NovelToon NovelToon
Bukan Darahku, Tapi Jantungku: Anakku, Anak Mantan Suamiku?

Bukan Darahku, Tapi Jantungku: Anakku, Anak Mantan Suamiku?

Status: sedang berlangsung
Genre:Keluarga / Romansa / Konflik etika
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Bangjoe

Mungkinkah cinta seorang ibu bisa runtuh oleh kebenaran genetik? Raya membesarkan putranya, Langit, dengan seluruh cinta dan jiwanya. Namun, sebuah tes medis tak terduga mengungkap fakta mengejutkan: Langit bukan darah dagingnya. Lebih mengerikan, DNA Langit justru mengarah pada masa lalu kelam Raya, terhubung dengan mantan suaminya yang dulu menyakitinya. Haruskah Raya mengungkap kebenaran yang bisa menghancurkan keluarganya, atau menyimpan rahasia demi menjaga 'anaknya'?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bangjoe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sebuah Kebenaran yang Menghancurkan

Raya mencengkeram kemudi mobil, buku-buku jarinya memutih. Jantungnya berdebar seperti genderang perang di dalam dadanya. Klinik Harapan Ibu. Nama itu terdengar ironis sekarang, janji palsu yang mengambang di atas rahasia kelam. Langit. Putranya. Bukan darah dagingnya. Fakta itu seperti kapak yang membelah jiwanya setiap kali ia mengingatnya.

Udara siang itu terasa menusuk, bahkan di dalam mobil ber-AC. Ia mematikan mesin, menatap gedung putih yang menjulang di hadapannya. Setiap jendela tampak seperti mata yang mengawasi, setiap bayangan menyimpan jawaban yang ia takutkan. Ia mengambil napas dalam-dalam, menghembuskannya perlahan. Untuk Langit. Semua ini untuk Langit.

Begitu ia melangkah masuk, aroma antiseptik yang kuat segera menyeruak, menyengat hidungnya, membawa kembali kenangan akan kunjungan-kunjungan dulu, janji-janji harapan yang ditawarkan tempat ini. Resepsionis muda tersenyum ramah, tapi Raya hanya melihat kerahasiaan di balik mata mereka.

"Saya Raya Adnan," ujarnya, suaranya lebih mantap dari yang ia kira. "Saya ingin bertemu dengan dokter yang bertanggung jawab atas catatan medis saya sekitar sepuluh tahun yang lalu. Saya mengikuti program bayi tabung di sini."

Senyum resepsionis memudar sedikit. "Sebentar, Bu. Dengan dokter siapa, ya?"

"Saya tidak ingat nama spesifiknya, tapi saya yakin catatan saya ada. Ini tentang… masalah yang sangat penting dan mendesak." Raya menekankan kata-kata itu, mencoba memancarkan otoritas yang ia sendiri tidak rasakan.

Setelah beberapa saat, resepsionis itu kembali. "Ibu Raya, Dr. Sinta bersedia menemui Anda. Ruangan di lantai tiga, belok kiri."

Dr. Sinta. Nama itu samar-samar terlintas di benaknya. Seorang dokter paruh baya dengan tatapan lelah tapi ramah. Raya menaiki lift, setiap detik terasa seperti jam. Lututnya gemetar.

Napasnya terasa berat saat ia tiba di depan pintu ruangan Dr. Sinta. Pintu itu terbuka. Dokter itu berdiri menyambutnya, senyum tipis di wajahnya. Wajahnya terlihat jauh lebih tua dari yang Raya ingat. Ada garis-garis kecemasan di sekitar matanya.

"Raya? Astaga, sudah lama sekali. Bagaimana kabarmu?" Dr. Sinta mencoba terdengar ringan, tapi nadanya terlalu dipaksakan.

"Baik, Dokter," jawab Raya, menolak untuk duduk sebelum ia mendapatkan apa yang ia inginkan. "Tidak. Saya tidak baik-baik saja. Dan saya tahu, Anda juga tidak akan baik-baik saja setelah ini."

Dr. Sinta menegang. Senyumnya lenyap. "Ada apa, Raya? Apakah ada masalah dengan Langit?"

Nama itu membuat Raya semakin keras kepala. "Ada masalah *besar* dengan Langit, Dokter. Masalah yang saya yakin Anda tahu persis apa itu." Raya mengeluarkan amplop berisi hasil tes DNA. Ia meletakkannya di meja, di antara mereka berdua. "Langit bukan anak biologis saya. Dan bukan anak biologis suami saya, Arlan."

Terjadi keheningan yang menyesakkan. Mata Dr. Sinta melebar. Ia menatap amplop itu seolah itu adalah bom yang siap meledak. Wajahnya memucat, warna darah seolah ditarik dari kulitnya. Ia mundur selangkah, tangannya gemetar.

"Tidak mungkin," bisik Dr. Sinta. "Ini… ini sebuah kesalahan."

"Saya rasa tidak, Dokter. Saya sudah mengujinya dua kali, di laboratorium berbeda. Hasilnya konsisten." Raya melangkah mendekat, matanya menatap tajam ke dalam mata Dr. Sinta. "Saya ingin tahu apa yang terjadi sepuluh tahun lalu di klinik ini. Saya tahu ada sesuatu yang salah. Saya butuh kebenaran."

Dr. Sinta terhuyung, duduk di kursinya, seolah kakinya tidak mampu menopangnya lagi. Ia menatap lurus ke depan, ke dinding kosong, matanya kosong. "Sebuah insiden. Ada insiden serius. Kami… kami menutupinya."

Napas Raya tertahan di tenggorokannya. "Insiden apa? Bicara, Dokter! Demi Langit, katakan!"

Dr. Sinta memejamkan mata, seolah ingin menghindari kenyataan. "Saat itu, Anda dan… suami Anda, Arlan, sedang menjalani program IVF. Kami berhasil mendapatkan beberapa embrio yang berkualitas baik. Namun… pada hari implantasi, terjadi… kesalahan yang tak termaafkan di laboratorium. Embrio Anda… tidak berhasil diimplantasi."

Jantung Raya serasa berhenti berdetak. "Apa?"

"Kami… embrio Anda entah bagaimana tertukar atau… rusak," lanjut Dr. Sinta, suaranya sangat pelan, nyaris tak terdengar. "Dalam kepanikan dan tekanan yang luar biasa, untuk menyelamatkan reputasi klinik dan… menghindari tuntutan, kami melakukan hal yang mengerikan. Kami… mengimplantasi embrio lain ke dalam rahim Anda."

Raya merasakan darahnya mendidih. "Embrionya siapa? Siapa yang punya ide gila seperti itu? Dokter tahu apa akibatnya?"

"Itu adalah embrio milik pasien lain, Bu Raya. Atau lebih tepatnya, embrio yang disiapkan untuk pasien lain," Dr. Sinta menggigit bibirnya, tampak berjuang melawan sesuatu. "Kami tahu ini tidak benar. Kami seharusnya memberitahu Anda. Tapi… ada tekanan besar. Dari atas. Dari pihak yang sangat berkuasa."

"Siapa?" Raya tidak peduli lagi dengan formalitas. Ia mencengkeram lengan Dr. Sinta. "Siapa pasien itu? Siapa yang berkuasa itu?"

Dr. Sinta menatapnya dengan mata penuh ketakutan. "Damar. Damar Prasetya."

Nama itu menghantam Raya seperti palu godam. Damar. Mantan suaminya. Pria yang telah menghancurkan hidupnya sekali, dan kini muncul kembali untuk menghancurkan segalanya lagi. Otaknya berputar, mencoba memproses informasi yang baru saja ia dengar. "Damar? Apa maksudnya? Bagaimana embrio Damar bisa ada di sini? Dengan siapa dia program?"

"Damar… dia juga sedang menjalani program IVF pada saat yang sama, Bu Raya," jelas Dr. Sinta, suaranya bergetar. "Dia… dia menggunakan donor telur. Entah bagaimana, embrio yang terbentuk dari spermanya dan donor telur itu, yang seharusnya untuk... disiapkan untuk dia, berakhir di rahim Anda."

Ini lebih buruk dari yang ia bayangkan. Langit bukan anaknya. Bukan anak Arlan. Tapi anak Damar, dan entah siapa wanita yang menjadi donor telur itu. Rasanya seperti sebuah lelucon kejam dari takdir.

"Bagaimana bisa ini terjadi?" Raya bertanya, suaranya nyaris tercekat. "Ini bukan kecelakaan, kan? Damar… dia sengaja melakukannya, bukan?"

Dr. Sinta menutup wajah dengan kedua tangannya. Isak tangis pelan keluar dari bibirnya. "Bu Raya, saya tidak bisa mengatakan lebih dari ini. Saya sudah melanggar sumpah profesi dan… saya akan menghadapi konsekuensi yang mengerikan."

"Konsekuensi mengerikan?" Raya tertawa pahit. "Saya yang harus menghadapi konsekuensi mengerikan! Hidup saya hancur! Pernikahan saya hancur! Anak saya… anak saya dibesarkan dalam kebohongan! Damar. Bajingan itu. Dia melakukan ini. Dia pasti melakukannya!"

Dr. Sinta mengangkat kepalanya, air mata membasahi pipinya. "Ada banyak hal yang tidak kami pahami sepenuhnya saat itu, Bu Raya. Hanya Damar yang tahu motif sebenarnya. Tapi yang jelas, dia memiliki koneksi yang sangat kuat. Dia… dia menginginkan seorang anak. Dan dia tahu Anda sangat ingin menjadi ibu. Dia menggunakan itu."

Sebuah skema licik. Itulah intinya. Damar telah merencanakan ini. Menggunakan dirinya sebagai wadah, tanpa sepengetahuannya, untuk memiliki anak yang secara biologis adalah miliknya. Hati Raya remuk redam. Rasa cinta, benci, bingung, dan marah bercampur aduk menjadi badai yang mengerikan di dalam dirinya.

Sementara itu, di kantornya, Arlan menatap layar ponselnya. Beberapa panggilan tak terjawab dari Raya. Ia tahu Raya pergi ke suatu tempat, tapi Raya menolak memberitahunya. Sejak kejadian tes DNA itu, Raya menjadi sangat tertutup. Arlan mulai merasakan firasat buruk yang mendalam.

Tangannya menjelajahi tumpukan dokumen di mejanya, mencari sesuatu yang bisa mengalihkan perhatiannya. Matanya tertumbuk pada sebuah amplop cokelat yang terselip di bawah buku. Amplop itu tampak tua, pinggirannya sedikit lusuh. Ia ingat Raya pernah membawa amplop ini pulang beberapa hari yang lalu, tampak tergesa-gesa menyembunyikannya. Rasa penasaran mengalahkan etika pribadinya. Ia membuka amplop itu.

Isinya adalah beberapa lembar fotokopi hasil tes medis yang buram, beberapa formulir yang setengah terisi, dan sebuah surat rujukan ke bagian fertilitas. Nama Raya dan Arlan terpampang jelas. Tapi ada yang aneh. Sebuah tanggal. Tanggal di salah satu formulir itu beberapa bulan lebih awal dari yang ia ingat mereka memulai program IVF. Dan sebuah nama. "Damar Prasetya" tertulis di salah satu formulir rujukan, sebagai "pasien lain yang sedang dalam konsultasi bersama."

Dada Arlan bergemuruh. Damar? Kenapa nama Damar ada di dokumen yang berhubungan dengan program IVF mereka? Otaknya mulai bekerja keras, menghubungkan titik-titik samar. Kecurigaan yang selama ini ia tepis, kini tumbuh menjadi monster yang menakutkan. Raya tidak mengatakan yang sebenarnya padanya. Ada rahasia besar yang Raya sembunyikan. Dan rahasia itu entah bagaimana, melibatkan Damar.

Kembali ke Klinik Harapan Ibu.

Raya menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya yang gemetar. "Siapa… siapa wanita donor telur itu?"

Dr. Sinta menggelengkan kepalanya perlahan, ekspresinya dipenuhi kesedihan dan penyesalan. "Itu… itu adalah informasi yang tidak bisa saya berikan, Bu Raya. Itu adalah rahasia medis antara Damar dan donor itu. Tapi yang jelas, donor itu setuju dengan prosesnya. Damar lah yang… mengatur semuanya."

"Jadi, Damar tahu? Dia tahu Langit ada dalam diri saya? Dia membiarkan saya mengandung anaknya dari wanita lain tanpa saya tahu?" Suara Raya meninggi, dipenuhi kemarahan yang membakar.

Dr. Sinta mengangguk, matanya berlinang air mata. "Saya sangat menyesal, Bu Raya. Kami seharusnya menghentikannya. Tapi Damar… dia sangat manipulatif. Dia mengancam akan menghancurkan klinik ini jika kami membocorkan insiden ini. Dia juga mengancam kami secara pribadi."

Raya berdiri, terhuyung, seolah dunia berputar di sekelilingnya. Semua yang ia yakini selama ini hancur berkeping-keping. Bukan hanya Langit bukan anak biologisnya, tapi dia adalah pion dalam permainan kejam Damar. Hatinya seperti dirobek, lalu diinjak-injak.

Tiba-tiba, ponselnya bergetar keras. Sebuah panggilan masuk. Nomor yang tidak dikenal.

Raya ragu, lalu mengangkatnya. "Halo?"

Suara di seberang telepon adalah suara yang sangat ia kenal, suara yang selama ini menghantuinya dalam mimpi buruk.

"Akhirnya, kau tahu, Raya," suara itu berkata, bernada puas, dingin, dan menyeramkan. "Sudah sepuluh tahun, tapi kau tetap bodoh."

Raya tercekat. Jantungnya berdentum kencang. "Damar?"

"Anakku. Anaknya, Raya," suara Damar mendesis, penuh kemenangan. "Dia adalah bagian dari diriku yang paling berharga. Dan sekarang, setelah semua ini, kau akan menyerahkannya padaku."

Telepon terputus. Raya menatap ponselnya, tangannya gemetar hebat. Udara di sekelilingnya terasa membeku. Damar. Dia tahu. Dia selalu tahu. Dan sekarang dia akan datang untuk mengambil Langit.

Raya merasakan semua kekuatannya menguap. Kakinya lemas. Ia tidak bisa bernapas. Langit. Anaknya. Apakah ia akan kehilangan Langit? Atau, lebih buruk lagi, apakah ia harus menyerahkan Langit pada monster yang telah merencanakan semua ini? Dr. Sinta menatapnya dengan prihatin, tapi Raya tidak melihatnya. Ia hanya mendengar gema suara Damar.

"Aku akan mengambilnya."

1
Yaya Mardiana
bingung dengan cerita nya selalu berulang ulang
Bang joe: part mananya mulai kak ?
total 2 replies
Nana Colen
timititi maca nepi ka episode ieu satu kata lier
Nana Colen: asa begitu banyak kata kata atau kalimat yg di ulang ulang dan muter muter jd bukannya semangat bacanya malah jadi puyeng 🙏
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!