalu saja menggaungkan keinginannya untuk Diet padahal tidak ada yang terlihat berlebihan pada lemak tubuhnya.
“ Percaya sih, kalau lauknya mantep begini, nggak bakalan bisa nahan buat nggak mincuk,” kekeh Novi yang langsung diacungi jempol oleh Rinjani.
21 orang itu makan dengan cepat. Pukul 06.45 mereka sudah berangkat ke sawah milik Radin yang hanya berada di seberang halaman belakang tadi. Benar – benar hanya terpisah dengan pematang sawah dan jalan kecil sebagai tempat yang bisa dilewati untuk dua motor.
“ Gila, indah banget weh. Ini kamu tiap hari liatin pemandangan begini, Din?” ucap Ajeng terkagum – kagum.
“ Hmmm, ya beginilah suasana di desa deket sawah, Jeng,” Radin tidak bisa untuk tidak bangga. Ia juga bersyukur, teman – temannya tidak mengejeknya. Iyalah, mereka juga beberapa berasal dari keluarga Petani sukses kok.
“ Langsung saja Din, sama yang bisa – bisa caranya Manen, langsung diajarin aja,” Seru Bli yang sepertinya siap untuk memulai pekerjaan mereka.
Segera, Radin, Adi, Fajar dan beberapa orang lainnya segera memberikan ilmu memanen mereka.hati – hati tetapi mudah dipahami.
Wahid Pun juga dengan senang hati ikut meramaikan suasana belajar dan mengajar ini dengan berbagai pengalamannya saat ikut sang bapak dalam mencari padi yang berkualitas di berbagai desa dekat rumah.
Cara panen padi ternyata cukup sederhana tetapi harus teliti. Cara panen dilakukan dengan cara potong bawah (5-10 cm diatas permukaan tanah) menggunakan sabit. Padi yang telah di potong dikumpulkan atau digunduk dengan menggunakan alas plastik 1m x 1m.
( sumber : google, http://donosari.desa.id › kabardetail › panen-padi )
“ Nah, sekarang udah paham ya, kita lebih baik dibagi jadi beberapa kelompok saja. 3 orang dengan salah satunya harus bisa menguasai cara panen yang baik dan benar,” ucap Wahid memberi instruksi. Semuanya mengangguk setuju dengan usulan yang diberikan oleh Wahid.
Sekelompok pemuda – pemudi itu langsung membentuk tim dan langsung berpencar. Mereka juga telah menentukan titik pengumpulan padi – padi yang sudah di panen.
bukan estafet olahraga yaa say...
thanks mbak 💪💪
cowok, tapi Ng tau flashback nya.
thanks mbak 💪💪
Monika, masalah cowok,gadun
apa maknya novi pelakor.
dah lah pusing gua,mana pensnya
Fuji sama pensnya keluarga gledek
sedang panas.padahal barusan
selesai mikirin Toriq haji dua bulan.
thanks mbak 💪💪
thanks mbak 💪💪
thanks mbak 💪💪
padi di sawah apalagi hembusan angin sepoi-sepoi.
thanks mbak 💪💪
thanks mbak 💪💪