Terobsesi Kamu

Di balik blouse merah—blazer hitam yang menjadi ciri khasnya, Abella adalah 'senior gila kerja' yang dihormati. Absen bukanlah pilihan baginya, dan proyek di bawah komandonya selalu melampaui ekspektasi.

Pagi ini, pemandangan mengejutkan di kantin kantor—Abella pingsan. Wajahnya pucat pasi, memar terlihat jelas di beberapa bagian tubuhnya.

“Hubungi Ambulans, cepat!” pekik salah satu orang yang mengecek kondisi Abella.

“Mana Pak Alby? Panggil dia! Istrinya pingsan ini…” suara lain menyahut, beberapa orang dengan langkah tergesa-gesa mencari Alby.

Beberapa saat kemudian, suara ambulans meraung-raung terdengar. Langkah kaki tergesa-gesa mendekat—suara pantofel beradu cepat dengan lantai, napas yang tersengal menandakan kepanikan—Alby.

Ia langsung membopong tubuh istrinya, keluar dari kantin menuju brankar yang telah disediakan tim medis di lobi.

Suasana kantor berubah tegang. Bisik-bisik tentang Abella memenuhi setiap lorong, spekulasi tentang apa yang terjadi padanya menyebar dengan cepat. Mereka yang melihat luka lebam di tubuh Abella saling berbisik, “Apa Pak Alby melakukan KDRT?”

Raungan ambulans perlahan menghilang, meninggalkan kesunyian. Karyawan kembali ke rutinitas, duduk di depan komputer dan melanjutkan pekerjaan.

“Kamu lihat Vira? Salah satu pipinya lebam…” Lisa menarik lengan Vira, suara pelan itu hanya mereka berdua saja yang mendengar.

Vira mengangguk, hatinya mencelos. Kejadian di kantin masih membekas di pikirannya.

“Apa dia denganmu dulu juga seperti itu? Maksudku … kamu sering mendapatkan pukulan atau siksaan?” Langkah keduanya berhenti, ketika sampai di koridor lantai dua. Meja kerja mereka berjarak satu langkah lagi. Tapi masih ingin membahas masalah Alby dan Abella.

Vira menggelengkan kepalanya. “Tidak, dia baik … bahkan mengucapkan kata kasar selama empat tahun kami menjalin berhubungan tidak pernah ada,” kata Vira.

“Astaga, Apa yang terjadi?” Lisa masih bergumam.

.

Sementara itu, setibanya di rumah sakit, Abella segera mendapatkan pemeriksaan intensif. Alby mondar-mandir di ruang IGD — kedua tangannya memijat pelipisnya dengan lembut.

“Sial! Satu jam lagi meeting…” Alby mengusap wajahnya dengan kasar.

“...bisa-bisanya dia pingsan saat aku aku harus presentasi desain siang ini,” gumamnya.

Setelah dilakukan pemeriksaan, Dokter mendekat dan memberikan hasil pemeriksaan terkait Abella.

Wanita yang tengah hamil 5 bulan itu sudah sadar. Tapi, kondisinya masih lemah. Dokter menunjukkan hasil USG janin dalam kandungan Abella yang menunjukkan perkembangan yang kurang optimal untuk usia kehamilan trimester kedua.

“Saya akan memberikan beberapa vitamin dan obat untuk mengatasi mual,” ujar dokter.

“Selain itu, yang terpenting adalah dukungan dari keluarga, terutama Anda sebagai suami.” Dokter menatap Alby dengan tatapan serius. “Ibu hamil sangat rentan terhadap stres. Usahakan untuk membantu istri anda mengurangi stres dan memberikan kenyamanan agar kehamilannya bisa berjalan dengan baik. Hindari pertengkaran atau hal-hal yang bisa memicu emosi negatif. Berikan perhatian dan kasih sayang yang lebih, karena itu sangat berarti bagi perkembangan janin.” lanjutnya.

Alby mengangguk singkat, tanpa benar-benar mendengarkan semua nasihat dokter. Ia mendekat ke arah Abella, menunduk dan menyentuh puncak kepala istrinya sekilas. Ia berusaha menyembunyikan kekesalan yang membuncah. Ia tidak ingin emosinya terbaca oleh orang lain.

Setelah mengurus administrasi dan obat. Abella dan Alby meninggalkan rumah sakit. Keheningan memenuhi di dalam mobil. Lalu pecah dengan suara klakson yang berulang kali dibunyikan Alby saat jalanan mulai padat. Sesekali menoleh ke arah Abella, matanya memicing tajam dengan mulut terkatup rapat.

Tiba di depan gedung apartemen, mobil berhenti. Dengan gerakan kasar Alby melepas seatbelt nya lalu mencondongkan tubuhnya ke arah Abella. Jari telunjuk dan ibu jarinya mengangkat dagu Abella hingga rahangnya terangkat. “Gara-gara kamu presentasi ku kacau,” suaranya pelan namun penuh tekanan. Menatap Abella dengan mata yang berkilat merah penuh dengan amarah.

Napas Abella tercekat, ia memukul tangan suaminya, hingga cengkeraman itu akhirnya mengendur — terlepas — meninggalkan jejak kuku jari Alby yang menekan kedua pipinya.

“Kenapa kamu tega denganku? Aku istrimu!!” pekik Abella, memukul wajah suaminya dengan tasnya berulang kali. Air mata lolos keluar membasahi pipi.

“Istri seharusnya menurut dengan suami!” suara Alby lebih tinggi dari Abella. Pertengkaran lagi-lagi memenuhi mobil.

“Sudah aku katakan resign, kau tuli!”

Bahu Abella bergetar, menahan isakan. Bukan pernikahan seperti ini yang ia inginkan. Tapi… semua sudah terlanjur. Ternyata ia telah memungut sampah milik Vira.

Alby menekan tombol central lock, kemudian keluar dari mobil. Langkahnya diikuti Abella.

“Abella…” suara bariton yang familiar memanggilnya dari belakang, ketika membuka pintu..

Deg!

Abella menoleh, ia melihat pria muda dengan model rambut burst fade—kaos putih polos dipadukan outer flanel berdiri tepat di belakangnya.

“Riko…” napas Abella tercekat.

Pria yang acap kali ia bungkus untuk diajak bersenang-senang di atas ranjang —sekaligus ayah dari janin di dalam perutnya tiba-tiba datang.

Abella terhuyung, punggungnya menatap pintu mobil. “A-apa yang kau lakukan … disini?” tanyanya dengan suara putus-putus.

Saat Riko melangkah, Alby lebih dulu menghalangi Riko yang akan mendekat ke arah istrinya.

“Siapa kamu?” Alby mendorong bahu Riko, dagunya terangkat dengan tatapan tajam.

Riko menyeringai — seringai dingin yang tampak jelas membalas tatapan Alby.

“Aku…”

Belum sempat Riko memperkenalkan diri, Abella dengan suara parau penuh kekhawatiran segera memotong percakapan. “Di-dia… sepupuku,” kata Abella.

Riko hanya tersenyum, mengikuti permainan kekasihnya.

“Alby sebaiknya kamu segera ke kantor, aku… aku akan mengurus sepupuku. Dia baru saja tiba dari London.” Abella dengan cepat mengarang cerita, mendorong punggung suaminya untuk kembali masuk kedalam mobil.

Abella yakin jika sedikit saja Riko membuka mulut dan mengatakan kejujuran pada Alby—kematiannya di depan mata. Suaminya tidak akan segan-segan membunuhnya saat tahu kebenaran — bayi dalam kandungannya bukan anaknya.

Bersambung...

Sudah jatuh tertimpa tangga kayaknya mbak Abella ini. Lagian hidup nya berantakan banget... Kalau bang Alby tahu itu bukan anaknya, udah di kubur hidup-hidup pasti. Gimana nggak? Sampe relain ninggalin Vira eh malah di gosting.

Aku up Bab nanti sore lagi, ya. 💗💗💗

Jangan lupa tinggalin jejak like dan koment.. Setelah ketegangan ini akan ada bab manis-manis dari Mbak Vira dan Mas Wiliam 😘😘