PERCINTAAN BEDA KASTA.
Berawal dari Sarah yang masuk menjadi anak tiri dari keluarga kaya raya harus menerima penghinaan dan kebencian dari saudara tirinya yang bergelar tuan jutek. hingga Sarah menemukan sandaran nyaman berkeluh-kesah dan menumbuhkan cinta pada anak pelayan bernama Bian.
namun ibu Sarah yang mengetahui rahasia besar di balik percintaan Sarah dan anak pelayan malah menyuruh bian pergi menjalankan rencana yang telah ia buat untuk ke duannya.
"Pergilah bawa semua aset yang aku punya, kembangkan, setelah kau sukses kembalilah dan nikahilah putriku."
Bian pun menuruti keinginan ibu Sarah demi hidup bersama gadis yang dia cinta, dia akan melakukan apa-pun termaksud berjuang memantaskan diri.
"Bian jangan pergi! aku mencintaimu. aku tidak peduli kau anak pelayan!"
"Tunggu aku Ra, aku akan kembali dengan kesuksesan. setelah itu kita akan menikah."
Bian pun pergi sesuai dengan rencana ibu Sarah membuat Sarah patah hati dan menyalahkan kepergian cintanya pada ibunya.
empat tahun berlalu sarah masih setia menunggu cintanya pulang. hingga perjuangan itu berakhir dengan kepulangan Bian.
Namun tragedi semalam membuat penantian, perjuangan dan kesetian mereka selama bertahun-tahun itu terkoyak. ketakutan yang ibunya rasakan terjadi. Sarah malah jatuh ke dalam pelukan si tuan jutek saudara tirinya yang berambisi dan tenyata telah diam-diam merubah kebenciaannya menjadi cinta?
Bagaimana selanjutnya bahagiakah Sarah bersama Ceo jutek itu ..... bagaimana dengan cintanya pada anak pelayan yang telah berjuang keras demi memantaskan diri demi hidup bersamanya.
cusss cekidot .....
Mampir juga di karyaku
JODOH PILIHAN KAKAKKU
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adinda Adi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bukan cinta
Malam telah larut setiap insan telah terlelap di peraduan meyonsong hari esok dengan semangat. Di ranjang king zise sebuah kamar terlihat acak-acakan. Seorang pemuda berbaring dengan gelisah menatap langit-langit kamar. Malam telah larut namun ia belum juga bisa menutup mata. Rasa gelisah menghantui hatinya. Ia telah mencoba untuk terlelap akan tetapi ingatannya terus melayang kepada seorang gadis.
“Sial, kenapa aku tak berhenti memikirkan anak tiri itu.” Arsen bangun dari pembaringan. Duduk lalu meraup wajahnya, frustrasi dengan sesuatu yang pertama kali ia rasakan.
Arsen meraih guling di samping memukul kemudian meremmas kuat. “Apa yang di lakukan anak tiri itu padaku? Trik apa sekarang yang dia pakai untuk membalasku.” Arsen beralih memukul guling yang ada di pelukannya.
Arsen termenung kembali wajah Sarah terniang di pikirannya. Teringat saat kebersamaan mereka berdua, saat bertengkar, berboncengan bersama dia atas motor, ketika berada di dapur dan memakan kue bikinannya, saat pertama kali gadis ini tertawa keras di hadapannya, karena melihat coretan di keningnya. Saat tak sengaja memegang dadanya dan yang paling manis dan berkesan saat gadis itu menindih duduk diperutnya. Arsen menarik sudut bibir tersenyum ketika mengenang semua peristiwa yang seketika menjadi indah baginya.
“Aaahhhh ... anak tiri, anak jin, robot jepang. Kenapa kau terus memenuhi kepalaku! Apa yang telah kau lakukan padaku!” Pemuda ini menarik rambutnya kemudian menendang guling dengan kasar ke sembarang arah.
“Rencana apa yang ia gunakan?” Hampir semalaman Arsen bertanya seperti itu dalam hatinya. “Aku harus cari tahu dan membalas perbuatannya ini,” gerutu kemudian menutup seluruh tubuhnya dengan selimut kembali mencoba terlelap.
***
Mentari pagi telah menyambut, Arsen menyibak selimut dengan kasar lalu beranjak turun dari tempat tidur menuju kamar mandi. Bersiap untuk ke kampus ada sebuah rencana yang harus di lakukan hingga ia harus bersiap pagi sekali. Setelah beberapa saat pemuda tampan ini turun dengan wajah tak bersemangat serta kantung mata yang menyiratkan jika pemuda ini tak tertidur semalaman.
“Ar, mau ke mana kamu sayang pagi-pagi begini?” sapa Wina berdiri di samping meja makan menyiapkan sarapan untuk putra kesayangannya.
“Ke kampus ma,” jawab Arsen langkahnya terlihat terburu-buru. Hari ini ia akan mencari jawaban tentang perasaan gelisah yang sedang ia rasakan membuatnya tak dapat terlelap semalaman.
“Sepagi ini sayang?” Alis Wina bertaut menatap heran pada putranya.
“Ada yang perlu Ar lakukan.” Alibi pemuda ini agar ia bisa pergi meniggalkan mamanya. “Ar pergi dulu,” pamit Arsen mencium mamanya kemudian hendak pergi.
“Sini peluk mama dulu, hari ini giliran kamu tinggal dengan papa kamu, kita ngak akan ketemu selama seminggu,” ucapnya dengan wajah sedih kemudian Wina membuka lebar lengannya meminta pelukkan dari putra kesayangannya.
Arsen maju memeluk wanita yang telah melahirkannya ini dengan sayang. “Baiklah. Mama baik-baik ya. Kita akan ketemu minggu depan. Ar pergi dulu.”
Arsen meninggalkan Wina yang masih mematung menatap heran pada putranya. “Ada apa dengan anak itu.” Wina menarik napas dalam memikirkan perubahan pada Arsen sejak bertengkar dengan saudara tirinya pemuda itu menjadi aneh. Berubah menjadi pendiam dan selalu memegangi dadanya padalah saat bertengkar gadis itu hanya menyerang lehernya.
-----
Arsen telah berada di perpusatakaan kampus mencari jawaban atas rasa gelisah yang menghantui. Di hadapan pemuda ini ada bertumpuk-tumpuk buku bacaan. Pandangan Arsen fokus menatap lembar demi lembar isi tulisan di buku dengan lekat, seolah tak mau melewatkan sedikit pun informasi yang ia cari. Pemuda ini mengambil semua buku yang judulnya mengenai musuh.
Dret ... dret ....
Panggilan telpon terdengar di meja membuat perhatian Arsen sejenak terhenti. Arsen meraih ponsel yang ada di saku celana, menatap layar kemudian menggeser ikon berwarna hijau.
“Ar kamu di mana?” Gerald
“Di perpustakaan kampus.” Arsen.
Arsen menekan ikon merah pada layar ponselnya menutup panggilan sepihak, kemudian meletakkan ponsel di meja. Kembali fokus dengan buku terbuka yang ada di depannya.
Tak beberapa lama kemudian sesosok pemuda berjalan menghampiri. “Woy! Ar.” Gerald menepuk bahu Arsen kemudian duduk di sampingnya.
“Sial! Kau mengagetkanku,” sembur Arsen terkejut tak menyadari kedatangan sahabanya lalu memukul pemuda yang telah mengagetkannya dengan salah satu buku yang bertumpuk di depannya.
“Biasa aja kali.” Gerald mengusap kepalanya. “Tumben kamu ke perpus, lagi cari informasi apa?” Gerald menatap heran pada Arsen, kemudian meraih tumpukan buku dan membaca judulnya.
“Musuh bisnis, bukannya kita sudah membaca semuanya.” Gerald mengernyitkan dahinya menatap buku yang dibaca sahabatnya.
“Siapa tahu ada yang terlewat, jenis-jenis trik melawan musuh,” jelas Arsen serius membaca, mencari penjelasan mengenai Sarah musuh yang semalaman mengusik fikirannya.
“Musuh apa Ar?” tanya Gerald.
“Ger, aku tanya sama kamu kalau musuh terus bikin kita kepikiran hingga ngak bisa tidur. Itu pakai trik apa ya? Rasanya nyiksa banget,” ungkap Arsen tentang perasaan yang dirasakan. Alasan yang membawanya berada di tempat ini.
“Trik apa Ar? Perusahaan apa sih? Musuh kamu bergerak di bidang apa?” tanya Gerald mengenai bisnis pasalnya pemuda yang duduk disampingnya membaca buku tentang bisnis dan setahunya, Arsen tak punya musuh selain mengenai bisnis. Gerald Tak mengerti jika arah pembicaraan Arsen mengenai seseoang.
“Semalaman musuh itu terus mengganggu fikiranku sampai aku ngak bisa tidur memikirkannya, menyebalkan sekali,” gerutu Arsen membuka lembar buku di depannya.
“Baru dengar di dunia bisnis ada musuh bersaing dengan cara itu meneror fikiran lawannya.” Gerald melipat tangan di dada sedikit berfikir tentang apa yang dialami dengan Arsen.
“Musuh itu bergerak di bidang apa?” tanya Gerald masih menyangkutkan semua dengan bisnis.
Arsen hanya terdiam terus membuka lembar buku yang ada didepannya dengan sangat serius, mencari jawaban tentang musuh. Gerald mencoba membantu. Ia meraih satu buku kemudian mulai membacanya.
Matahari telah meninggi tanpa mereka sadari, waktu berlalu dengan cepat. Telah berjam-jam mereka habiskan dengan membaca buku namun jawaban yang di cari tak kunjung di dapatkan.
“Ngak ada Ar, kamu tahu kita kan dari kecil udah belajar bisnis, itu udah ibarat makanan kita sehari-hari. Mana ada lawan memakai cara licik seperti itu.” Gerald menutup buku tanda ia telah menyerah, dari tadi ia tak mendapatkan apa pun dari pertanyaan Arsen. Pemuda ini merasa semua yang di lakukannya sia-sia.
Arsen menatap Gerald yang menyerah kemudian menghembuskan nafas kasar ia juga mulai putus asa.
“Lalu aku harus bagaimana? Dia terus memenuhi kepalaku dan jantung ini terus berdetak tak karuan seolah mau copot, memikirnya sangat menyiksaku, wajahnya, tawanya, suaranya bahkan aroma tubuhnya terus terniang,” keluh Arsen putus asa rasanya ia ingin menangis saja. Karena terus memikirkan orang paling di bencinya di dunia ini.
“Ayo bantu aku mencari tahu jangan berhenti,” paksa Arsen.
Gerald terdiam sejenak mendengar isi perasaan sahabatnya ada rasa iba tersirat, baru kali ini Arsen terlihat menyedihkan dan putus asa, selama bersama tak pernah pemuda ini mengeluarkan isi hatinya. Gerald kemudian melipat tangan di dada. Memutar bola mata, berpikir dengan keras untuk menyelesaikan masalah Arsen.
Keterangan Arsen memberi sedikit peluang untuk menganalisa ciri-ciri masalah.
Jantung berdetak dan terus memikirkannya, wajahnya terniang-niang.
Guman Gerald. terus berfikir mencerna. Otaknya berfikir keras menganalisa tak beberapa lama, sepertinya ia mulai mengerti. Hal yang di rasakan Arsen sama seperti yang ia rasakan, namun bukan pada musuh namun sering di rasakan pada gadis yang ia suka.
Gerald menatap Arsen yang masih tertunduk membaca buku, kemudian mencoba bertanya lebih dalam karena kesimpulaanya telah menjurus. “Ar, yang kamu maksud itu seorang cewek, bukan?” tanya Gerald menambah keterangan tentang pengamatannya.
“Emmm.” Arsen berdehem mengubah posisi mengangkat buku agar sejajar dengan wajah. Lehernya lelah menunduk terus menerus mengamati buku.
"Ayo jangan berhenti sebelum aku mendapatkan jawaban, baca buku itu." Arsen mendorong buku pada Gerald yang terlihat termenung.
Gerald mengarahkan pandangannya pada Arsen hendak mengungkapkan kesimpulan dari analisanya. "Pertanyaan kamu itu ngak ada di buku ini. Tapi coba tanya pada tante go*gle, maka kamu akan menemukan jawaban jika kamu ... " Gerald menggantung ucapannya sedikit ragu mengungkapkannya.
“Ini bukan trik musuh. Tapi sepertinya, kau jatuh cinta padanya,” jelas Gerald menarik sudut bibirnya. Ia telah tahu jawaban dari keresahan Arsen. Senyum terpancar di wajah menatap sahabatnya.
Jeduar....
Bagai tersambar petir Arsen mendengar kesimpulan Gerald. Seketika tanpa sengaja buku yang ada di tangannya jatuh terlepas dari genggaman.
“Jatuh cinta.” Arsen mengalihkan pandanganya pada Gerald, menatap tajam seakan ingin memangsa pemuda itu. Arsen berdiri mencengkeram kerah baju Gerald, dengan penuh emosi membuat Gerald menjadi tidak mengerti dengan perubahan sikap Arsen yang seketika berubah emosi mendengar ucapannya.
“Kau jangan bercanda denganku! Mana mungkin perasaan ini cinta. Aku ngak akan mungkin jatuh cinta padanya,” berang Arsen tak terima ia jatuh cinta pada musuh, gadis yang selama ini sangat di benci.
“Kenapa kau marah! Akhirnya kau merasakan juga namanya jatuh cinta untuk pertama kali, seharusnya kau senang itu berarti kau normal,” jelas Gerald mengerinyatkan dahinya melihat tingkah aneh Arsen.
“Ngak ... ngak mungkin.” Arsen melepaskan cengkramanya dengan kasar. Rasa marah, kecewa, putus asa semua berbaur menjadi satu. Ia sangat takut itu terjadi, untuk pertama kalinya ia merasakan cinta dan kenapa harus pada saudara tirinya.
Ngak mungkin, aku jatuh cinta pada anak tiri itu. Anak dari perempuan yang telah menghancurkan pernikahan orang tuaku. Batin Arsen
“Ini bukan cinta.” Arsen menghambur semua buku yang ada di hadapannya dengan penuh amarah, wajahnya memerah tangannya terkepal.
“Ar kau terus memikirkan cewek itu, dadamu berdetak saat kau menyebut namanya dan semakin menggila saat kau berada berdekatan dengannya. Semua itu tanda cinta Ar,” jelas Gerald melihat sikap Arsen. Ia tahu sahabatnya ini sedang jatuh cinta.
Arsen terdiam memikirkan kata-kata Gerald semua yang di katakan pemuda itu benar adanya, perasaan yang dialami sekarang. Tapi ia belum bisa menerima dari sekian banyak perempuan di sekelilingnya, kenapa harus saudara tirinya. Ia bahkan masih mengingat dengan jelas sumpahnya, bahkan jika perempuan di dunia ini tidak ada lagi ia tidak akan jatuh cinta pada gadis yang di bencinya itu.
Gerald tersenyum hendak menggoda sahabatnya yang telah merasakan jatuh cinta. “Siapa cewek itu Ar? Siapa cewek yang telah mendapatkan cinta pertamamu? Aku penasaran siapa yang bisa membuat tuan Arsen jatuh cinta,” cecar Gerald dengan berbagai macam pertanyaannya. Ada kekaguman pada perempuan yang berhasil membuat Arsen jatuh cinta dari sekian banyak cewek yang menggilai Arsen hanya dia yang mampu membuat sahabatnya jatuh cinta.
“Tutup mulutumu aku bilang ini bukan cinta. Aku sangat membencinya,” bentak Arsen pada Gerald seperti biasa naluri penasaran pemuda itu menggelora tak akan berhenti bertanya sampai ia menemukan jawaban.
“Aku sangat penasaran bagaimana tipe wanita yang kau suka? Pasti sangat cantik? Anak pemilik perusahaan apa?” Gerald terus bertanya tak menatap jika pemuda yang ada di sampingnya telah memasang wajah masam.
“Aku tekankan sekali lagi. Aku bilang, aku tidak jatuh cinta.” Arsen kemudian beranjak meninggalkan Gerald dengan amarah.
Gerald tersenyum menggelengkan kepala melihat Arsen yang telah meninggalkannya. “Kau jatuh cinta sobat, kau lupa cinta dan benci itu hanya beda tipis,” ucap Gerald berbicara pelan senyuman tak pernah hilang di wajah saat tahu sahabatnya jatuh cinta.
Arsen berlalu meninggalkan ruangan perpustakaan sambil terus menggerutu tentang kesimpulan Gerald masalah perasannya.
Cinta ... cinta ... ngak mungkin ini cinta. Apa ngak ada cewek lain selain dia. Ngak mungkin aku menyukainya, ada banyak cewek yang jauh lebih cantik darinya dan yang sangat menggilaiku. Kenapa aku bisa jatuh cinta padanya itu ngak masuk akal. Aku membencinya. Gerald pasti salah,” Gerutu Arsen terus melangkah kan kakinya keluar ruangan perpustakaan namun saat ia telah di depan pintu. Ia melihat seorang gadis berjalan menuju ruang perpustakaan sambil membaca buku.
Deg ...deg ....
Jantung Arsen kembali berdetak dengan kencang saat melihat Sarah berjalan ke arahnya hendak masuk ruangan perpustakaan mereka akan berpapasan.
Sejenak Arsen membatu memperhatikan Sarah berjalan namun saat gadis itu semakin mendekat ke arahnya debaran itu semakin menggila, tubuhnya bergetar dan berkeringat dingin, menelan salivanya dengan susah payah. Ia kemudian berbalik badan kembali masuk entah kenapa ia seperti takut melihat Sarah. Sungguh perasan yang aneh, biasanya ia akan menghina dan membuat emosi gadis itu, saat bertemu tapi entah mengapa kali ini Arsen tak sanggup berhadapan dengan saudara tirinya.
Arsen kembali berjalan dengan tergesa-gesa masuk ke ruang untuk menghindari bertemu Sarah. Arsen kembali duduk di samping Gerald yang belum meninggalkan tempat itu. Meraih buku berpura-pura sedang membaca, mencoba menutup wajahnya dengan buku agar saudaranya tak melihatnya.
“Ar kau kembali?” tanya Gerald menatap aneh melihat Arsen yang telah meninggalkannya kembali duduk. Menutup wajah tampannya dengan buku dan nafas tersengal dan wajah terlihat pucat.
“Ngak apa-apa!” ucapnya pelan menatap arah pintu masuk mengintip keberadaan Sarah. Ia lalu menghembuskan napas lega, saat ia tak berpapasan dengan Sarah. Kemudian menurunkan bukunya.
“Sial, kenapa aku kabur melihat anak tiri itu, kenapa aku jadi takut bertemu dengannya,” umpat Arsen.
Arsen menghembuskan nafas kasar. Memikirkan kebodohannya yang berlari ketika bertemu dengan saudara tirinya.
Galau ya Tuan Arsen! 🤭cie...cie yang jatuh cinta untuk pertama kalinya, sama musuh lagi. Karma tuh... ingat sumpah tuan. Walaupun dia wanita terakhir di bumi aku ngak akan jatuh cinta padanya😠. Sekarang gimana coba? Jatuh cintakan sama anak tiri, anak jin, robot Jepang.😭 dulu dihina sekarang di cinta.
.Like, coment, vote....
udahlah pelakor apa yg diharapkan kan? modal gatel emang cuma bisa ngancurin hidup arsen sma sarah aja