NovelToon NovelToon
ACADEMY ANIMERS

ACADEMY ANIMERS

Status: tamat
Genre:Akademi Sihir / Fantasi Isekai / Anime / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Reinkarnasi / Tamat
Popularitas:203
Nilai: 5
Nama Author: IΠD

👑 Academy Animers, sekolah elit untuk pelajar berkekuatan unik dan bermasalah mental, dijaga Kristal Kehidupan di Crown City. Dipimpin Royal Indra Aragoto, akademi berubah jadi arena Battle Royale brutal karena ambisi dan penyimpangan mental. Indra dan idealis (Akihisa, Miku, Evelia) berjuang mengembalikan misi akademi. Di lima kota inti, di bawah Araya Yamada, ketamakan dan penyalahgunaan kekuatan Kristal merusak moral. Obsesi kekuatan mendorong mereka menuju kehancuran tak terhindarkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Battlefield

Di Akademi Sakura, suasana istirahat siang terasa hening. Di ruang guru yang biasanya ramai, Indra, Evelia, Nina, dan Kizana bersantai sejenak, menikmati kopi dan ketenangan setelah mengajar. Mereka duduk di sofa, menonton TV panel yang menyiarkan berita lokal.

Tiba-tiba, siaran berita darurat memotong program biasa. Layar menampilkan gambar Istana Kerajaan yang hancur total, dikelilingi oleh polisi militer dan regu penyelamat yang panik.

Mereka melihat stasiun TV menayangkan berita kehancuran Istana.

Penyiar berita itu berbicara dengan suara yang tercekat. "...Kami mengonfirmasi bahwa serangan terjadi di pusat Kerajaan Sakura Flurry. Sumber resmi mengonfirmasi kematian Ratu Amanda Yamada di lokasi. Diduga kuat, serangan ini dilakukan oleh entitas kuno yang dikenal sebagai Amon..."

Mereka semua seketika tertegun. Indra, yang biasanya dingin, membeku, gelas kopinya terlepas dari genggamannya dan pecah di lantai. Evelia segera memegang tangannya, wajahnya pucat.

"Tidak mungkin..." bisik Evelia, matanya yang kitsune melebar karena shock.

Terutama Nina yang mendengar ibunya, Amanda telah meninggal dengan tragis. Nina melompat dari kursinya, matanya yang blood manipulator merah menyala karena amarah dan duka.

"Ibu..." desis Nina, tinjunya terkepal. "Tidak! Dia tidak mungkin mati!"

Kizana, yang duduk di samping Nina, segera memeluknya erat, meskipun ia sendiri tampak syok. "Nina, tenanglah!"

Tiba-tiba Akihisa dan Miku masuk ke ruang guru tanpa mengetuk, napas mereka terengah-engah. Wajah mereka sama-sama dipenuhi kepanikan.

"Indra! Evelia!" seru Akihisa. "Kalian lihat TV?!"

Miku dan aku menyampaikan hal yang sama. "Istana... Istana hancur!"

"Dan itu bukan hanya serangan... Ada mayat di mana-mana!" sambung Miku, suaranya dipenuhi kengerian. "Ini adalah pembantaian! Akihisa bilang, ada jejak energi... energi demon tingkat tinggi!"

Indra akhirnya bereaksi. Ia bangkit, mengabaikan pecahan gelas di kakinya. Matanya yang es kini membara dengan kemarahan.

"Amon," desis Indra, mengucapkan nama itu seperti kutukan. "Dia kembali. Dan dia membunuh Bibi Amanda."

.

.

.

.

Tepat ketika amarah Indra mencapai puncaknya dan ia bersiap untuk keluar, earpiece komunikasinya berdering darurat. Itu adalah Nuita.

Indra mengaktifkan earpiece-nya. "Nuita! Apa yang terjadi di Istana?! Aku akan segera ke sana!"

Suara Nuita terdengar tegang namun penuh perhitungan. "Jangan! Jangan menampakkan diri! Itu jebakan!"

Indra terdiam, mendengarkan. Semua mata tertuju padanya.

"Dengarkan aku, Indra. Araya terluka parah, aku menemukannya di tebing pinggiran kota. Aku kini berada di rumah sakit Kerajaan dan di sini bersama dengan Liini dan Shiera," jelas Nuita. "Ini bukan sekadar serangan, ini diversi."

Kabar tentang Araya membuat semua orang terkejut lagi. Evelia mendekat, wajahnya penuh kekhawatiran. "Araya terluka? Bagaimana?"

Nuita mengabaikan pertanyaan Evelia, fokus pada Indra. "Lucius—guru tamu yang seharusnya tidak kalian ingat—itu adalah antek-antek Amon yang wujud aslinya adalah Lucifer."

Indra menyipitkan mata. "Lucifer? Mustahil."

"Tidak ada yang mustahil lagi," balas Nuita tajam. "Dia menggunakan sihir penghapusan memori skala besar. Mereka menyerang Araya, dan saat Araya sibuk, Amon menyerang Istana. Kalian semua adalah target. Untuk sekarang, berjaga saja di Akademi. Ini adalah satu-satunya tempat yang pertahanannya masih utuh dan tidak terdata oleh Amon."

"Tapi Ibu..." desis Nina, suaranya tercekat.

"Aku tahu, Nina," ujar Nuita, nadanya melembut sesaat, tetapi kembali tegas. "Kita akan membalasnya. Tapi tidak sekarang. Kita tidak boleh menjadi korban jebakan berikutnya. Militer sudah bergerak dan mulai 'pemburuan' sisa-sisa pasukannya di kota, tapi kita tidak tahu seberapa besar ancaman ini."

Indra mengepalkan tangannya. Ia ingin bergerak, tetapi ia tahu Nuita benar. Menyerbu dalam amarah hanya akan membuat mereka semua terbunuh.

"Baik," jawab Indra, suaranya sekuat es yang baru membeku. "Kami akan bertahan di Akademi. Beri kami update setiap sepuluh menit. Jaga Araya."

"Kau juga, Indra. Jaga dirimu dan semua orang. Jangan biarkan Royal dan Kitsune jatuh," tutup Nuita, memutus komunikasi.

Ruangan itu kembali sunyi. Kali ini, keheningan itu penuh dengan tekad yang dingin dan bahaya yang nyata.

.

.

.

.

.

Indra kembali ke tengah ruangan, wajahnya menunjukkan gejolak emosi yang belum pernah dilihat teman-temannya. Ia adalah seorang Guardian yang selalu terkontrol, tetapi kematian Amanda dan pengkhianatan Lucius telah menghancurkan ketenangannya.

"Apa yang harus kita lakukan, Indra?" tanya Akihisa dengan nada khawatir. Ia adalah ahli strategi, tetapi kepanikan Indra membuatnya ragu.

"Ya, Indra-sensei. Beri kami perintah," tambah Miku.

Indra pikirannya kacau, ia tidak bisa tenang. Ia berjalan mondar-mandir mendekati jendela sambil memegang kepalanya.

"Kita harus ke sana! Aku harus membalaskan Bibi Amanda! Amon tidak bisa dibiarkan menang!" raungnya, mengabaikan peringatan Nuita.

"Indra! Tenanglah!" seru Evelia, mencoba meraih tangannya, tetapi Indra menepisnya.

"Bagaimana aku bisa tenang, Evelia?! Ibuku sudah tiada! Bibi Amanda... dia yang tersisa! Dan sekarang dia juga pergi! Amon menghancurkan keluargaku lagi!"

Akhirnya Evelia mengambil alih. Sebagai seorang Kitsune dan Ratu yang baru, ia harus menjadi jangkar bagi suaminya. Ia memegang bahu Indra dengan kuat, memaksa Indra menatap matanya.

"Dengar, Suamiku! Aku tahu kau marah! Tapi Bunda Amanda tidak akan mau melihatmu terbunuh karena amarah! Nuita benar! Ini adalah jebakan! Kita tidak akan menari mengikuti irama Amon!" ujar Evelia, suaranya tegas namun penuh kasih sayang.

Ia beralih ke yang lain. "Arahan dariku: Akihisa, Miku, aktifkan perisai sihir Level Maksimum Akademi. Periksa semua jalur teleportasi dan transit. Kizana, kau dan Nina, pergi ke Gudang Persenjataan dan siapkan semua drone tempur. Kita akan bertahan di sini!"

Tepat saat itu, Nina dan Kizana saling berpandangan dengan cemas.

"Tunggu dulu," kata Nina, suaranya sedikit gemetar.

"Ya. Ada yang harus kami katakan," tambah Kizana, berdiri di samping Nina.

Mereka berdua berjalan maju, wajah mereka menunjukkan perpaduan antara duka, ketakutan, dan sesuatu yang lain.

"Kami minta maaf karena merahasiakan ini saat pernikahan," kata Nina, mengambil napas dalam. "Nina baru saja terdeteksi hamil beberapa hari yang lalu."

Semua orang terdiam. Akihisa menjatuhkan rahangnya. Miku menutup mulutnya karena terkejut. Indra berhenti meronta.

Kizana memegang tangan Nina dengan protektif. "Kami tahu ini waktu yang buruk, tapi kami tidak bisa menyembunyikannya lagi. Kami meminta maaf karena merahasiakan ini."

Evelia menatap Nina dan Kizana, lalu menatap perut Nina, dan akhirnya kembali ke Indra. Senyum tipis yang penuh makna muncul di wajahnya.

"Indra, kau dengar itu?" bisik Evelia lembut. "Bukan hanya kita yang bertarung sekarang. Kau tidak hanya melindungi Sakura Flurry dari Amon. Kau melindungi keponakanmu. Kau melindungi masa depan Kerajaan ini. Kita punya alasan untuk bertahan."

Indra menatap Nina, lalu tangan istrinya yang masih di bahunya. Amarahnya perlahan mereda, digantikan oleh tekad yang lebih dingin dan tajam.

.

.

.

.

.

.

.

Kesadaran bahwa mereka kini melindungi tidak hanya Kerajaan tetapi juga generasi penerus—anak Nina dan Kizana—memberikan fokus baru pada amarah Indra. Ekspresi kacaunya menghilang, digantikan oleh ketenangan yang mematikan.

"Cukup," kata Indra, suaranya kembali dingin dan penuh otoritas. "Kita tidak menyerang. Kita bertahan. Kita melindungi yang kita punya."

Akhirnya mereka mulai bergerak. Indra mengambil earpiece lagi.

"Akihisa, Miku. Aku ingin perisai sihir diaktifkan bukan hanya di batas terluar, tapi juga di setiap blok Akademi. Pisahkan setiap bangunan menjadi zona pertahanan mandiri."

"Siap, Indra-sensei!" jawab Akihisa dan Miku serempak, segera bergegas keluar.

"Kizana, Nina," lanjut Indra, menatap pasangan yang akan menjadi orang tua itu. "Kalian fokus pada drone. Aku ingin semua drone tempur, penyembuh, dan pengintai di udara dalam sepuluh menit. Nina, kau tinggal di ruang kontrol. Kizana, kau akan menjadi komandan drone di Observation Deck."

"Baik, Indra," jawab Kizana. Nina mengangguk tegas, meskipun matanya masih berkaca-kaca.

Di luar ruang guru, berita menyebar cepat. Para pembimbing dan murid-murid senior segera memahami situasi. Semua murid mulai menunjukkan semangat mereka siap bertarung. Murid-murid yang merupakan calon Guardian dari berbagai keluarga Kerajaan bergegas mengambil posisi.

"Kelas Satu Kendo, ambil posisi di koridor Timur! Jangan biarkan musuh melewati pintu utama!" teriak salah satu pembimbing.

Setiap kelas kini menjadi markas setiap murid dan pos mereka. Ruang-ruang kelas yang tadinya berisi papan tulis dan bangku kini diisi dengan storage unit senjata, monitor pengintai, dan peralatan penyembuh. Murid-murid kelas sihir menyiapkan mantra pertahanan di jendela, sementara murid-murid Guardian mengamankan pintu masuk. Akademi Sakura telah bertransformasi menjadi benteng pertahanan terakhir.

Evelia memandang Indra, bangga. "Kau sudah kembali, Suamiku."

Indra menatap Evelia. "Tidak. Aku tidak akan membiarkan Amon menyentuh keluarga ini lagi. Sekarang, mari kita perkuat lantai atas. Aku ingin melihat apa yang bisa dilakukan Kitsune Ratu untuk pertahanan."

"Dengan senang hati," jawab Evelia, senyum di wajahnya kini menjadi senyum seorang ratu perang.

.

.

.

Bel tanda masuk Akademi, yang seharusnya berbunyi merdu, kini bergema sebagai alarm perang. Para murid mulai melawan pasukan Amon dengan semangat mereka. Para calon Guardian dan Mage muda mengambil posisi, memegang senjata berenergi dan focus device sihir.

Di koridor utama, sekumpulan iblis rendahan yang dikirim sebagai gelombang pertama pasukan Amon berhasil menembus perisai terluar.

"Jangan panik! Gunakan formasi Diamond! Pertahanan di depan, sihir dukungan di belakang!" teriak seorang pembimbing, suaranya dipenuhi ketegasan.

Murid-murid yang bertugas di koridor tersebut segera membentuk barisan. Mereka menembakkan gelombang energi chi dan serangan elemen, mengempaskan iblis-iblis itu kembali.

Di Observation Deck, Indra memandang ke luar, ekspresinya sedingin baja. "Meskipun mereka adalah iblis rendahan, jumlah mereka terlalu banyak. Mereka berusaha menguras energi perisai kita."

Evelia, berdiri di sampingnya, meluncurkan mantra Kitsune penyembuhan ke seluruh jaringan perisai. "Aku akan menopang perisai ini, Suamiku. Tapi kita tidak bisa bertahan selamanya. Mereka akan menemukan titik lemah."

Tiba-tiba, dari saluran komunikasi utama, terdengar suara seorang pembimbing senior yang panik.

"Komandan! Mereka menggunakan sihir teleportasi! Mereka muncul di lantai dua Blok A!"

Indra segera mengambil keputusan. "Akihisa, kerahkan Drone tempur ke Blok A! Miku, alihkan fokus Perisai Blok A ke Anti-Teleportation Barrier!"

"Siap!" balas suara Akihisa dan Miku melalui earpiece.

Kizana, yang bertugas di ruang kendali drone, berbicara. "Kami mengerahkan seluruh armada. Mereka akan berada di sana dalam 30 detik. Nina di ruang kendali, pertahankan komunikasi tetap jernih!"

Dari balik gerbang yang kini tertutup dan diselimuti energi, terdengar tawa sinis Lucius melalui proyektor suara yang dipasang di luar.

"Selamat bersenang-senang, para pahlawan kecil! Hadiah dari Tuan Amon baru saja tiba!"

Indra menatap Evelia, matanya penuh api. "Dia mengolok-olok kita. Jangan beri dia kepuasan, Kitsune. Kita akan tunjukkan padanya bahwa Akademi ini adalah benteng yang tidak bisa ditembus!"

"Tentu saja," balas Evelia, fokusnya penuh pada menjaga perisai. "Dan kita akan membalaskan Bunda Amanda, Indra."

.

.

.

.

Pertahanan Akademi telah mengeras, tetapi serangan musuh tak henti. Pasukan Amon yang dipimpin oleh antek-antek Lucius terus menekan, mencoba mencari celah.

Di Blok C, yang dijadikan pos komando tempur jarak dekat, terjadi baku tembak sengit. Murid-murid senior menggunakan Art of Conjuration untuk memanggil perisai dan proyektil energi, berbenturan dengan iblis yang merayap di dinding.

Seorang pembimbing berteriak melalui saluran komunikasi internalnya, "Mereka terlalu banyak! Kekuatan esensi mereka meningkat! Butuh dukungan sihir Kitsune!"

Di Observation Deck, Evelia segera merespons. "Bertahanlah! Aku mengirimkan transfer energi penyembuhan massal ke Blok C!" Energi keemasan lembut mengalir dari tangan Evelia, menembus perisai Akademi, memperkuat dan menyembuhkan para pembela di Blok C.

Di Blok A, tempat pasukan musuh berhasil menembus sebentar, Akihisa dan Miku berada di garis depan, memimpin serangan balik. Akihisa, menggunakan kecepatan Shape-Shifter yang ditingkatkan, bergerak seperti kilat, melumpuhkan musuh satu per satu.

"Miku, Healing Pulse sekarang!" teriak Akihisa, setelah mendorong mundur tiga iblis sekaligus.

Miku segera melepaskan gelombang sihir penyembuhan yang kuat, memulihkan energi para murid yang hampir kelelahan dan menutup luka-luka mereka. "Jangan mundur! Jika mereka melewati kita, Kerajaan akan jatuh!" seru Miku, menyalurkan semua semangatnya.

Di ruang kontrol drone, Kizana mengawasi monitor dengan mata tajam, mengarahkan ratusan drone kecil yang dipersenjatai untuk mencegat bala bantuan musuh yang mencoba teleport ke halaman utama.

"Drone Alpha, targetkan koordinat 5.8! Drone Beta, pertahankan perimeter udara! Jangan biarkan Lucius mengirimkan reinforcement!" perintah Kizana.

Sementara itu, Nina, meskipun fokusnya terbagi antara tugas dan kehamilannya, tetap berada di konsol komunikasi utama, memastikan semua jalur koordinasi tetap jernih.

Tiba-tiba, suara Lucius terdengar lagi melalui loudspeaker yang entah dari mana. "Kalian bisa menyembuhkan, tapi kalian tidak bisa menang! Amon hanya perlu waktu! Dan kalian akan hancur dari dalam!"

Indra, berdiri di Observation Deck di tengah kekacauan, mengabaikan provokasi itu. "Mereka mencoba mengacaukan moral kita. Jangan dengarkan! Pertahankan posisi! Setiap blok yang jatuh adalah kegagalan Kerajaan! Kita melindungi masa depan!" teriak Indra, suaranya diproyeksikan ke seluruh Akademi melalui sistem komunikasi.

Para pembela, dihidupkan kembali oleh semangat pemimpin mereka dan ditopang oleh energi Evelia, kembali bertarung dengan semangat yang membara. Mereka bertekad, Akademi Sakura adalah garis pertahanan terakhir.

.

.

.

Pertarungan sengit di Akademi berlanjut, semakin banyak iblis yang berhasil menembus perisai terluar. Di koridor, para murid menggunakan kemampuan unik mereka untuk bertahan.

Seorang murid, sambil mengayunkan pedang energinya, berteriak, "Tumbangkan yang besar itu! Jika kita berhasil meratakannya, nilai praktik akhir kita pasti A!"

Rekannya, yang sedang memfokuskan mantra api, menyahut, "Bukan hanya A, tapi mungkin kita bisa lulus lebih awal! Serangannya terfokus! Jangan biarkan dia menembus barisan pertahanan!"

Di Blok B, di mana pertahanan sihir sangat diandalkan, murid-murid dari kelas Mage berjuang keras.

"Gunakan sihir elemen air! Itu efektif melawan api neraka!" perintah seorang murid senior.

"Bertahanlah! Jika kita bisa menahan gerbang ini selama dua jam lagi, kita pasti dapat beasiswa penuh tahun depan!" teriak murid lain, melemparkan rentetan sihir es.

Di Observation Deck, Indra menyimak komunikasi dari seluruh lini, senyum tipis—pertama kalinya sejak serangan—terukir di wajahnya.

"Mereka menggunakan pertarungan ini sebagai ujian akhir," gumamnya, bangga.

Evelia yang sibuk menjaga perisai, tersenyum lemah. "Itu adalah semangat Guardian Kerajaan kita, Suamiku. Mereka melihat bahaya sebagai kesempatan untuk mendapatkan nilai terbaik."

Akihisa yang sedang mengarahkan drone melalui saluran komunikasi, menanggapi. "Indra-sensei, mereka menanyakan apakah ada bonus poin jika kita bisa menangkap salah satu antek Lucius hidup-hidup?"

Indra mengaktifkan earpiece publik. "Dengar, semuanya! Tangkap salah satu komandan iblis hidup-hidup, dan kalian akan mendapatkan nilai A+ untuk semua mata pelajaran tahun ini! Hancurkan mereka semua!"

Teriakan semangat para murid membahana di seluruh Akademi. Motivasi ganda—nilai akademik dan kelangsungan hidup—membuat semangat juang mereka membara.

.

.

.

.

.

.

.

Sementara pertempuran berkecamuk di dalam benteng Akademi, sebuah kejadian tak terduga terjadi di luar. Shiera dan Liini telah bergerak cepat dari Rumah Sakit Kerajaan. Mereka tidak menggunakan kendaraan biasa. Mereka tiba di Akademi dengan menunggangi robot Nuita. Robot itu, meskipun tidak dirancang untuk pertempuran garis depan, adalah mesin tercepat yang bisa diprogram Nuita untuk mengangkut mereka.

Robot itu mendarat dengan keras di halaman depan Akademi yang diselimuti perisai energi. Saat mereka melompat turun, saat itu mereka menabrak Lucius.

Lucius, yang tampak sedang memanipulasi celah di perisai dari jarak aman, terkejut melihat dua murid yang ia gagal hapus ingatannya itu.

"Apa-apaan ini—" desis Lucius, membenarkan kacamatanya.

Mereka diluar Akademi berhadapan dengan pria licik itu.

Shiera, katana terhunus, segera berdiri di depan Lucius. "Kami tahu siapa kau, Lucius."

Lucius tersenyum sinis. "Ah, dua hama yang memori konyolnya gagal kuhapus. Kau membuang-buang waktu. Aku sibuk. Minggir."

"Tidak semudah itu," balas Liini, kini memegang focus device sihir yang diisi dengan energi tinggi. "Kami tahu kau antek Amon! Dan kau adalah Lucifer!"

Lucius tertawa. "Lucifer? Itu pujian yang terlalu tinggi, Nona Muda. Aku hanya pelayan setia. Tapi ya, anggap saja aku adalah Lucifer. Dan kalian berdua akan menjadi persembahan terakhirku sebelum aku menghancurkan perisai ini."

Shiera memajukan langkahnya, mengabaikan robot Nuita yang berasap di belakangnya. "Kau tidak akan menyentuh Akademi ini! Kau sudah membunuh Ratu Amanda dan melukai Araya-sensei! Aku akan menguburmu di sini!"

"Oh, keberanian yang manis," ejek Lucius, energi hitam mulai berkumpul di tangannya. "Mari kita lihat apakah tekad 'hama' lebih kuat dari sihir gelap."

Pertarungan baru telah dimulai di ambang pintu pertahanan terakhir Sakura Flurry.

.

.

.

.

.

.

.

Suara ledakan dan benturan energi membagi fokus pertahanan Sakura Flurry. Kini memiliki dua pertarungan yang kritis. Di balik perisai tebal, pertahanan Akademi terus diuji oleh serangan gelombang pasukan Amon. Sementara itu, di luar perisai, pertarungan Shiera dan Liini dengan Lucius berlangsung dengan intensitas yang tak kalah mematikan.

Di dalam, di Observation Deck, Indra menyadari adanya lonjakan energi di luar.

"Ada yang di luar! Energi iblis tingkat tinggi! Akihisa, ada apa di luar perisai utama?" teriak Indra melalui earpiece.

Akihisa merespons dengan cepat. "Indra-sensei, sensor mendeteksi dua tanda tangan energi Guardian dan satu energi iblis yang sangat kuat! Itu Shiera dan Liini! Mereka melawan entitas di luar!"

"Mereka melawan Lucifer!" seru Evelia, wajahnya cemas saat ia memfokuskan energi Kitsune untuk memperkuat perisai di area luar, secara tidak langsung melindungi Shiera dan Liini.

Di luar perisai, Lucius menyalurkan sihir gelap, memanggil sepasang wraith bayangan untuk menyerang dua murid itu.

"Kalian seharusnya berada di kelas, bukan di medan perang," cibir Lucius.

Shiera, katana-nya mengeluarkan cahaya perak, memotong kedua wraith itu menjadi abu. "Kau mengira kami sama seperti yang lain? Kami ingat semuanya! Kau akan membayar untuk Araya-sensei dan Ratu Amanda!"

"Kata-kata besar dari seorang Guardian amatir," ejek Lucius, memicu ledakan kecil ke arah robot Nuita yang sudah rusak.

Liini memanfaatkan kesempatan itu. Ia melepaskan rentetan sihir chi murni dari focus device-nya, mengenai Lucius secara langsung.

"Ambil ini, dasar penipu!" teriak Liini.

Lucius terhuyung sedikit. "Tembakan yang cukup bagus untuk seorang Ketua OSIS yang lemah. Tapi tidak cukup untuk melukai Lucifer yang sebenarnya!"

"Kau bukan Lucifer!" teriak Shiera, melompat maju dengan kecepatan penuh, mengayunkan katana-nya dengan kekuatan yang dipicu oleh duka.

Lucius menghentikan pedang Shiera dengan satu tangan yang diselimuti energi gelap. "Aku adalah apa yang perlu aku lakukan. Dan yang perlu aku lakukan sekarang adalah membunuh kalian dan menghancurkan benteng kecilmu!"

Di dalam, Indra meninju dinding kontrol. "Sial! Aku tidak bisa membantu mereka! Perisai akan runtuh jika aku membukanya!"

Miku mencoba menenangkan Akihisa. "Kita harus percaya pada mereka. Mereka dilatih oleh yang terbaik."

Di luar, Shiera dan Liini bertarung untuk waktu. Mereka tahu, jika Lucius berhasil menembus perisai, semua pertahanan mereka akan sia-sia.

.

.

.

.

.

.

.

Pertarungan Shiera dan Liini dengan Lucius semakin meningkat intensitasnya. Meskipun menghadapi kekuatan Arch-Demon yang menyamar, kedua murid itu menunjukkan sinkronisasi luar biasa yang diasah melalui pelatihan OSIS dan pertarungan sesungguhnya.

...

...

Shiera dan Liini terus bersinkronisasi dalam menyerang. Shiera bertindak sebagai Guardian garis depan yang cepat dan lincah, sementara Liini memberikan tembakan dukungan yang mematikan.

Lucius mencoba memanggil wraith baru, tetapi Shiera sudah berada di depannya, memaksa Lucius untuk bertahan.

"Fokus pada pertahanannya, Liini-san! Tengah!" teriak Shiera, memaksa Lucius mengangkat perisai energi gelapnya.

Tepat saat perisai itu terbentuk, Liini melepaskan tembakan. Perpaduan Katana Shiera dan Heavy Sniper Liini sungguh mematikan. Liini, yang kini menggunakan mode Sniper dari focus device miliknya, menembakkan proyektil energi kinetik yang sangat padat. Proyektil itu menabrak perisai Lucius, memanfaatkan celah kecil yang dibuka oleh tekanan katana Shiera.

BUMM

Lucius terlempar ke belakang, meninggalkan bekas hangus di tanah. Wajahnya yang arogan kini menunjukkan kemarahan yang nyata. Membuat Lucius kewalahan, ia tidak menyangka dua murid yang seharusnya ia lupakan bisa memberikan serangan yang terkoordinasi dan efektif.

"Sialan kalian! Kalian adalah hama yang paling merepotkan!" geram Lucius, bangkit dengan asap tipis mengepul dari jubahnya.

"Hama ini akan mengalahkanmu, Lucifer!" balas Liini, segera mengisi ulang Sniper-nya. "Kau tidak bisa mengandalkan sihir murahmu selamanya!"

Shiera, mengambil napas, maju selangkah. "Kau sudah menghabiskan terlalu banyak energi untuk serangan konyol di luar dan penghapusan memori! Kau sudah lemah!"

Lucius menyeringai, meskipun ada kepahitan di matanya. "Aku masih memiliki lebih dari cukup untuk membunuh kalian dan menghancurkan Akademi ini!"

"Kita lihat saja!" teriak Shiera, meluncurkan serangan combo baru, sementara Liini mengunci target di belakangnya. Mereka berdua bertekad, mereka tidak akan membiarkan Amon menang kali ini.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Di rumah sakit Kerajaan, di balik pintu tertutup ruang perawatan intensif, sesuatu yang mustahil terjadi. Araya sudah tersadar. Meskipun tubuhnya baru saja menjalani operasi besar, aura Blood Manipulation yang disalurkan melalui bunga higanbana telah mempercepat pemulihan ke tingkat yang tidak masuk akal.

Dengan gerakan yang tenang dan tanpa kesulitan, ia dengan mudah melepaskan semua perban dan selang infus yang terpasang di tubuhnya, memperlihatkan kulit yang hampir tanpa cacat. Luka-luka patah tulang sudah sembuh. Namun, ia membiarkan penutup mata kirinya tetap pada tempatnya.

Nuita berdiri di samping ranjang, memegang pakaian baru. Ia hanya menghela napas, senyum pasrah di wajahnya. Ia tahu ia tidak bisa menghentikan rivalnya yang paling keras kepala itu.

"Aku tahu kau akan melakukan ini," kata Nuita, memberikan pakaian tempur baru Araya. "Kau seharusnya istirahat setidaknya seminggu penuh."

"Waktu istirahat sudah berakhir, Nuita," jawab Araya, suaranya serak namun tegas. Ia menerima pakaian itu. "Ambilkan katana cadanganku, yang ada di lemari pengaman Istana."

"Pedang itu sudah dibawa Indra ke Akademi. Dia memerlukannya untuk pertahanan," balas Nuita. "Sekarang, ceritakan semua yang kau tahu. Kenapa kau harus membuat dirimu seperti ini?"

Araya mengatakan semua yang ia tahu kepada Nuita sambil berganti pakaiannya. Gerakannya cekatan, mengabaikan fakta bahwa ia baru saja sekarat.

"Aku dicegat oleh Lucius dan Amon. Lucius, yang ternyata adalah Lucifer, mencoba mengalihkan perhatianku. Amon ada di sana, dia menggunakan kekuatannya sendiri, bukan boneka," jelas Araya. Ia mengencangkan sabuk di pinggangnya.

"Jadi, kau bertarung sendirian?" tanya Nuita, suaranya dipenuhi kekecewaan.

"Aku harus. Itu adalah satu-satunya kesempatan untuk memastikan identitas Amon. Dan dia memberikan pesan."

Araya menatap Nuita, satu mata yang tersisa memancarkan tekad. "Dia mengatakan bahwa dia akan mengambil tahta, dan dia mematahkan Nodachi-ku. Dia sengaja meninggalkan mataku sebagai pengingat. Dia ingin aku menyampaikan pesan ini kepada Indra: Amon telah kembali, dan dia akan menghancurkan Kerajaan ini, mulai dari dirimu."

Nuita terdiam, wajahnya berubah pucat. "Amanda... ini bukan lagi pertarungan perebutan tahta. Ini adalah pembantaian."

"Tepat. Dan sekarang, aku harus pergi," kata Araya, siap melompat keluar dari jendela.

"Kau mau kemana?" tanya Nuita.

"Ke medan perang, Nuita. Aku akan membela Kerajaan ini dengan satu mata tersisa dan dua tangan ini. Dan aku akan membalaskan Bunda Amanda," jawab Araya, melompat keluar, meninggalkan Nuita di ruangan itu.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Tepat saat Araya sudah pergi jauh menuju Akademi, meninggalkan kekosongan energi yang tiba-tiba di ruang perawatan, terjadi guncangan hebat. Seluruh rumah sakit Kerajaan bergetar. Kaca-kaca jendela pecah, dan alarm darurat berbunyi keras.

Tiba-tiba Amon tiba di rumah sakit Kerajaan dengan pendaratan yang dahsyat. Ia mendarat di atap, lalu menghancurkan lantai-lantai di bawahnya, hingga akhirnya Amon muncul di koridor tepat di luar kamar perawatan Araya. Tubuhnya kembali ke wujud Arch-Demon-nya.

...

...

Amon menyeringai, matanya memancarkan kegelapan saat ia melihat Nuita yang berdiri di tengah ruangan. "Aku mencium aroma Blood Manipulator yang lemah di sini. Kupikir aku bisa membunuh si Bayangan itu dengan dua serangan sekaligus. Tapi dia sudah lari."

Nuita—sahabat dan rival Araya—yang tidak sempat berganti pakaian tempur karena terburu-buru mengurus Araya, tidak dalam mode bertempur. Namun, ia adalah seorang jenius yang selalu siap. Ia menyadari Amon datang untuk menyelesaikan apa yang dia mulai.

Nuita mengalihkan pandangannya ke sudut ruangan. Ia hanya bisa mengandalkan senjata yang ada yaitu Katana cadangan milik Araya yang tidak sempat dibawa. Ia segera menyambar pedang itu.

"Tentu saja kau akan datang ke sini, pengecut," kata Nuita, mengarahkan katana itu ke Amon, meskipun tangannya sedikit gemetar.

Amon tertawa, tawa yang memuakkan. "Pengecut? Aku baru saja membunuh Ratumu di singgasananya. Dan kau... kau adalah umpan yang menyedihkan."

"Aku bukan umpan, Amon," balas Nuita. "Aku adalah yang akan mengulur waktu sampai Guardian tiba. Aku akan memastikan kau tidak akan menyentuh satu jiwa pun lagi di rumah sakit ini!"

"Waktu? Kau tidak punya waktu, wanita jenius," ejek Amon, melangkah maju. "Kau hanya akan menemaniku dalam kehancuran. Dan pedang itu? Itu bahkan bukan milikmu. Kau adalah peniru yang lemah."

Nuita memejamkan mata sejenak, menguatkan tekadnya. "Aku mungkin bukan pejuang sepertimu, tapi aku adalah Rival Araya. Dan aku tidak akan membiarkanmu menang semudah itu!"

.

.

.

.

Pertarungan di Rumah Sakit Kerajaan dimulai dengan gemuruh yang mengancam sisa-sisa bangunan itu. Pertarungan Nuita dimulai. Nuita, yang dikenal sebagai ahli strategi dan akademisi, kini menunjukkan sisi lain dirinya. Nuita bertarung dengan lihai seperti Araya; gerakannya cepat dan terhitung, memanfaatkan momentum dan sudut serang dengan sempurna, walau jarang diperlihatkan jika Nuita juga ahli dalam bertarung. Sebagai rival Bayangan, ia tentu saja memiliki kemampuan fisik yang setara.

Menggunakan katana cadangan Araya, Nuita melancarkan serangan energi terfokus yang memaksa Amon untuk bergerak.

"Kau menghabiskan kekuatanmu untukku, Amon! Dan kau tahu siapa aku!" seru Nuita, melompat mundur dari serangan cakar Amon.

Amon tertawa, tawa iblisnya memenuhi koridor yang hancur. Amon sembari menyerang ia juga menusuk para manusia yang ada di rumah sakit kerajaan ini. Dengan cakar bayangan yang muncul dari lantai, Amon secara brutal menusuk setiap pasien dan staf yang tergeletak tak berdaya di reruntuhan. Baik yang masih hidup, sekarat, maupun sudah meninggal akibat tertimpa reruntuhan, semuanya menjadi sasaran.

"Aku tahu kau adalah si jenius yang sombong, Nuita," jawab Amon, menikmati keputusasaan Nuita. "Dan aku tahu ini akan menyakitimu lebih dari sekadar luka fisik!"

Nuita yang menyaksikan itu hanya bisa fokus dalam diam sambil melancarkan serangannya ke Amon. Ia tahu, jika ia teralihkan oleh pembantaian di sekelilingnya, Amon akan membunuhnya dengan mudah. Ia harus bertahan. Ia harus mengulur waktu.

"Kau... kau menikmati keputusasaan, Amon," desis Nuita, suaranya dipenuhi kebencian.

"Tentu saja!" balas Amon, melempar tubuh yang sudah tak bernyawa ke arah Nuita. Nuita memotong tubuh itu menjadi dua dengan katana-nya, air mata hampir jatuh di matanya, tetapi ia menahannya.

"Setiap kematian ini adalah kerugian bagimu! Aku akan memastikan kau membayarnya, Amon! Aku janji!" teriak Nuita, meluncurkan rentetan serangan balasan, mendorong Amon kembali.

.

.

.

Pertarungan antara Nuita dan Amon di reruntuhan rumah sakit Kerajaan semakin sengit. Pertarungan Nuita berlanjut dengan sengit, setiap gerakannya adalah kombinasi antara keputusasaan dan kejeniusan. Serangan demi serangan dilancarkan begitu juga Amon.

Tipikal serangan Nuita adalah Elemen yang halus namun tajam yaitu Lightning. Ia adalah Mage terkemuka, dan meskipun tanpa kekuatan Blood Manipulation seperti Araya dan Nina, ia menguasai sihir alam.

Nuita mengayunkan katana itu, tetapi bukan untuk menebas. Itu adalah fokus sihir. Dari pedang itu, kilat biru tajam menyambar, bergerak secepat suara.

"Kau terlalu lambat, Amon! Analisis datamu sudah usang!" teriak Nuita, melepaskan Arc Lightning yang mematikan.

Kilat itu menghantam dada Amon, memaksanya mundur dan mengeluarkan raungan kesakitan.

Amon menyeringai, kulitnya menghitam di area yang disambar petir. "Sihir yang tajam, Nuita! Tapi kau hanya satu elemen! Dan kau sudah menguras energimu!"

Amon membalas dengan gelombang api neraka yang meluas. Nuita tidak punya pilihan selain membuat perisai lightning di sekelilingnya, menahan panas yang membakar.

"Aku mungkin hanya memiliki Elemen Lightning," balas Nuita, perisai petirnya berderak. "Tapi Lightning adalah elemen tercepat! Aku tidak harus mengalahkanmu, Amon! Aku hanya perlu mengulur waktu! Dan mengulur waktu adalah keahlianku!"

"Mengulur waktu? Itu menyedihkan!" ejek Amon, melangkah maju dan menghancurkan perisai Nuita dengan cakar bayangannya. "Kau akan mati, dan aku akan menikmati menghancurkan Guardian kecilmu setelah ini!"

Nuita terlempar ke dinding, katana itu terlepas dari tangannya. Dia batuk darah, tetapi matanya yang dipenuhi tekad tidak gentar.

.

.

.

.

Nuita terhuyung dari dinding yang hancur, merasakan sakit yang menusuk di sekujur tubuhnya. Ia menatap Amon yang mendekat, menyadari bahwa ia tidak bisa lagi mengandalkan katana fisik.

Dengan tekad yang kuat, Nuita menutup mata sejenak, mengumpulkan semua sisa energi Lightning-nya.

Pertarungan masih berlangsung. Nuita harus menemukan cara untuk menandingi kekuatan fisik Amon yang brutal. Nuita membentuk elemen Lightning menjadi Katana-nya. Kilatan listrik biru terang menyambar, menggantikan bilah baja yang jatuh. Katana Lightning itu bergetar dengan energi murni, siap untuk menyerang.

Perubahan taktik ini kini mempermudahnya melawan Amon. Senjata energi tidak bisa dihancurkan semudah baja, dan kecepatan Lightning memberinya keuntungan baru.

"Oh? Trik baru?" ejek Amon, sedikit terkejut. "Kau mengubah kelemahanmu menjadi senjata. Jenius memang jenius."

"Ini bukan trik, Amon," balas Nuita, melompat maju dengan kecepatan yang didorong oleh Lightning. "Ini adalah perhitungan! Senjata ini lebih cepat daripada cakar bayanganmu! Aku akan memotongmu menjadi seribu data, dan kau tidak akan bisa menghapus ingatanku!"

Nuita mengayunkan Katana Lightning-nya. Bilah petir itu mengeluarkan suara mendesis mematikan saat beradu dengan perisai gelap Amon. Amon terpaksa menggunakan kedua tangannya untuk menangkis.

"Kau melukai ego Iblis-ku, Nuita! Dan itu adalah kesalahan terbesarmu!" raung Amon.

"Ego yang menyebabkan kehancuran Ratu Amanda!" balas Nuita, melancarkan serangan beruntun, memaksa Amon terus bertahan. "Kau tidak akan pernah menyentuh satu jiwa lagi di sini! Kau akan berhadapan dengan Bayangan dan Rival-nya!"

.

.

.

.

Dengan kelincahan yang mengejutkan, Nuita memanfaatkan celah kecil saat Amon sesaat terganggu oleh kilatan listrik yang berkelanjutan. Ia melakukan putaran cepat, mengintegrasikan gerakan kendo yang ia pelajari dari Araya dengan kecepatan Lightning-nya.

"Terima ini, Amon!" teriak Nuita.

Katana Lightning-nya memotong dengan presisi sempurna. Nuita berhasil memotong dua sayap Amon bagian bawah, yang merupakan bagian vital dari struktur sayap iblisnya. Kilatan biru-putih menyambar, dan dua bongkahan sayap hitam hangus jatuh ke lantai dengan suara berdebam keras.

Amon mengeluarkan raungan kesakitan yang memekakkan telinga, bukan hanya karena kehilangan sayap, tetapi karena kekuatan Nuita menjalar ke tubuhnya. Kilatan listrik murni mengganggu esensi iblisnya.

"Dasar tikus sialan!" raung Amon, wajahnya dipenuhi kemarahan yang membabi buta. "Kau menyentuh kekuatanku!"

"Aku tahu kelemahanmu! Lightning adalah kryptonite bagi esensi kegelapanmu!" balas Nuita, terengah-engah, tetapi matanya memancarkan kemenangan kecil.

Dan pertarungan masih berlanjut. Meskipun terluka parah, Amon kini semakin berbahaya karena kemarahannya. Ia melepaskan gelombang energi gelap yang lebih besar, memaksa Nuita untuk menggunakan semua sisa energinya untuk bertahan.

"Kau membayarnya dengan nyawamu, Nuita!" ancam Amon, menyerang dengan cakar yang kini diselimuti api neraka.

Nuita menangkis serangan itu dengan Katana Lightning-nya yang kini berkedip-kedip, menunjukkan bahwa energinya hampir habis. "Bawa saja! Aku sudah mengulur waktu yang cukup!"

.

.

.

.

Dengan tarikan napas terakhir yang dalam, Nuita mulai mengayunkan Katana Lightning-nya dengan anggun. Gerakan ini bukan lagi pertarungan defensif; ini adalah serangan bunuh diri yang diperhitungkan. Mempusatkan kekuatannya, Katana Lightning itu berderak dan membesar, cahayanya berubah menjadi bentuk yang luar biasa.

Di sekeliling bilah Lightning itu, energi petir membentuk ilusi sesaat dari Naga mitologi Asia, bersinar biru elektrik dan siap menerkam. Membuat Amon sedikit terkejut.

"Apa ini?" gerutu Amon, matanya memicing karena kekuatan sihir yang tiba-tiba meluap.

Saat energi mencapai puncaknya, kini ekspresi Nuita menjadi sangat serius. Fokusnya begitu intens, dan akibat luapan energi yang ekstrem, kacamatanya pecah dan rusak, serpihan lensanya jatuh ke lantai. Tanpa penghalang, penglihatannya sangat jernih, ia kini melihat Amon bukan hanya sebagai iblis, tetapi sebagai komposisi energi yang harus dinetralkan.

Nuita melesat dengan kecepatan yang lebih cepat dari Araya. Ini bukan kecepatan fisik, tetapi kecepatan transfer energi Lightning ke seluruh tubuhnya, memungkinkannya melewati batas kemampuan manusia. Membuat Amon terkejut—iblis itu tidak menyangka Rival yang ia anggap lemah ini bisa mencapai kecepatan tertinggi yang hampir setara dengan teleportasi.

Sring!

Tebasan itu mengenai Amon. Tebasan Nuita mengakibatkan Energi kegelapan Amon berkurang 40%. Iblis itu berteriak kesakitan, energi hitamnya menguap ke udara, dan sisa sayapnya mengepulkan asap.

Amon terhuyung mundur, memegang area yang tertebas. "Mustahil! Bagaimana bisa kekuatan Lightning bisa mencapai intensitas ini?! Kau menggunakan Blood Manipulation seperti Araya!"

Darah mengalir dari sudut bibir Nuita, tetapi ia berdiri tegak, Katana Lightning-nya masih memancarkan aura Naga.

"Kau salah, Amon," ujar Nuita, suaranya lemah namun penuh kemenangan. "Aku hanya memiliki Lightning Manipulation. Dan aku tidak perlu meniru siapapun."

"Kekuatan terbesarku adalah perhitungan dan fokus. Aku hanya menggunakan apa yang aku punya, Amon. Dan ini sudah cukup untuk melukaimu!"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Gelombang energi Naga Petir mereda. Saat itu Nuita terengah-engah, tubuhnya gemetar karena kehabisan tenaga. Ia telah menghabiskan hampir seluruh cadangan chi-nya untuk serangan tunggal yang luar biasa itu. Pedang Lightning-nya memudar, dan Nuita kembali hanya membawa tangan kosong. Ia lalu sangat lemas, tidak ada tenaga.

Namun, ia memaksa dirinya untuk melihat hasilnya. Ia tertegun melihat Amon masih berdiri dan, meskipun terluka, berjalan ke arahnya dengan langkah yang stabil.

Nuita terkekeh dalam hati. Perhitungan cepatnya kembali beraksi. "Tidak salah... energi kegelapannya masih ada 60%," pikir Nuita, rasa hormat yang pahit bercampur dengan keputusasaan. "Wajar jika masih bisa berdiri."

Ia sadar ajalnya akan tiba. Ia telah melakukan yang terbaik; ia telah mengulur waktu dan melukai musuh utama. Dengan kesadaran yang damai, Nuita memejamkan matanya, mempasrahkan dirinya di bantai Amon.

Amon tiba di hadapannya, aura iblisnya memancarkan panas yang mematikan.

"Serangan yang mengesankan," aku Amon, suaranya kini dingin dan tanpa emosi. "Kau memang jenius, Nuita. Tapi kau menghabiskan seluruh hidupmu untuk menghitung hal-hal yang tidak penting. Sekarang, kau mati karena cinta yang konyol pada Kerajaan yang lemah."

Hingga Amon melempar Nuita ke suatu dinding dengan keras, menghancurkan beton di belakangnya. Nuita terbatuk, darah menyembur dari mulutnya.

Amon kemudian mengambil katana fisik Nuita yang tergeletak. Dengan kecepatan yang mengerikan, ia menusuk katana Nuita ke arah punggung tembus ke tengorokannya, membuatnya tergantung di dinding.

Nuita mencengkeram gagang pedang yang menusuknya, matanya terbuka lebar, napasnya terputus.

Amon mendekat, matanya yang merah menatap dingin. "Kau adalah wanita yang banyak bicara, Nuita," ujar Amon, suara iblisnya kini terdengar sangat dekat.

Amon bahkan mengangkat dagu Nuita, memandangnya—seolah-olah ia sedang melihat serangga yang menarik.

"Aku akan memastikan seluruh Akademi mengingat pengorbanan konyolmu ini. Blood Manipulator yang buta, Ratu yang tewas di singgasana, dan sekarang Mage yang cerdas ini mati tergantung di dinding. Pahlawan macam apa kalian?"

Nuita hanya terdiam tidak bisa berbicara karena tenggorokannya tertusuk katana. Ia hanya bisa membalas tatapan Amon dengan matanya yang jenius, memancarkan kebencian terakhir sebelum cahaya di matanya meredup.

Kemudian Amon pergi meninggalkan Nuita yang sudah tidak bernyawa, kembali ke wujud manusianya dan menghilang dari reruntuhan rumah sakit, meninggalkan kehancuran dan kematian sebagai pesan terakhir.

..

Jejak energi iblis Amon memudar dari rumah sakit.

.

.

.

.

.

.

.

.

. ...

.

.

.

.

.

Royal Nuita Elysion telah Meninggal.

...

...

.

.

.

.

.

.

.

.

.

....

.

Tepat pada saat terakhir detak jantung Nuita, di dalam sistem komputasi Kerajaan yang paling rahasia, sebuah fail-safe diaktifkan.

Seketika, setiap robot Nuita yang bertarung mulai menggunakan tenaga maksimum mode destruktif. Robot-robot maintenance dan drone pengintai, yang biasanya hanya berfungsi sebagai pendukung, kini berubah menjadi mesin perang yang mematikan. Yang apabila terkena serangan akan meledak dengan kekuatan setara granat energi. Mereka berubah menjadi bom bergerak, menyerbu gerombolan pasukan Amon di berbagai titik pertempuran.

Di jalan menuju Akademi, Araya yang menyaksikan itu sambil berlari menuju Akademi merasakan lonjakan tiba-tiba pada energi Lightning yang kacau di seluruh kota, terutama di titik-titik pertahanan yang diawasi oleh Nuita.

Araya menoleh ke arah Rumah Sakit Kerajaan. Meskipun dia tidak bisa melihatnya, dia tahu. Hanya satu orang yang bisa mengaktifkan mode self-destruct pada seluruh armada robot secara instan.

Hanya bisa terdiam sembari bergumam dalam hati. Ia berlari lebih cepat, higanbana merah darah bermekaran dan lenyap di setiap langkahnya.

"Dasar bodoh," gumam Araya dalam hati. Air mata yang bercampur dengan darah kering di pipinya mengkhianati emosinya. Ia tahu, Nuita mengorbankan diri untuk mengulur waktu dan memberikan back-up gila-gilaan pada Guardian yang tersisa.

...

...

Di luar Akademi, lonjakan ledakan dari robot Nuita yang meledak mengganggu fokus Lucius.

"Apa-apaan ini?! Siapa yang mengaktifkan mode kamikaze?!" teriak Lucius, terpaksa menggunakan perisai yang lebih tebal untuk menangkis pecahan-pecahan robot yang meledak.

.

.

.

.

.

.

.....

.

.

.

.

.

.

.

.

Shiera dan Liini memanfaatkan kekacauan itu.

"Dia sudah tiada," bisik Shiera, katana-nya diresapi dengan kekuatan baru. "Nuita-sensei sudah tiada. Dia melakukan ini untuk kita!"

Liini, matanya yang berkaca-kaca dipenuhi amarah, mengarahkan Heavy Sniper-nya ke Lucius. "Ini bayaran untuk Nuita-sensei! Rasakan kehancuran dari ciptaan sahabatnya!"

Mereka menyerang Lucius dengan kekuatan gabungan, didorong oleh duka dan kemarahan atas pengorbanan yang baru saja terjadi. Lucius, yang kini sibuk menangkis ledakan robot yang tidak terduga, didorong mundur selangkah demi selangkah. Garis pertahanan terakhir Kerajaan kini dipertaruhkan oleh pengorbanan dua wanita hebat.

.

.

.

.

1
Dòng sông/suối đen
Susah move on
IND: betul 😭😭
total 1 replies
Kaylin
Bagus banget, sarat makna dan emosi, teruskan thor!
IND: akan ada lanjutannya Shirayuki Sakura judul nya nanti
total 1 replies
Dzakwan Dzakwan
Duh, seru euy! 🥳
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!