NovelToon NovelToon
Rumah Rasa

Rumah Rasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen Angst / Teen School/College / Keluarga / Persahabatan / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: pecintamieinstant

Rumah Rasa adalah bangunan berbentuk rumah dengan goncangan yang bisa dirasakan dan tidak semua rumah dapat memilikinya.

Melibatkan perasaan yang dikeluarkan mengakibatkan rumah itu bergetar hebat.

Mereka berdua adalah penghuni yang tersisa.

Ini adalah kutukan.

Kisah ini menceritakan sepasang saudari perempuan dan rumah lama yang ditinggalkan oleh kedua orang tua mereka.

Nenek pernah bercerita tentang rumah itu. Rumah yang bisa berguncang apabila para pengguna rumah berdebat di dalam ruangan.

Awalnya, Gita tidak percaya dengan cerita Neneknya seiring dia tumbuh. Namun, ia menyadari satu hal ketika dia terlibat dalam perdebatan dengan kakaknya, Nita.

Mereka harus mencari cara agar rumah lama itu dapat pulih kembali. Nasib baik atau buruk ada di tangan mereka.

Bagaimana cara mereka mempertahankan rumah lama itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pecintamieinstant, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18

"Aku pulang," kata Gita setelah memasuki bagian dalam rumah gelap tak berpenghuni selain diri sendiri.

Bingung melakukan apa karena setelah menaikkan kresek putih ke atas meja makan, dirinya menggaruk rambut. Setelah membuka kulkas pun, isinya hanya beberapa telur dan setengah susu basi yang belum dibuang akhir-akhir ini.

Bukan dia tidak ingin atau tidak mau membeli sayur karena sejak awal terdapat ruko penjual sayur tetapi takut Kakaknya telah membelikan sayur mayur selepas pulang mengantor. Dia akan lebih marah jika Adiknya dan Kakaknya sama-sama membeli sayur, padahal mereka harus mengirit biaya keluar untuk membeli kebutuhan dapur.

Sangat sensitif apabila berkaitan dengan keperluan rumah.

Gita tidak menunggu Kakaknya pulang hari ini seperti biasanya. Seperti hari-hari sebelumnya.

Hanya satu yang selalu dipikirkan dan jika mengerjakan sesuatu, Gita tidak akan pernah fokus. Urusan perut adalah mutlak dikerjakan sebelum mengisi halaman buku pekerjaan sekolah, rutinitas pembersihan rumah, membabat habis kebun liar penuh tantangan dan hal-hal yang diharuskan untuk mengeluarkan keringat asin dari pori-pori kulit.

Mie instan kuah adalah makanan paling kezat yang bisa dinikmati bagi setiap kalangan masyarakat. Murah, enak dan tidak bergizi. Kecuali kau tambahkan sayuran hijau serta telur matang diatasnya.

Paling nikmat jika mamang penjual mie instant yang menyajikan. Rasa lebih kuat menendang  dibandingkan buatan sendiri padahal produk yang dipakai adalah sama. Apa rahasianya, heh?

Sejak tadi perempuan berbaju rumah sibuk mencari sebuah panci yang disembunyikan entah dimana. Rak dan rak dibuka lebar, memasuki kepalanya hingga dapat mengetahui apa saja barang di dalam. Selebihnya tangan-tangan panjang seakan menjalar untuk menemukan titik temu pencarian satu-satunya alat masak.

Gita selalu menunduk, mulut menggembung tutup karena menahan pengapnya udara yang harus ditahan. Wajah masam mencekik tidak menemukan.

Pindah menuju rak besar yang menempel pada dinding, sekali lagi berusaha menggeser alat pecah belah dan menemukan satu panci aluminium yang dibalikkan.

Tubuh diluruskan tegak sampai menghadap dinding dapur. Air dimasukkan dinaikkan pada tungku bersama dengan api menuju sedang. Uap terlihat, saatnya sekotak mie padat dicemplung beserta sebutir telur kulkas sebelum saatnya basi.

Menunggu lama membuat bosan, Gita menoleh menatap lama keadaan pada sekitar tubuhnya sendiri. Tidak ada keramaian akan orang-orang berkumpul, anak kecil berlari lalu menangis. Ibu mengumpul setelah selesai bekerja mengemas rumah dan santai mendengarkan suara berita yang disiarkan jam empat sore pun tidak dinyalakan.

Tidak disangka melamun membawanya sampai tetesan air mendidih menerpa kulit tangan bagian atas. Menoleh panik, Gita mengetahui air itu telah berubah busa karena telur yang dimasukkan dapat meningkatkan volume air menjadi tinggi.

"Oh, tidak." Gita menarik kedua tangan, kompor berubah berantakan bercecer air busa. Tungku panas terkena imbasnya.

Dipindahkan panci menuju tungku lain lebih bersih, kain lap siap menghadang noda-noda nakal.

Gesit dilakukan, kecepatan diadu oleh waktu yang semakin bergerak menuju gelapnya kota. Terbenamnya matahari turut menjadi penanda akan kedatangan Kakaknya yang sebentar lagi akan sampai kepada dirinya.

Sepertinya semua kekacauan telah dihilangkan dan Gita menghentikan kain lap berat setelah menyerap air-air kotor menuju kain serap lap motif kotak-kotak.

Panci mie diteruskan bersama paket bumbu sebagai kunci utama kelezatan hidangan itu. Disajikan panas, menghiraukan panci kering yang belum diberi air keran, beralih meletakkan mangkok panas menuju meja makan kosong.

"Enaknya," Uluran mie ditarik ke atas, asap muncul dan menghilang.

Meneguk ludah karena napsu makan yang tidak bisa ditahan lagi, sekarang menyeruput habis, seperti seseorang kelaparan seharian.

Mengangkat mangkok yang tersisa kuah, ditelan habis kuah berbumbu tak bersisa. Tidak boleh tertinggal sedikitpun sisa makanan karena itu adalah hasil kerja keras dari uang yang dikumpulkan lepas berjualan gelang buatan sendiri.

Mangkok diturunkan, manusia berbaju compang-camping masuk membawa tas kantor. Lintingan baju dinaikkan, rambut mengembang, sebelah kanan tangannya memegang tas hijau yang kelihatannya berat karena urat-urat lengan terlihat. Wajah mengkilat berminyak, jalan diseret lelah, memberi kesimpulan yang sudah cukup Gita mengerti keadaan Kakaknya.

"Makan apa kamu, Dek?" Nita melihat Adiknya yang juga turut melihatnya dengan juluran kedua tangan menempel mangkok.

"Makan mie," Suara lantang disebutkan setelah Gita beranjak bangun mendorong kursi duduknya sambil membawa mangkok.

"Mie lagi, mie lagi." Nita meletakkan tas hijau kepada meja makan bertaplak putih. "Kamu tidak pernah kapok makan makanan bermicin. Tidak sehat. Kakak kan pernah berpesan gunakan uang toples itu untuk membeli bahan makanan. Pakai uang itu. Bukan untuk beli mie."

Gita mendengarkan selama membersihkan alat makannya tanpa memberi ulasan ketika Kakaknya sibuk menceramahi.

"Kamu dengar Kakak tidak, Dek?"

Tidak ada suara yang keluar melalui mulut Adiknya. Hanyalah air keran berbunyi jelas sebagai pertemanan dalam perdebatan sepasang saudari.

Mata berat dikedipkan, tanda lelah mendengarkan Kakaknya berkomentar dengan menu makan miliknya itu.

Keran air dimatikan, saatnya Gita mengamati Kakaknya telah duduk menggerakkan kening. Pusing memikirkan sesuatu dan sekarang harus menghadapi Adiknya yang keras kepala.

"Gita sudah masak nasi. Kalau Kakak ingin makan, ada di tempatnya." Berbalik badan menuju tangga didekatnya, sekali lagi sebelum hendak meninggalkan Kakaknya, Gita mengamati sementara.

Menatap lama, Gita memperhatikan anak tangga. Berjalan cepat menaiki lantai dua kepada kamar pribadi.

Pintu menutup, menghentikan pertengkaran, menghindari melihat wajah Nita, Kakaknya.

...***...

Dua jam dilakukan tidak terasa karena Gita mengerjakan tugas sekolah yang selalu dihiraukan. Sekarang mencoba mengembalikan semangat dalam belajarnya.

Sebanyak tiga buku berbeda pelajaran telah menumpuk pada sisi mejanya, bituh waktu lama untuk menghabiskan setiap satu buku karena harus memikirkan jawaban logis agar mendapat jawaban benar.

Kamar itu sepi kecuali gerakan menulis tak kunjung reda dihentikan. Menghapus lalu menulis lalu menghapus lagi, ditambah lagi coretan acak karena memusingkan jawaban yang tidak tepat. Semua itu dilakukan secara serius.

"Semoga saja dia mempersilahkan untukku untuk berlibur." Gita melekatkan kursi, menghadap plafon kamar. Angan-angan berekspetasi tentang hari libur.

Gita melamun panjang.

Alarm ponsel mengejutkan raganya ketika sepasang mata hendak turun untuk merayunya tidur.

Terjatuh dari kursi belajar, pelajar bernama Gita segera bangkit sembari mengelus kepala. Tangan melacak keberadaan ponsel miliknya.

"Ya ampun, ternyata belum dimatikan." Gita meringis sakit karena mengetahui deretan akan angka penentu waktu untuk alarm masih diaktifkan.

Ketukan layar berhasil mematikan waktu penanda jam pengingat kegiatan dalam ponselnya.

Menurunkan rasa terkejut, Gita mengelus dada. Berhasil melewati rasa kagetnya, sekali lagi rasa tak nyaman harus dirasakan.

Karena itu, Gita berdiri lagi menuju pintu. Membuka pintu kamar, serta menuruni tangga berjinjit kaki pelan-pelan karena tak mau mengejutkan Kakaknya, dia berhasil menjejakkan kaki pada lantai satu.

Lantai satu hanya diterangi satu lampu saja, yakni pada ruang tengah.

"Gelap sekali," Gita menggerakkan kepala kiri dan kanan sebelum melancarkan aksinya.

Pandangan itu berakhir setelah mendengar suara pendingin makanan yang dihidupkan lama.

Lemari pendingin menyejukkan pikiran kusut serta amarah yang akhirnya reda menghilang.

Lagipula Gita turut senang karena kulkas ini telah diisi oleh bahan-bahan makanan yang dibeli sewaktu Kakaknya pulang mengantor.

Susu tanpa rasa adalah incaran utama dalam menemani semangat belajarnya.

"Kak, Gita ambil, ya?" Gita meredupkan suara, menunduk setengah punggungnya dan meraih satu kaleng minuman.

Ditegakkan ulang punggung itu dan berbalik badan, Nita berdiri tepat menghalangi anak tangga. Melipat tangan, menyimak kegiatan Adiknya.

"ASTAGA, KAK?!" Gita terjatuh, tangan menempel kencang menyentuh permukaan kulkas polos.

Gita mengambil kaleng kopi, bangun berdiri lagi. "Apa Kakak tidak ada cara lain untuk mengejutkan Gita? Sudah pakai masker putih, gaun putih. Lama-lama Kakak seperti hantu belanda, lho."

"Hei, Kakak ini melakukan perawatan kulit. Enak saja kamu memanggil hantu belanda."

"Oh, benarkah?" Gita tertawa pelan. "Kenapa ada disini, Kak?"

"Kakak ingin masak makan malam. Jangan meminta. Katanya, kamu sudah makan hari ini."

"Ya, Gita masih kenyang."

"Kamu sedang apa disana? Dan ditangamu itu, kamu ambil apa?"

"Susu kaleng. Gita minta dari Kakak untuk mengerjakan tugas sekolah."

Anggukan kepala ditunjukkan Nita, mempersilahkan untuk mengambil barang yang tersedia.

Berjalan melewati Kakaknya, Nita memotong jalan Gita sebelum meneruskan jalan menuju atas. "Dek?"

Ketika Nita telah memanggilnya "Dek" dipastikan tidak ada rasa tenang, juga panggilan itu sepertinya akan membuatnya emosi.

Gita melihat ke belakang.

Satu perempuan bergaun putih berdiri menatapnya. "Besok kamu jaga rumah. Tidak ada liburan. Jangan main kemana-mana. Kamu bisa, kan?"

1
S. M yanie
semangat kak...
pecintamieinstant: Siap, Kak 🥰👍😎
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!