NovelToon NovelToon
Drama Cinta Kaki Lima (Rujak Seblak Mesra)

Drama Cinta Kaki Lima (Rujak Seblak Mesra)

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Perjodohan / Romantis / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Konflik etika
Popularitas:302
Nilai: 5
Nama Author: Laila ANT

Gunawan, penjual rujak bumbu yang pendiam, dan Dewi, pemilik seblak pedas yang independen, terjebak dalam perjodohan paksa setelah gerobak mereka bertabrakan, menciptakan kekacauan di lapak. Warga, di bawah arahan Pak RT, menghukum mereka dengan pernikahan untuk menjaga reputasi lapak. Awalnya, mereka sepakat untuk menjalani 'kontrak pacaran palsu', penuh kecanggungan dan konflik komedi. Namun, seiring waktu, serangkaian tantangan publik—mulai dari "Love Brigade" yang selalu mengawasi, drama keluarga, hingga sabotase pesaing—memaksa mereka bekerja sama. Tanpa disadari, sandiwara tersebut mulai menumbuhkan perasaan nyata, hingga akhirnya mereka harus memutuskan apakah akan tetap berpegang pada janji palsu atau jujur pada hati mereka, yang berarti menghadapi konsekuensi dari komunitas yang pernah memaksa mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Laila ANT, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gol cinta pertama

Pertandingan dilanjutkan. Gunawan kini merasa sedikit lebih percaya diri, tapi tetap saja canggung. Ia berusaha mengoper bola ke Dewi, tapi selalu meleset. Dewi seringkali harus berlari jauh untuk menjemput bola yang Gunawan tendang ke arah yang salah.

“Gunawan! Jangan ke belakang!” Dewi berteriak, frustrasi.

“Maaf, Wi! Aku... aku nggak lihat!” Gunawan menjawab.

Tiba-tiba, salah satu pemain lawan, seorang pemuda bertubuh besar bernama Budi, menendang bola dengan sangat keras. Bola melesat lurus ke arah Gunawan lagi. Gunawan kembali terbelalak, kali ini ia sudah siap pasrah.

Namun, lagi-lagi, Dewi melompat. Kali ini, ia mendorong Gunawan hingga jatuh, lalu ia sendiri terjatuh di atas Gunawan, menutupi tubuh Gunawan dengan tubuhnya.

BUGH!

Bola menghantam tembok di belakang mereka, memantul keras. Mereka berdua tergeletak di rumput sintetis, Dewi di atas Gunawan, napas mereka terengah-engah. Wajah mereka begitu dekat, Gunawan bisa mencium aroma keringat dan seblak yang samar dari tubuh Dewi. Jantungnya berdebar kencang.

Semua orang di lapangan terdiam. Love Brigade, Pak RT, tim lawan, semuanya menatap mereka dengan mata terbelalak.

“Astaga! Dewi! Gunawan!” Bu Ida berteriak, terkejut.

Dewi segera bangkit, wajahnya merah padam. Ia mengulurkan tangan pada Gunawan.

“Bangun, Gunawan! Apa-apaan sih kamu ini?! Kenapa selalu jadi sasaran bola?!”

Gunawan menerima uluran tangan Dewi, berdiri dengan canggung. Ia masih merasa bingung dan terkejut.

“Aku... aku nggak tahu, Wi. Bolanya jahat sama aku.”

Dewi mendengus.

“Bukan bolanya yang jahat, kamu saja yang nggak becus!” Tapi ada senyum tipis yang tak sengaja tersungging di bibirnya.

“Lihat! Lihat! Ini namanya melindungi dengan sepenuh hati!” Bu Ida berseru, kembali mencoret-coret catatannya dengan semangat.

“Dewi rela berkorban demi Gunawan! Betul-betul cinta sejati!”

Pak RT mengangguk-angguk, menyeringai.

“Kekompakan fisik yang luar biasa! Ini jauh lebih baik dari yang saya kira!”

Gunawan menatap Dewi. Ada rasa malu, tapi juga kelegaan. Dewi melindunginya lagi, dua kali. Mungkin... mungkin Dewi tidak semarah itu kepadanya.

“Ayo, Gunawan! Cetak gol!” teriak Bu Marni.

“Demi Dewi!”

Gunawan mengangguk. Ia harus mencetak gol. Demi Dewi. Ia tidak peduli betapa canggungnya ia. Ia akan mencoba.

Bola kembali di tengah lapangan. Gunawan mendapatkan bola, kali ini tidak ada yang merebutnya. Ia menggiringnya pelan, berusaha meniru gerakan Dewi. Ia melihat Dewi berlari di sampingnya, mencoba membuka ruang.

“Oper, Gunawan!” Dewi berteriak.

Gunawan mengangguk. Ia menendang bola dengan sekuat tenaga. Bola meluncur, kali ini lurus, tapi terlalu pelan. Mang Udin, kiper lawan, dengan mudah menangkapnya.

Gunawan menghela napas pasrah. Ia tidak akan pernah bisa mencetak gol.

Namun, tiba-tiba, Mang Udin terpeleset saat akan menendang bola. Bola lepas dari tangannya, menggelinding pelan ke arah gawang yang kosong.

Gunawan dan Dewi saling pandang. Ini kesempatan!

“Ayo, Gunawan!” Dewi berteriak, memberi isyarat agar Gunawan menendang.

Gunawan berlari secepat mungkin, kakinya terasa berat. Ia menendang bola itu, berharap. Bola meluncur, sangat pelan, nyaris berhenti di garis gawang.

Para penonton menahan napas. Love Brigade berteriak histeris. Bola bergerak sangat lambat, seolah sengaja menguji kesabaran semua orang.

Tepat sebelum bola masuk ke gawang, Budi, pemain lawan yang tadi menendang keras, tiba-tiba berlari kencang, berusaha menyapu bola keluar. Ia melompat, kakinya terentang.

Gunawan melihat itu. Ia tahu ini adalah satu-satunya kesempatan. Ia tidak bisa membiarkan Budi menghancurkan momen ini.

Dalam sekejap, Gunawan melakukan sesuatu yang tidak pernah ia duga. Ia berlari lebih cepat, menabrak Budi tepat di depan gawang.

BRUKK!

Gunawan dan Budi terjatuh bersamaan. Bola, yang sempat terhalang kaki Budi, kini terdorong ke depan.

Dan masuk ke gawang.

PRITTT! Bu Ida meniup peluit panjang.

GOAL!

Gunawan mencetak gol!

Seluruh lapangan hening sesaat, lalu meledak dengan sorakan. Love Brigade melonjak kegirangan. Pak RT tersenyum lebar.

Gunawan bangkit, sedikit pusing. Ia melihat Budi meringis di sampingnya.

“Maaf, Budi,” katanya.

Tapi Budi hanya tersenyum.

“Nggak apa-apa, Bang Gunawan. Demi cinta!”

Gunawan menoleh ke Dewi. Dewi menatapnya, ada senyum bangga di wajahnya. Senyum yang tulus, bukan paksaan.

“Gunawan!” Dewi berseru, lalu berlari memeluk Gunawan erat.

“Kamu hebat!”

Gunawan terkejut. Pelukan Dewi terasa begitu nyata, begitu hangat. Ia membalas pelukan itu, membiarkan dirinya menikmati momen itu, melupakan sandiwara, melupakan Arya, melupakan segalanya.

“Ini baru namanya gol cinta!” teriak Bu Ida.

“Kekompakan! Pengorbanan! Semuanya ada!”

Pak RT menghampiri mereka, menepuk pundak Gunawan.

“Bagus, Gunawan! Ini yang saya harapkan! Kamu sudah membuktikan diri!”

Gunawan tersenyum, menatap Dewi yang kini melepaskan pelukan, wajahnya sedikit merah.

“Ini... ini berkat Dewi,” katanya tulus.

Dewi hanya mengangguk, matanya berbinar.

“Nah, karena Gunawan sudah cetak gol,” Pak RT memulai, senyumnya semakin lebar,

“maka kencan wajib kalian selanjutnya akan semakin menantang. Ini untuk menguji... mental kalian!”

Jantung Gunawan kembali berdegup kencang. Mental? Ujian apa lagi sekarang?

“Mulai besok,” Pak RT melanjutkan,

“kalian berdua harus ikut program ‘Sehari Jadi Penjual Barang Antik’! Kalian akan berjualan barang-barang antik di pasar loak, dan kalian harus berhasil menjual setidaknya satu barang berharga mahal! Ini untuk melatih insting bisnis dan negosiasi kalian sebagai pasangan! Dan ingat, ini bukan sembarang barang antik. Ini adalah... barang-barang warisan turun-temurun dari lapak kita!”

Gunawan dan Dewi saling pandang, terkejut. Penjual barang antik? Warisan lapak? Ini akan menjadi bencana. Terlebih lagi, mereka harus bekerja sama dalam lingkungan yang sama sekali baru, dengan barang-barang yang tidak mereka pahami, dan di bawah pengawasan ketat Love Brigade yang kini tampaknya sudah sangat yakin dengan ‘cinta’ mereka.

Gunawan merasakan firasat buruk yang lebih kuat dari sebelumnya. Ia tidak tahu apa pun tentang barang antik. Ia hanya tahu rujak. Dan Dewi... Dewi mungkin akan meledak lagi. Ia melirik ke arah gerobak kopi Arya yang baru saja selesai dipasang, terlihat modern dan mencolok di sudut lapak. Arya berdiri di samping gerobaknya, tersenyum licik sambil melambai ke arah Dewi, seolah tahu semua kekacauan yang akan terjadi.

Gunawan mengepalkan tangannya. Bagaimana ia bisa melindungi Dewi di tengah semua ini, tanpa...menghancurkan janji yang baru saja ia buat. Gunawan hanya bisa menghela napas, menatap punggung Dewi yang menjauh. Ia tahu ia harus mencari cara. Cara yang lebih baik.

Malam itu, lapak sudah sepi. Hanya lampu-lampu jalan yang temaram menerangi. Gunawan menemukan Dewi duduk sendirian di bangku lapaknya, sedang mengelap meja dengan gerakan lesu. Pundaknya masih terlihat nyeri. Ia menghampiri, ragu-ragu.

"Wi," panggilnya ragu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!