Ada satu komunitas muda-mudi di mana mereka dapat bersosialisasi selama tidurnya, dapat berinteraksi di alam mimpi. Mereka bercerita tentang alam bawah sadarnya itu pada orangtua, saudara, pasangan, juga ada beberapa yang bercerita pada teman dekat atau orang kepercayaannya.
Namun, hal yang menakjubkan justeru ada pada benda yang mereka tunjukkan, lencana keanggotaan tersebut persis perbekalan milik penjelajah waktu, bukan material ataupun teknologi dari peradaban Bumi. Selain xmatter, ada butir-cahaya di mana objek satu ini begitu penting.
Mereka tidak mempertanyakan tentang mimpi yang didengar, melainkan kesulitan mempercayai dan memahami mekanisme di balik alam bawah sadar mereka semua, kebingungan dengan sistem yang melatari sel dan barang canggih yang ada.
Dan di sini pun, Giziania tak begitu tertarik dengan konflik yang sedang viral di Komunitaz selain menemani ratunya melatih defender.
note: suka dengan bacaan yang berbau konflik? langsung temukan di chapter 20
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juhidin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chap 18 Melan dan Gas Melon
Ira yang sedang memegang foto lanjut menyentuh lembar tersebut, kemudian membiarkannya menggantung di garis lingkaran.
"Aku tau sih kalo nol mutlak itu gak mungkin terjadi secara akurat. Trus juga aku mulai paham soal elektron jadi-jadian ini, gimana."
"Coba gimana emang mekanismenya sampe kepala gue bisa nongol kayak gini, Ra. Biar Jihan ngedenger langsung hasil kerja gue maksudnya."
"Secara sederhana, analoginya, aku terbang keluar dari inti Bumi mengorbit setitik garis khatulistiwa. Begitu aku kembali ke inti Bumi lewat kutub Selatan, aku langsung muncul di titik khatulistiwa yang baru diorbit. Selanjutnya aku mengorbit inti Bumi, sejalur dengan garis khatulistiwa. Sampai di titik tiga ratus enam puluh derajat, aku muncul di inti Bumi dan kembali mengorbit setitik garis ekuator sebanyak satu putaran juga."
"Dasarnya gimana Ra?"
"Aktivitas Wsyse menjejakkan lintasan di mana itu massanya jika dia entitas materi. Karena Wsyse tersusun dari banyak kulit, inti dan cincin yang masih bersamanya ikut masuk ke masa lalu atau bahkan Wsyse bisa langsung masuk ke intinya sendiri."
Chuppph..! Chipp..
"Aah.. Beeb. Ummhh..."
"Biarin. Terus?" fokus Jihan.
"Terbangku sangat cepat sampai seolah-oleh ada dua lingkaran, padahal aku satu orang yang sama biarpun sosok masa lalunya. Nah, jejak atau berkas munculku di kedua pusat tersebut adalah batas. Karena cepatnya pergerakan yang ada.. batas ini jadi eksis sebagai lubang cacing. Aku melakukan hal sama di segala ukuran. Keluar masuk inti menginisiasi bayangan."
"Dasarnya lo tuh bintang drone itu sendiri apa sebagai batas?" tanya Jihan lagi.
"Wsyse, Kak. Karena pada dasarnya aku terus menyusut. Tapi bukan Xpring, bukan mata air. Istilah Teni aku tuh Soulator. Tiap masuk, ukuran pangkatku bisa berkurang atau bertambah satu. Dan itu tergantung arah tawaf."
"Berkurang, bertambah kayak gimana?"
"Misalnya, aku muterin bantal searah jarum jam berulang-ulang, akurat membentuk lingkaran, maka akan muncul bekas pergerakanku membentuk lingkaran mode gelap. Arah geraknya, kalo lagi di depan jam dinding, aku masuk ke dalam jam. Ya sesuai dengan gaya gerak listrik aja, kaidah tangan kanan."
"Ra. Trus lo masih kebayang gak versi lurusnya tuh gimana, dari tiga dimensi ke dua dimensi?" tanya Kepala Besar.
"Kalo fotonya aku cabut sekarang, ya foto bantal ini bentuk dua dimensinya. Bola yang kamu sentuh tadi adalah permukaan yang dibangun dari banyak plat atau lubang cacing yang sangat kecil. Artinya, lagi menyentuh awan elektron."
"Kalo gitu, bila foto di masukin ke inti bola?"
"Ya jadi tiga dimensi."
"Kalo setriliun bantal dijemur di bandara, jadi apa?"
"Itu ikatan atom pada selembar kain. Ehh, foto bantal sebenarnya tiga dimesi juga sih, bisa dipegang, gak cuma bisa dilihat soalnya."
Terdengar lenguhan di sudut kamar. Detik itu juga berpencar kilatan listrik dari pakaian Seha.
"???" Ira.
"Hadeh." Jihan,
"Frekuensi kalian ngelonjak aneh tiap pelukan gitu." April.
"Kami tuh basah Pril. Sensasi," beritahu Jihan.
"Ohh."
Sebagai guru les, Jihan ingin pengikutnya hadir tiap open hour agar cepat menguasai telekinetis hingga melebihi tingkatnya. Di karpet lesehan, Jihan menelepon teman lusidnya yang kemarin tidak hadir latihan.
"Lo dateng telat gak apa-apa daripada bolos. Latihan. Kita gak tau temlen paradok kayak gimana. Kalo sama-sama temlen offline gak masalah mau bolos sampe kiamat juga."
Beberapa orang sudah stay di Kafe Rizr. Ada 20-an yang setia dengan ajaran telekinetis, yang datang lebih awal. Sudah ada sejak sore hingga waktu magrib seperti sekarang.
"Ih, diem!!" pinta Melan yang diusili teman les.
"Hahah! Kocak. Lu ada tiket berangkat. Budek. Gak cabut-cabut."
"Jadian aja yuk, sama gue Mel. Gue nebeng final."
"Berisik. Emang bisa?"
"Kalo paradok lagi pada ribut sih bisa aja."
"Mana ada paradok bengkok.."
"Ada anjer. Parabola rumah."
"Ih, diem!!"
Melan menepuk lagi tangan yang usil, yang hendak menyentuh tabung gas, sarana latihannya.
"Kocak. Hahah. Lo duduk gini mau ngeramal cuaca, Mel?"
"Ramal hati gue Mel. Jangan denger buaya."
Acara Melan mendapat gangguan dua anak laki-laki yang menyukainya. Tapi akhirnya bisa fokus lagi, duduk mendekatkan kedua telapak tangan pada benda di depannya.