Adisti sudah mengabdikan hidupnya pada sang suami. Namun, ternyata semua sia-sia. Kesetiaan yang selalu dia pegang teguh akhirnya dikhianati. Janji yang terucap begitu manis dari bibir Bryan—suaminya, ternyata hanya kepalsuan.
Yang lebih membuatnya terluka, orang-orang yang selama ini dia sayangi justru ikut dalam kebohongan sang suami.
Mampukah Adisti menjalani kehidupan rumah tangganya yang sudah tidak sehat dan penuh kepalsuan?
Ataukah memilih berpisah dan memulai hidupnya yang baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Bryan tahu yang sebenarnya
"Tidak, itu tidak mungkin! aku tidak mungkin dipecat dari perusahaan. Selama ini aku sudah mengabdikan diri pada perusahaan itu. Tidak jarang juga aku selalu memenangkan banyak tender di sana. Bagaimana mungkin aku bisa dipecat seperti ini?" pekik Bryan tanpa sadar hingga membuat para tamu terkejut dan saling berbisik.
Mama Lusi yang ada di sampingnya pun ikut terkejut. Wanita itu mendekati putranya dan mengambil kertas yang ada di tangan Bryan. Dia membaca dengan saksama, hingga melototkan matanya, Mama Lusi pun tidak percaya dengan apa yang dilihat. Selama ini wanita itu selalu mengagungkan putranya dengan banyak prestasi yang sudah didapat. Bagaimana bisa mendapatkan semua ini begitu saja.
"Pasti ini ada kesalahpahaman, Bryan. Kamu harus segera pergi ke perusahaan dan bertanya mengenai hal ini," ucap Mama Lusi yang merasa ada yang salah.
"Tapi saya rasa itu percuma, Bu, karena di surat itu juga tertera apa pelanggaran yang sudah dilakukan oleh Pak Bryan. Perusahaan juga tidak akan memecat orang sembarangan," sahut seseorang yang tadi mengantarkan surat.
Bryan mengepalkan tangannya, perusahaan tidak mungkin mengetahui hal ini jika tidak ada orang yang melaporkan. Dia yakin jika itu adalah Adisti. Pria itu tahu jika sang istri mampu melakukan semuanya, termasuk menghancurkan karirnya yang sudah dibangun dengan susah payah. Bryan menatap Adisti dengan pandangan tajam.
Namun, wanita itu sama sekali tidak takut dengan sang suami. Dia merasa senang karena akhirnya tahu seberapa besar kekuatannya hingga mampu membuat seorang Bryan yang selama ini terkenal angkuh, bisa hancur begitu saja. Sang suami juga perlu tahu seberapa besar kekuatan wanita yang selama ini pria itu rendahkan.
"Kenapa kamu melakukan ini padaku? Aku masih suamimu, seharusnya kamu mendukung karirku, bukan menghancurkannya seperti ini!" geram Bryan, ingin sekali dia menampar istrinya, tetapi sadar jika di rumah ini masih banyak orang.
"Kamu mau tahu alasannya? Sudah aku pernah katakan sebelumnya, kalau aku tidak akan memaafkan sebuah penghianatan dan kamu melanggarnya. Sekarang seharusnya kamu sadar, selama ini kamu bisa sampai di titik ini itu karena siapa, kalau bukan karena aku. Kamu terlalu menyombongkan dirimu sendiri," cibir Adisti dengan tatapan remeh ke arah sahabatnya.
"Aku mendapatkan pekerjaan ini karena usah sendiri! Aku memulai semuanya dari nol."
Adisti tertawa terbahak-bahak, menyadari kebodohan suaminya selama ini. "Kamu pikir kamu bisa mendapatkan pekerjaan dengan mudah? Bisa naik jabatan begitu saja? Bahkan pegawai yang sudah puluhan tahun saja belum tentu berada dalam posisi kamu. Seharusnya kamu memikirkan hal itu."
Bryan terdiam, memang benar apa yang dikatakan sang istri. Bahkan beberapa teman kerjanya pun sering mengatakan jika dirinya bisa dengan sangat mudah naik jabatan, padahal hasil pekerjaannya sama saja dengan yang lain, tetapi atasan seolah hanya melihatnya. Selama ini dia selalu membantah apa yang dikatakan teman-temannya, tetapi sekarang mendengar apa yang dikatakan Adisti, Bryan jadi kepikiran. Apakah mungkin sang istri terlibat dalam semua ini, tetapi dari mana wanita itu mengenal orang-orang di perusahaan.
Adisti yang tahu kebingungan sang suami pun berkata, "Kamu penasaran kenapa aku bisa dengan mudah memasukkanmu ke dalam perusahaan itu? Kamu juga bisa naik jabatan begitu mudah? Itu karena pemilik perusahaan itu, yang tidak lain adalah Tuan Gunawan adalah sahabat dari almarhum papa dan dia menganggapku seperti putrinya. Itulah sebabnya saat aku meminta tolong padanya agar memberi pekerjaan untukmu di perusahaannya, dia langsung menyetujuinya, tapi karena kebodohanmu yang telah melakukan kesalahan dengan mudahnya juga aku akan membuatmu kembali ke tempatmu semula. Kamu masih sangat ingat 'kan apa pekerjaanmu sebelum menikah denganku?"
Brian diam membeku, dia tidak menyangka jika apa yang didapatkan selama ini adalah bantuan dari Adisti. Selama ini pria itu selalu membanggakan apa yang didapatkannya pada semua orang, juga meremehkan pekerjaan orang lain karena jabatannya jauh lebih tinggi. Ternyata Bryan salah karena yang dia dapat justru pemberian dari sang istri. Dia tidak memiliki apa pun untuk dibanggakan.
"Kenapa selama ini kamu diam saja, tidak mengatakan apa pun padaku?" tanya Bryan dengan suara lemah.
"Karena sebagai seorang istri, aku hanya ingin menjaga harga diri suamiku. Aku tidak ingin suamiku merasa rendah diri di hadapanku dan di hadapan orang lain. Sebisa mungkin dia harus terlihat kuat dan berdiri di atas kakinya sendiri. Aku hanya ingin menjaga harga dirimu, tapi aku sadar apa yang aku lakukan ternyata salah. Tidak seharusnya aku terlalu menjunjungmu, hingga membuatmu lupa daratan atau mungkin memang sejak awal kamu dasar orang yang tidak tahu terima kasih. Aku sudah mendampingimu sejak kamu bukan siapa-siapa, tapi saat kamu berada di atas justru kamu memilih wanita lain untuk berada di sampingmu."
"Aku melakukannya karena aku juga membutuhkan seorang anak. Aku tidak mungkin selamanya hidup sendiri."
"Pikiranmu terlalu picik, kita bahkan tidak pernah memeriksakan diri masing-masing, tidak tahu siapa sebenarnya yang bermasalah."
"Tentu saja kamu. Aku sudah terbukti bisa memiliki seorang anak."
"Oh iya, apakah itu sudah bisa dijanjikan istrimu? Sebelum kamu menikahinya, apa kamu yakin kalau itu adalah anakmu?"
Sahna yang mendengar pun naik pitam, dia tidak terima dengan apa yang dikatakan Adisti. "Apa kamu bilang! Tentu saja ini anak Mas Bryan, aku hanya berhubungan dengannya.
"Tapi aku tidak yakin. Sebelum menikah saja kamu bisa berhubungan dengan suami orang, tidak menutup kemungkinan kamu juga melakukan itu dengan pria lain, tapi itu bukanlah urusanku. Terserah kalian mau melakukan apa. Urusanku disini sudah selesai, aku harus pergi. Terima kasih meskipun kehadiranku tidak disambut dengan baik, aku permisi. Assalamualaikum." Adisty pun pergi dari sini bersama dengan asisten dan juga pegawainya.
Sepanjang perjalanan pulang, Adisti sama sekali tidak berbicara satu kata pun. Dia masih menahan amarah akibat ulah sang suami. Untung saja tadi di rumah sang mertua bisa mengendalikan diri dengan baik, hingga tidak mengeluarkan air matanya dan kini hanya tinggal amarah di dalam dada. Ternyata sang suami begitu sangat mencintai selingkuhannya, hingga melakukan semuanya sejauh ini.
Di tengah-tengah kekacauan yang ada dalam pikirannya, ponsel yang ada di dalam tas berbunyi. Tertera nama Gunawan di sana, segera Adisti mengangkatnya.
"Assalamualaikum, selamat sore, Om. Bagaimana kabarnya?" sapa Adisti terlebih dahulu.
"Waalaikumsalam, baik, Om harap juga kamu baik karena ada sesuatu yang ingin Om katakan padamu," sahut Gunawan dari balik sambungan telepon.
"Ada apa, Om? Apa ada sesuatu yang penting? Ini mengenai perusahaan, ternyata selama ini Arsylla menggelapkan beberapa dana dari perusahaan. Meskipun jumlahnya tidak seberapa, tetapi karena terlalu sering dia melakukannya, hingga jumlahnya pun tidak sedikit. Menurutmu sebaiknya Om harus bagaimana?"
"Aku percayakan Om bisa menangani semuanya dengan baik."
"Om sengaja memang bertanya padamu, takutnya nanti kamu tidak percaya dengan apa yang Om katakan."
"Meskipun dia tidak melakukan kesalahan, aku tetap ingin Om memecatnya jadi, tidak peduli itu benar atau tidak aku hanya ingin dia keluar dari sana."
"Baiklah akan Om lakukan sesuai keinginanmu. Ternyata kamu bisa kejam juga," cibir Gunawan sekaligus memujinya.
"Ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang sudah mereka lakukan padaku. Aku hanya ingin membalasnya. Terima kasih, Om sudah mau membantuku."
Adisti merasa terharu, di tengah-tengah orang yang tidak tahu terima kasih padanya, justru ada beberapa orang yang begitu peduli padanya. Di zaman sekarang memang sulit untuk menemukannya dan dia bersyukur masih dikelilingi orang-orang seperti itu. Mengenai sang suami dia ingin segera lepas dari ikatan yang akan semakin membuatnya terpuruk. Wanita itu ingin bebas dan ingin hidup tenang di kehidupan selanjutnya.
Entahlah Adisti akan membuka hati untuk pria lain atau tidak, tapi untuk saat ini dia masih belum memikirkan hal itu. Dirinya masih ingin hidup sendiri yang menikmati waktu kesendirian dengan orang-orang yang selalu ada di sekitarnya. Wanita itu tahu suatu hari nanti semua orang harus pergi masing-masing dalam kehidupannya serta anak-anak mereka. Adisti pun harus siap jika hari itu memang harus tiba.
"Kita mau ke mana, Bu?" tanya Nadia membuyarkan lamunan Adisti.
Tidak menyangka jika mobil yang ditumpanginya sampai juga di tempat tinggalnya. Meskipun harus menempuh waktu selama tiga jam akhirnya sampai ke rumah.
"Hubungi ahli kunci agar mengganti semua kunci rumah sekarang juga. Jangan lupa juga pasang kamera CCTV agar mengetahui setiap pergerakan di sekitar rumah."