Harap bijak dalam memilih bacaan.!!!
Namanya Jingga, sama seperti senja yang memiliki arti keindahan dan kebaikan yang tidak perlu di suarakan. Di pertemukan dengan seorang pria bernama Arkana, pria yang haus akan pujian dan selalu hidup dalam kepalsuan.
Pertemuan mereka seperti takdir yang telah di tentukan oleh tuhan, kehadiran Jingga berhasil merusak topeng Arkana dan mengisi hatinya yang kosong dengan penuh cinta.
Arkana sadar bahwa Jingga telah mengajarkan bahwa kebaikan dan keindahan tidak perlu diumbar. Jika memang itu tulus untuk kebaikan, biarkan orang lain yang menilai.
Tetap saksikan kelanjutan dari kisah Jingga & Arkana, jangan lupa jadikan favorite dan berikan lima bintang beserta dengan ulasan terbaik dari kalian. ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Idtx_x, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Don't Leave Me
Sebelum lanjut baca, author boleh dong minta like dari kalian semua. Dan untuk buat author senang, kalian bisa komen apa aja yang bisa buat author tetap semangat lanjut nulisnya ya.
Wanita itu terlihat masih setia berada di sisi sang suami yang belum juga terbangun dari tidurnya, setelah menunggu hingga beberapa saat akhirnya dia terbangun dan mulai membuka kedua matanya secara perahan.
“ Akhirnya kamu bangun juga mas, buburnya sudah siap sejak tadi dan kamu harus segera makan lalu minum obat.” Ucap Jingga yang menatap Arkana dengan tatapan tulus.
“ Tinggalkan saja di meja, aku bisa memakannya sendiri.” Lontar Arkana lirih.
“ Tapi kamu yakin bisa?”
Arkana melirik Jingga dengan tatapan yang tajam, sontak hal itu membuatnya takut dan tak berani berkata-kata lagi.
“ Baik kalau kamu memang mau melakukannya sendiri, aku permisi.” Balas Jingga yang kemudian meninggalkan ruangan itu.
Arkana pun bangun dari tidurnya, demamnya sudah mulai turun akibat kompres yang di berikan oleh Jingga. Dia melempar kain kompres itu ke lantai kemudian memaksa tubuhnya untuk bangun dan bergegas mandi.
**
Sudah sore dan Jingga melihat bahwa Arkana belum keluar dari kamarnya sejak tadi, dia merasa sangat khawatir pada kondisinya saat ini. Meskipun Arkana adalah seorang dokter, dia pun tetap harus memiliki seseorang yang berada di sampingnya untuk mengetahui sejauh mana perkembangan kondisinya saat ini.
Saat ini Jingga sedang berada di ruang keluarga, jarak ruang keluarga dengan kamar Arkana cukup dekat sehingga dia bisa langsung beranjak menuju kamar itu jika mendapat panggilan dari dalam.
“ Ini Non teh nya, silahkan di minum.” Ucap Bi Inah yang baru saja datang membawa secangkir teh melati untuk Jingga.
“ Terima kasih ya Bi.” Balas Jingga tersenyum simpul mendengarnya.
“ Hmm, Non. Maaf kalau saya lancang, saya memang orang baru di rumah ini tapi saya tahu kalau Non Jingga itu orang baik, saya mau tanya apa Non Jingga merasa bahagia dengan pernikahan Non.?”
Jingga terdiam sejenak mendengar ucapan pembantunya barusan, selama menikah dia belum pernah mendengar pertanyaan apakah dia merasa bahagia apa tidak setelah menikah dengan Arkana.
“ Saya salah ucap ya non, maafkan saya non.” Bi Inah merasa bersalah karena Jingga hanya diam saja tanpa menjawabnya.
“ Saya nggak bisa bilang kalau saya nggak bahagia Bi, sekarang keluarga saya satu-satunya hanya dari keluarga suami saya. Setelah kedua orang tua saya meninggal, saya menjadi yatim piatu dan Om dan tante saya memiliki keluarga mereka sendiri, dan nggak mungkin saya gabung ke mereka. Jadi saya berpikir kalau pernikahan ini mungkin akan membuat saya bisa merasakan kehangatan keluarga lagi.” Jelas Jingga kemudian.
“ Tapi bagaimana dengan tuan Arkana? Dia terlihat tidak menganggap non Jingga seperti istrinya sendiri.”
“ Nggak apa-apa bi, lagi pula aku sama mas Arkana baru kenal tiga bulan kok. Kita berdua masih belum saling mengenal satu sama lain, aku percaya suatu hari nanti dia bisa berubah.”
“ Tetap semangat ya non, saya Cuma bisa bantu doa atas kebahagiaan non Jingga.”
“ Iya terima kasih banyak ya bi.”
Akhirnya bi Inah kembali ke dapur untuk menyelesaikan tugasnya, sedangkan Jingga kembali melirik pintu kamar Arkana dengan harap pria itu segera keluar dari sana.
**
Sudah cukup bagi Jingga untuk bersabar menunggu Arkana yang sejak tadi tidak keluar dari kamarnya, dia tahu Arkana mungkin akan marah kepadanya jika dia kembali masuk ke dalam. Namun perasaan khawatir Jingga sudah tidak dapat terbendung lagi, dia pun masuk dan tidak melihat keberadaan Arkana di tempat tidurnya.
“ Mas, kamu dimana.?” Jingga berusaha mencarinya di antara walking closet menuju kamar mandi, hingga kemudian dia melihat pintu kamar mandi tidak tertutup dengan sempurna.
Ketika Jingga baru saja membuka pintu kamar mandi dengan lebar, di situlah dia melihat Arkana yang tak sadarkan diri di lantai kamar mandinya.
“ Ya Allah mas Arka.” Jingga menghampiri Arkana yang setengah telanjang dan mencoba untuk membangunkannya.
Tubuh Arkana sangat panas, bahkan lebih panas dari sebelumnya. Jingga berusaha memanggil kedua pembantunya untuk segera membawa Arkana ke rumah sakit.
Tak lama setelah itu Bi Inah masuk ke dalam, melihat keadaan Arkana yang seperti itu membuatnya segera memanggil pak Jefri dan pak Hasan yang berada di luar.
Malam itu juga Jingga membawa Arkana ke rumah sakit, dia tidak ingin suaminya kenapa-napa jika hanya mengandalkan obat saja. Arkana membutuhkan perawatan segera mungkin, dan pergi ke rumah sakit adalah pilihan yang terbaik.
**
Satu rumah sakit di buat heboh mendengar kabar bahwa Arkana masuk ke rumah sakit, selama menjadi seorang dokter dia belum pernah masuk ke rumah sakit. Jika hal ini sudah terjadi dapat di pastikan bahwa dia mengalami sakit yang cukup serius.
“ Dokter Arkana sakit apa?”
“ Nggak tahu, dia masih di UGD.”
“ Siapa yang tanganin.?”
“ Dokter Alan kali, soalnya dia satu-satunya dokter umum yang lagi berjaga di jam segini.”
Para perawat yang berada di bawah departemen bedah turut sedih mendengar dokter Arkana sakit, mereka sampai meninggalkan pekerjaan demi untuk melihat sang dokter idola mereka di periksa di dalam sana.
“ Kembali ke tempat kalian, jangan bertindak kampungan seperti ini.” Sahut seorang wanita yang merupakan kepala perawat departemen bedah.
“ Baik bu.”
“ Permisi bu.”
Satu persatu dari para perawat itu segera kembali ke tempatnya masing-masing, kepala perawat yang juga mengkhawatirkan dokter Arkana memilih untuk kembali ke tempatnya juga setelah dia selesai membubarkan keramaian barusan.
**
Jingga menatap wajah Arkana yang terlihat begitu pucat, saat ini mereka masih berada di UGD dan menunggu keputusan dokter untuk segera memindahkannya ke ruang perawatan.
Dokter Alan selaku dokter yang menangani Arkana pun datang bersama seorang perawat yang menemaninya, dia memberitahu Jingga bahwa Arkana akan segera di bawa ke ruang perawatan.
Tugas itu pun di lakukan oleh dua perawat laki-laki dan satu perawat perempuan yang bertugas membawa Arkana ke ruangannya. Sementara itu Jingga dan dokter Arkana terlihat membahas keadaan Arkana untuk saat ini.
“ Jadi bagaimana dok, keadaan suami saya.?” Tanya Jingga penasaran.
“ Dokter Arkana mengalami demam tifoid atau biasa di kenal dengan tipes, hal ini bisa terjadi karena suatu bakteri yang membuat kondisi tubuhnya lemah dan demam tinggi seperti Arkana saat ini.” Jelas dokter Alan.
“ Tapi dia bisa sembuh kan dok.?”
“ Bisa kok, ibu jangan khawatir soal itu. Memang lebih baik untuk membawanya ke rumah sakit dari pada merawatnya di rumah.”
“ Syukurlah, mas Arkana bisa sembuh.”
“ Arkana beruntung memiliki istri seperti kamu, saya kenal dengan Arkana yang paling menolak di rawat di rumah sakit jika sedang sakit. Pilihan kamu sudah baik, tetap jaga Arkana ya.” Ujar dokter Alan tersenyum simpul kepada Jingga.
“ Terima kasih banyak dok.” Ucap Jingga merasa lebih lega sekarang.
jd bingung dibuatnya🤔🤔
Next, ditunggu kelanjutannya.