[Cerita ini hanyalah khayalan Author sahaja, maklum masih pemula.]
Mengisahkan tentang seorang pekerja keras yang rela mengorbankan segalanya demi menyelesaikan tugasnya. Namun, karena terlalu memaksakan diri, dia tewas di tengah-tengah pekerjaannya.
Namun takdir belum selesai di situ.
Dia direinkarnasi ke dunia sihir, dunia isekai yang asing dan penuh misteri. Sebelum terlahir kembali, sang Dewa memberinya kekuatan spesial... meskipun Rio sendiri tidak menyadarinya.
Tujuan Rio di dunia baru ini sederhana, ia hanya ingin melakukan perjalanan mengelilingi dunia, sesuatu yang tak pernah ia lakukan di kehidupan sebelumnya. Tapi tanpa disadarinya, perjalanan biasa itu akan membawanya ke takdir besar…
Di masa depan yang jauh, Rio akan berdiri sebagai sosok yang menentang Raja Iblis Abyron.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KHAI SENPAI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Latihan Assassin dan misi pertama
Tujuh tahun telah berlalu.
Di halaman rumah sunyi yang dikelilingi hutan kecil, seorang anak laki-laki tampak sedang berlatih keras. Tubuhnya basah oleh keringat, tak mengenakan baju. Rambutnya hitam dengan semburat merah di sisi, berkibar pelan tertiup angin. Dia adalah Akagami Rio, kini berusia 12 tahun.
Latihan harian yang diwariskan sang ayah sejak usia lima tahun baru saja ia selesaikan.
Lari lima kilometer ... selesai.
Push-up lima puluh kali ... selesai.
Sit-up lima puluh kali .. selesai.
Dan yang terakhir, menahan serta melepaskan tekanan aura dari skill miliknya:
Eyes of Light.
Aura tajam dan terang menyelimuti tubuhnya selama beberapa detik, lalu menghilang perlahan.
"Haaah..." Rio menghembuskan napas panjang.
"Akhirnya... udah selesai..." ucapnya pelan, duduk di tanah sambil menyeka keringat di wajahnya.
Tiba-tiba, langkah kaki terdengar dari arah belakang.
Sosok tegap dengan tatapan tenang berdiri tak jauh darinya — Akagami Zero, ayahnya.
"Rio, apa kau sudah selesai latihannya?" tanyanya dengan suara tegas, namun penuh ketenangan seorang ayah.
Rio menoleh, menatap ayahnya sambil mengangguk lelah.
"Iya, Ayah... aku udah selesai latihan nih," jawabnya dengan senyum kecil.
Zero melangkah mendekat, matanya menelusuri tubuh anaknya yang mulai terbentuk dari latihan bertahun-tahun.
"Bagus..." ucapnya singkat. Ia menambahkan, "Sekarang... pakai bajumu dulu."
Ia berbalik perlahan, lalu menoleh sebentar.
"Setelah istirahat sebentar, ikut Ayah ke hutan. Ada sesuatu yang ingin Ayah tunjukkan."
Rio menatap ayahnya dengan serius. Ada firasat bahwa latihan kali ini... akan berbeda.
"Baik, Ayah," jawabnya mantap.
Beberapa waktu kemudian, mereka telah sampai di dalam hutan. Suasana terasa sejuk, cahaya matahari menembus celah dedaunan, menciptakan bayangan terang yang bergerak pelan. Angin berdesir lembut, membawa aroma daun basah.
Dengan teknik khas assassin, mereka melompat dan memanjat pepohonan tinggi. Gerakan mereka ringan, cepat, nyaris tanpa suara. Seolah menyatu dengan alam.
Tiba-tiba, saat keduanya berada di atas dahan besar, Zero menghentikan langkahnya.
"Berhenti," ucapnya pelan namun tegas.
Rio langsung berhenti, menjaga keseimbangan di atas dahan.
"Ada apa, Ayah?"
Zero menatap ke depan sejenak, lalu melirik Rio.
"Apa kau bisa melihat ke depan dengan skill-mu?"
Rio terdiam sejenak, lalu mengangguk.
"Bisa... tapi kenapa?"
"Coba kamu aktifkan sekarang."
"Baik!"
Rio memejamkan mata, menarik napas, lalu membukanya dengan tatapan tajam. Aura ringan mulai terpancar.
"Eyes of Light!"
Cahaya samar menyelimuti matanya. Dunia di sekelilingnya melambat. Angin, burung, daun… semuanya terlihat dalam ritme yang berbeda.
Rio menelusuri sekitar. Pandangannya menangkap sesuatu—di balik semak lebat. Sosok itu bergerak cepat, namun dalam matanya, ia terlihat seolah meluncur lambat.
"Ayah… aku melihat seseorang bergerak ke arah kita!" ucapnya serius.
Mendengar itu, Zero langsung berubah. Tatapannya tajam, aura assassin-nya muncul seketika, menekan udara sekitar.
"Sekarang... kamu bunuh dia."
Rio terdiam, bingung.
"Eh...? Tapi kenapa, Ayah?"
Namun sebelum Zero sempat menjawab—
BRAGHH!!
Tumbukan keras dari bayangan menghantam Rio! Slime hitam meledak dari semak dan menghantam tubuhnya, melemparkannya dari atas pohon!
"RIO!!" teriak Zero. Ekspresinya panik.... untuk pertama kalinya.
Tubuh Rio jatuh, menabrak dedaunan dan dahan satu per satu. Suara patahan dahan menggema.
Zero melompat turun. Aura membunuhnya menyebar kuat. Udara bergetar, dedaunan luruh seperti tunduk.
"BERANI SEKALI KAU!!" serunya menggelegar.
Dari balik kabut bayangan, muncul sosok musuh.
"Oh… ternyata kau Zero. Sang assassin legendaris." Suaranya bergaung, mengejek.
"Kau kuat… tapi anakmu... lemah sekali," lanjutnya dengan tawa sinis.
Namun sebelum ia menyelesaikan ejekannya...
"Kau kira... tumbukan seperti itu bisa mengalahkanku!?"
Suaranya datang dari belakang. Penjahat itu memutar tubuhnya cepat....
BRAK!
Dari bayangan pohon, Rio muncul. Tubuhnya luka, penuh debu, namun matanya menyala. Aura aneh mengalir, campuran cahaya dan kegelapan.
Penjahat itu terdiam. Mundur satu langkah, refleks.
"Tidak mungkin... kenapa dia masih bisa berdiri...?"
Angin sunyi. Aura Rio dan Zero menyatu.
Penjahat itu mulai gemetar.
"A-Aku harus... lari!!"
Ia berbalik, kabur.
Namun suara tajam membekukan langkahnya.
"Kau kira... kau bisa melarikan diri!?"
Rio menghilang dari pandangan, menggunakan Eyes of Light dan teknik assassin.
ZRAK! ZRAK! BOOM!!
Tusukan bertubi-tubi menghantam tubuh musuh. Ledakan kecil cahaya mengikuti tiap tebasan.
"GAAAHHHH!!"
Debu menutupi pandangan. Burung-burung beterbangan.
Saat debu mereda, tubuh penjahat itu sudah tak bergerak. Pingsan… atau mungkin, nyaris mati.
Rio berdiri dengan napas berat, tubuh gemetar, tapi mata tetap tajam.
Beberapa detik kemudian, Zero muncul di sampingnya.
Ia menatap Rio, lalu menatap musuh.
"Bagus sekali gerakannya… Kau memang putraku."
Tiba-tiba...
"Ugh..."
Rio tumbang. Pingsan.
Zero menangkapnya cepat, lalu menggendongnya.
"Waduh... ternyata staminanya masih lemah..." gumamnya sambil tersenyum kecil.
Ia berjalan perlahan keluar dari hutan, membawa putranya pulang.
"Tapi kerja bagus, Rio… Kau benar-benar berkembang..."
lanjut