andaikata takdir bisa kupilih, aku akan menulis takdirku sendiri.
pernikahan yang aku anggap awal dari semua kebahagiaanku, ternyata awal dari deritaku.
mampukah nadira bertahan atau berhenti dititik lelahnya. setelah dia mengetahui ternyata sang suami "davin pratama" yang sangat dicintai ternyata telah memiliki istri, dan kebenaran yang buat nadira hancur, sehancurnya, ternyata disini dialah orang ketiga nya.
ikuti kisah nya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mikhayla92, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Davin VS Kenand
saat dikantor aku sama sekali tidak bisa fokus dengan pekerjaanku. Fikiranku semuanya tertuju pada Nadira. Aku menatap foto pernikahan kami yang ada diatas meja kerjaku.
Kami berdua terlihat sangat bahagia disana tertawa lepas saling menatap penuh cinta. saat itu aku fikir hubungan kami akan baik-baik saja, kami akan menjadi keluarga yang bahagia bersama anak-anak kami kelak. karena kesalahanku Nadira memilih mundur dari pernikahan ini sebelum impian itu terwujud.
Nadira lebih memikirkan nasib anak-anakku dan lebih mementingkan perasaan Vania, meskipun ia terluka. Lelaki macam apa aku ini tidak bisa memberikan kebahagiaan untuk orang yang sangat berarti dalam hidupku.
Aku tersentak dari lamunanku kala ponselku berdering. Aku mengernyitkan kening saat melihat nomor yang tertera disana.
"Kenand ... Mau apa dia?"
Setelah kejadian beberapa tahun yang lalu kami tidak lagi berhubungan, persahabatan yang sudah lama terjalin berakhir begitu saja.
Kenand menjaga jarak denganku padahal ini hanya sebuah kesalahpahaman Kenand tidak mengerti dengan keadaanku saat itu.
"Aku tunggu ditempat biasa!" Saat aku mengangkat panggilan kenand.
Tanpa menunhgu jawaban dariku dia langsung mengakhiri panggilan. Entah apa yang ingin ia bicarakan bukankah selama ini dia sangat membenciku.
Aku menimbang antara pergi atau tidak, jika pergi emosiku ataupun emosi Kenand tidak akan terkontrol nantinya, terakhir kami bertemu kami saling baku hantam tidak ada yang mau mengalah. jika tidak pergi banyak pertanyaan soal Nadira yang bekerja ditempatnya. Aku yakin ini sudah direncanakan Kenand, tidak mungkin hanya kebetulan semata.
Aku khawatir kenand menjadikan Nadira sebagai alat untuk balas dendamnya terhadapku, dan yang paling aku takutkan Kenand menyakiti Nadira.
Sedangkan kenand baru saja keluar dari rumah sakit ia berpamitan dengan Nadira untuk balik lagi kekantor setelah mengurus biaya administrasi Nadira.
Dan Kenand baru bisa meninggalkan rumah sakit saat Lisa sahabat Nadira datang.
Saaat didalam mobil aku menghubungi Davin, aku ingin lihat bagaimana seorang Davin menyelesaikan masalahnya.
Aku yakin dia sudah tau jika istrinya bekerja dikantorku. Dan pastinya dia mengira ini semua sudah aku rencanakan.
Darahku mendidih mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu, aku tidak bisa menerima alasan davin waktu itu. yang aku tau davin hanyalah laki-laki egois yang hanya mementingkan kebahagiaannya sendiri.
Setidaknya dia mempertimbangkan keputusannya waktu itu mengingat lamanya persahabatan kami, tapi Davin tidak peduli, dia tetap dengan keputusannya.
Dan ternyata sampai sekarang keegoisannya masih sama, dia menjerat wanita sebaik Nadira dengan kebohongnnya
Davin terlalu terobsesi untuk memiliki wanita Nadira,sedangkan dia telah memiliki istri dan anak, Davin memang laki-laki bajingan.
Sepertinya akan sangat seru jika aku masuk kedalam kehidupan Davin, aku ingin melihat kehancuran Davin Pratama saat rumah tangganya Hancur dan ditinggalkan oleh orang yang sangat dicintainya.
Rasa sakit Dinda akan terbalaskan. Davin akan merasakan berada diposisi Dinda waktu itu, mencintai tapi tidak bisa memiliki lagi. Nadira pasti akan melepaskan Davin Karena dia bukan tipe wanita yang bisa menyakiti hati orang lain, apalagi istri pertama davin sudah terang-terangan menemui nadira.
Tanpa davin sadari aku telah memantau kehidupannya jauh-jauh hari. Aku tidak akan semudah itu melepaskan Davin.
"Aku tunggu ditempat biasa!"
Saat panggilan telpon ku diangkat, aku langsung mengakhiri panggilan tersebut lalu meminta sopirku membawaku ketempat pertemuan kami.
Lima belas menit menunggu akhirnya Davin datang juga. Lapangan basket ini adalah saksi persahabatan kami dulu Kami lebih sering menghabiskan waktu disini.
"Waahh ... ternyata kamu datang juga." remehku.
"Apa tujuanmu sebenarnya ken? Ujar Davin.
"Maksudnya?" Aku pura-pura tidak mengerti.
"Tidak usah pura-pura tidak mengerti, kenapa kamu memperkerjakan istriku?"
"Kamu pasti telah merencanakan sesuatu kan?"
"Oh ... jadi nadira istrimu?"
"Sayang sekali wanita sebaik dia bisa jatuh ketangan laki-laki egois sepertimu."
"Kamu tidak tahu apa-apa tentang hubungan kami, jadi tidak usah mencampurkan urusan masa lalu kita dengan istriku."
"Jangan pernah sekali-kali kamu menyentuhnya." aku menunjuk kearah kenand.
"prok ... Prok ...
"Tenyata seorang Davin Pratama bisa jatuh cinta juga!" Aku menepuk kedua tanganku.
"Hal yang sangat langka, lalu bagaimana dengan istri pertamamu? jangan rakus."
"Ternyata selain egois kamu juga senang mempermainkan hati wanita ya?"
"Wanita-wanita itu terlalu bodoh bisa-bisanya memberikan cinta mereka pada laki-laki yang tidak punya hati seperti kamu." Aku menatap tajam kearah davin.
Bermain-main dengan emosi Davin membawa kebahagiaan tersendiri untukku. apalagi melihat sorot kemarahan dimatanya.
"Itu urusaku, tidak perlu kamu mencampuri urusan rumah tanggaku kenand."
"Tapi aku ingin sekali ikut campur, apalagi urusan rumah tanggamu dengan Nadira wanita yang sangat kamu cintai."
"Sekali lagi aku peringatkan, jangan pernah sentuh istriku." aku menonjok kenand dengan keras, emosiku sudah berada diubun-ubun.
Hahahaaa ...
Aku tertawa sangat keras, lalu mengusap darah yang keluar dari sudut bibirku.
"Aku pastikan kamu akan kehilangan Nadira untuk selama-lamanya."
"Akan kubuat kamu hanya bisa melihatnya saja tanpa bisa menyentuhnya lagi."
"Seperti dindaku waktu itu!" Aku menyeringai kearah Davin, lalu pergi meninggalkannya.
"Berhenti kau Kenand, urusan kita belum selesai. Aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan rumah tanggaku dengan Nadira.
Aku berlari mengejar mobil yang membawa Kenand, dia menurunkan sedikit kaca mobilnya.
"Pasti Nadira sangat kecewa, saat ia tengah berada dirumah sakit suaminya tidak tahu apa-apa."
"Jalan pak." Ujar kenand sambil tersenyum remeh kearahku.
"Apa maksud kamu ken, dimana Nadira?"
"Ken ... kenand." Teriakku.
Mobil yang ditumpangi Kenad menjauh meninggalkanku.
Kenapa kamu tidak mengerti sama sekali Ken, cinta tidak bisa dipaksakan. Menikahi Vania saja membuatku tertekan, dan kamu ingin memasukan Dinda kedalam masalahku dengan meminta hal yang tidak mungkin bisa aku wujudkan.
aku juga berhak memilih kebahagiaanku sendiri, jatuh cinta merupakan anugerah terindah dari tuhan untukku, selama ini aku tidak pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Saat aku telah memilikinya tidak semudah itu aku akan melepaskannya. Bathinku
Aku berlari kearah mobilku, mengambil ponsel lalu langsung menghubungi nomor Nadira.
tubuh bergetar, apa yang terjadi dengan Nadira, kenapa dia bisa berada dirumah sakit. Pikiran buruk mulai menguasai fikiranku.
Mungkin sudah puluhan kali aku menghubungi ponsel istriku tapi tetap tidak ada jawaban.
Dirumah sakit mana aku harus mencari isriku, sedangkan Kenand tidak akan mungkin mau memberitahu alamat rumah sakitnya.
Aku mencoba menghubungi ponsel Nadira sekali lagi, akhirnya panggilanku diangkat.
"Halo sayang."
"Kamu dimana? apa yang terjadi? Dirumah sakit mana kamu Sayang?"
Aku menanyakan banyak pertanyaan, aku ketakutan disini, seluruh tubuhku bergetar.
"Vin, ini aku Lisa."
"Lisa ... dimana nadira?"
"nnadira dirumah kalian sekarang."
"Baiklah ... Aku akan segera kesana."
Mematikan ponselku, Lalu aku gegas membawa mobilku dengan kecepatan tinggi. Aku ingin segera sampai dirumah.
"Nad, tadi suamimu menelpon." ujar Lisa saat Nadira keluar dari kamar mandi.
"Mas Davin?"
"Iya ... Sepertinya dia sangat mencemaskan mu, dia bertanya kamu lagi ada dirumah sakit mana?"
"apa?" Aku terlonjak.
Darimana mas davin tau jika aku dirumah sakit, apa pak Kenand yang memberi kabar tentangku, gumamku.
"Lis ... Apa mas davin sudah tau jika aku hamil?"
"Bagaimana ini." aku sedikit panik.
"Aku takut akan sulit untukku membujuk mas Davin kembali kepada keluarganya."
"kamu tenang ya nad."
"Kita cari tahu nanti jika suami kamu pulang."
Aku hanya menganggukan kepalaku.
Kepalaku sedikit pusing, Lisa membawaku ketempat tidur dan membantu membaringkan tubuhku.
Sebenarnya dokter memintaku untuk tetap dirawat tapi aku memaksa ingin tetap pulang hari ini juga, jika berlama- lama berada dirumah sakit tidak menutup kemungkinan mas Davin akan mengetahui tentang kehamilanku.
"Nad ... apa sebaiknya kita hubungi orangtuamu?"
"kamu harus menceritakan semuanya."
"Iya nanti Lis, tapi bukan sekarang."
"Aku khawatir hanya akan menambah beban fikiran mereka, pasti nantinya mereka akan mencemaskanku."
"Lebih baik mereka mendengarkannya langsung dari kamu, dari pada mereka mengetahui kebenarannya dari orang lain."
"Iya aku tahu, tapi aku belum siap.
Nadira ... Dengarkan aku."
"Kamu lagi hamil, kamu membutuhkan mereka disampingmu."
"Oke ... Aku tidak perlu kamu pertanyakan lagi, kapanpun kamu membutuhkanku aku akan membuka lebar tangan ini untuk membantumu, tapi sekarang kamu butuh keluargamu Nad."
"Jika suamimu tidak bisa dijadikan tempat bersandar setidaknya ada orangtuamu tempat kamu berbagi kebahagiaan."
"Masalahmu tidak akan terselesaikan oleh kamu sendiri, harus ada campur tangan keluargamu, jika kalian berpisah sejatinya anak perempuan akan kembali lagi menjadi tanggung jawab orangtua nya."
"Aku yakin mama sama papamu tidak akan memaksa jika kamu ingin mengakhiri pernikahan kalian."
Aku mendengar nasihat dari sahabatku dengan seksama. ada benarnya jika aku menceritakan semuanya pada kedua orangtuaku. Aku memang butuh orang lain untuk tempatku mengadu.
"Ya Lis ... aku pasti akan menceritakan semuanya."
"Terimakasih untuk semuanya."
"Jika tidak ada kamu, mungkin masalahku akan aku pendam sendiri."
"Kamu bukan hanya sahabat untukku, tapi kamu sudah seperti saudara perempuanku."
"Aku juga ikut terluka melihatmu diperlakukan seperti ini."
"Kamu harus tetap kuat agar ponakan aku ini tetap sehat, Biar nanti bisa jagain mommynya. Aku tersenyum kearah Nadira sambil mengelus perutnya yang masih rata.
Aku sedikit terhibur dengan ucapan Lisa, dia selalu bisa menenangkanku.
"Kamu istirahat ya, aku akan menjagamu."
"Hmm ..." Sambil mengangguk kecil kearah Lisa.
Aku memejamkan mata ini, mungkin karena pengaruh obat aku langsung tertidur.
Disaat Nadira tertidur, pintu kamar terbuka ternyata Davin. Dia sangat tergesa-gesa. Mungkin dia sangat mengkhawatirkan Nadira.
Aku meletakan jari telunjuk dibibirku. Sebagai isyarat agar tidak mengganggu Nadira.
"Kita keluar saja Vin, Nadira baru saja beristirahat."
Davin mengiyakan ucapanku, kami memilih duduk dibangku taman diluar rumah.
"Apa yang terjadi dengan Nadira lis, kenapa kalian tidak menghubungiku?"
"Aku juga dihubungi oleh bosnya Nadira, dia memberitahuku kalau Nadira masuk rumah sakit."
"Katanya Nadira pingsan dikantor lalu dia bawa kerumah sakit."
"Jadi Kenand yang menghubungimu?"
"Iya ..." aku berbohong, padahal Nadiralah yang menghubungiku.
Aku takut mempersulit masalah mereka jika aku bilang Nadira sendiri yang menghubungi ku.
"Apa Kenand bilang sesuatu tentang kenapa Nadira pingsan?"
"Katanya Nadira terlalu banyak fikiran."
"Kamu jaga nadira ya? Aku harus pulang, besok aku kesini lagi."
"Baiklah ... Kamu hati-hati dijalan."
"Terimakasih sudah menjaga istriku."
Aku mohon tolong jangan mempersulit Nadira lagi."
"Dia bukan wanita yang tegar, hatinya mudah sekali terluka dan sangat rapuh tapi dia seperti wanita kuat saat didepanmu."
"Kamu pasti tau Nadira tidak bisa melihat istri dan anak-anakmu terluka, dia pasti lebih memilih mengalah. Jadi aku mohon terima saja keputusanlah keputusannya."
"Semakin kamu mempertahankan hubungan kalian, maka kamu akan semakin menyakiti Nadira."
Aku pergi meninggalkan Davin tanpa menunggu jawabannya.
Aku mematung mendengar ucapan sahabat istriku, dia memang lebih mengerti sifat Nadira, tapi maaf Lisa untuk masalah ini Aku tidak bisa mewujudkan keinginanmu, aku hanya menginginkan hidup bersama istriku sampai maut memisahkan kami.
Biarlah aku terlihat egois disini, rasa cintaku Terlalu dalam hingga menutup akal sehatku, aku tidak ingin anak-anak menjadi alasanku untuk meninggalkan Nadira.
Aku berjalan dengan langkah pelan menuju kamar kami dan mendekat kearah istriku, menarik kursi rias Nadira lalu duduk tepat disampingnya.
Kupandangi wajah lelahnya yang tampak semakin tirus, tubuh Nadira sedikit kurus, dia pasti sangat tertekan. Aku akan memperjuangkan cinta kita Nad apapun yang terjadi, aku mohon bertahanlah. Bathinku.
aku menggenggam tangan istriku mencium nya sangat lama, aku terisak ... aku berusaha menahan tangisku takut mengganggu waktu istirahat Nadira. ada luka yang tidak bisa kujelaskan dengan kata-kata disini, ini sangat-sangat sakit.
Kenapa tidak ada yang mengerti tentang cintaku, aku hanya ingin menghabiskan sisa umurku dengan orang yang aku sayang.
Aku memang salah, tapi apakah kesalahanku memang tidak termaafkan lagi.
Aku tertidur disamping ranjang istriku, saat terbangun aku melihat jam masih pukul empat subuh. Nadira masih terlelap sepertinya dia benar-benar lelah mungkin karena akhir-akhir ini seringnya terjadi perselisihan antara kami.
Aku mengelus rambutnya, lalu bangkit menuju dapur yang berada dilantai bawah.
Aku akan memasak bubur yang spesial buat istriku, dia butuh asupan supaya cepat pulih.
Sekitar lima belas menit bubur yang aku buat telah selesai. Aku menghidu aromanya, Nadira pasti suka, aku mengulum senyum.
Hari ini aku akan cuti kekantor, aku akan mengurus Nadira sampai sembuh.
Saat sampai dikamar, tidak kulihat istriku ditempat tidur, sepertinya dia dikamar mandi.
Aku menunggu beberapa saat sampai pintu kamar mandi terbuka.
Nadira terlihat segar setelah mandi, dia terlihat cantik saat rambut basahnya dia biarkan tergerai.
wajah inilah yang membuatku setiap hari menggilai wanita ini. wajah cantiknya tanpa polesan make up mampu menghipnotis setiap kali aku menatapnya. ditambah hatinya yang lembut dan putih seperti kapas.
Aku menghampirinya, lalu membawa Nadira kesofa yang berada disudut kamar. Tidak ada penolakan, aku mengambil nampan bubur yang aku buat tadi, lalu duduk disebelahnya.
"Sayang ... mas buatkan bubur untukmu."
"Nni masih subuh mas ... Memangnya mas bangun dari ham berapa? Nadira menatapku.
"Mas tidak bisa tidur nyenyakbsaat kekasih halal mas ini belum masih belum bangun." Aku mencuil hidung mancung nadira.
"Apakah masih ada yang sakit?"
Aku menggeleng pelan, "aku sudah baikan mas."
"Syukurlah ... mas sangat mengkhawatirkanmu."
"Jangan seperti ini lagi, kamu membuat mas takut." Aku mengusap pucuk kepala istriku.
"Iya mas ... Aku janji."
mas Davin menyuapiku, sampai buburnya habis.
Entah bawaan kehamilanku aku rasanya ingin selalu didekat suamiku apalagi mencium aroma tubuhnya.
Aku memeluk erat tubuh suamiku, Saat mas Davin selesai menyuapiku..
"biarkan tetap seperti ini mas.l
Mas davin mempererat pelukannya, satu tetea air mataku jatuh begitu saja, aku buru-buru menghapusnya tidak ingin mas Davin melihatnya.
"Aku sangat mencintaimu sayang ... benar-benar mencintaimu." Ucap mas davin,
ia memperdalam pelukannya.
"Cinta kita tidak salah mas, tapi pertemuan kita yang tidak tepat."
Aku juga butuh kamu mas disaat masa-masa kehamilanku aku sangat membutuhkan kamu disampingku, apalagi sepertinya anak kita ingin selalu didekat ayahnya. bathinku
Tapi pada kenyataannya aku tidak seberani itu mengungkapkannya, ucapan itu hanya terucap didalam hati. Aku terlalu takut mengakuinya, aku takut saat mas davin tahu kehamilanku dia akan benar-benar meninggalkan keluarganya.
Berulang kali aku mencoba untuk berdamai dengan keadaan, mencoba menerima kenyataan ini tapi aku tidak bisa, aku akan sangat berdosa jika hubungan ini tetapku teruskan sedangkan aku telah mengetahui jika mas Davin sudah mempunyai keluarga kecilnya.
"Tapi kita bisa sama-sama mempertahankannya Nad, cobalah untuk mengerti sekali ini saja."
Aku melepaskan pelukanku, lalu meletakkan jari telunjukku di bibir mas davin. Aku tidak ingin membahas tentang itu sekarang, aku ingin menghabis kan waktu yang mungkin tersisa hanya sebentar saja bersama suamiku.
"Jangan bahas itu sekarang mas."
"Aku hanya ingin menghabiskan waktu hari ini hanya tentang kita berdua saja."
"Aku sangat merindukan momen berdua seperti ini mas."
aku membaringkan tubuhku disofa, berbantalkan kaki mas davin.
Kami saling bertatapan, mas Davin mencium kening ini lalu mengecup bibirku, mas Davin mengangkat tubuhku dan membaringkanku diranjang. mungkin ini terakhir kalinya aku melayani suamiku.
andai saja waktu bisa berhenti, aku ingin waktu berhenti sampai disini saja.
******
Saat ini Kenand berada ditempat ia bertemu dengan Davin beberapa waktu lalu, sebenarnya dia tidak pergi Kenand hanya sedikit menjauh dari sana. Saat Davin pergi waktu itulah Kenand keluar dari mobilnya lalu menuju kelapangan basket tempat pavoritnya bersama Davin.
Sebenarnya aku sangat merindukan sahabatku Davin, mengingat kenangan-kenangan yang telah kami lewati disini.
Aku mengusap gusar wajahku, aku berjanji akan melepaskan Nadira dari jeratan Davin, cukup Dinda yang menjadi korban dari keegoisannya.
Aku mengingat pertemuan pertamaku bersama Nadira diacara perayaan pernikahan davin waktu itu.
Sebenarnya aku tidak diundang diacara itu, karena hunbungan kami memang tidak baik, aku hanya memantau Davin dari kejauhan saja.
Tapi entah kenapa setelah kejadian Nadira menabrakku waktu itu aku selalu memikirkannya. dan menjadikannya sebagai sekretarisku hanya alasanku saja.
Pagi hari aku batu kembali, semalaman aku hanya menghabiskan waktuku bermain basket untuk meluapkan semua emosiku.
TITIK LELAHKU
BY : MIKHAYLA92