NovelToon NovelToon
Benang Merah Yang Berdarah

Benang Merah Yang Berdarah

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Selingkuh / Penyesalan Suami / Psikopat itu cintaku / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Phida Lee

Blurb:

Mia meyakini bahwa pernikahan mereka dilandasi karena cinta, bukan sekadar perjodohan. Christopher mencintainya, dan ia pun menyerahkan segalanya demi pria itu.

Namun setelah mereka menikah, sikap Chris telah berubah. Kata-katanya begitu menyakitkan, tangannya meninggalkan luka, dan hatinya... bukan lagi milik Mia.

Christopher membawa orang ketiga ke dalam pernikahan mereka.

Meski terasa hancur, Mia tetap terus bertahan di sisinya. Ia percaya cinta mereka masih bisa diselamatkan.

Tapi, sampai kapan ia harus memperjuangkan seseorang yang terus memilih untuk menghancurkanmu?


Note: Remake dari salah satu karya milik @thatstalkergurl

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Phida Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18

Pintu utama tiba-tiba terbuka, menimbulkan suara engselnya menggema lembut ke seluruh rumah. Kemudian suara berat dan berwibawa menyusul dan mengisi ruangan seperti gelombang yang tak terlihat.

"Apa yang sedang kalian bicarakan? Suaranya terdengar sampai pintu depan."

Dua pria berjas hitam melangkah masuk ke dalam. Yang satu lebih tua, sorot matanya tajam namun bijak, dialah Tuan Yang, sang kepala keluarga yang disegani dirumah itu. Kemudian yang di sampingnya, berdiri seorang pria muda dengan aura tenang namun memancarkan kharisma yang kuat. Wajahnya tidak asing lagi bagi Daniel, yaitu Kakak Daniel, Michael Yang, sang penerus perusahaan, dan seseorang yang selalu menjadi patokan keberhasilan di mata sang ayah.

Daniel sontak berdiri lalu segera menyambut keduanya dengan senyuman canggung.

“Ayah, Kakak… Selamat datang.”

Lalu Tuan Yang mendekat, kemudian menepuk pelan kepala anak bungsunya. “Anakku… Apa susahnya pulang hanya untuk mengunjungi orang tuamu sesekali?”

Daniel mengusap kepalanya yang ditepuk sambil tertawa kecil. “Jangan marah, Yah. Sekarang aku sudah ada di sini, bukan? Lagipula… aku membawakan parfum baru dari merek favorit Ibu.”

Mendengar hal itu, Nyonya Yang yang sedari tadi mengamati dengan lembut  langsung tersenyum bahagia. “Kamu memang selalu tahu cara mencuri hati Ibu…” katanya dengan penuh kasih.

Tuan Yang mengambil tempat duduk di kursi seberang, kali ini dengan ekspresi serius yang mengembalikan ketegangan suasana.

“Kali ini, berapa lama kamu akan tinggal, Dan?” tanyanya langsung ke pokok persoalan. “Ibumu tidak pernah berhenti membicarakan keinginannya agar kamu bergabung ke perusahaan ayah. Bagaimana menurutmu?”

Daniel menundukkan kepala. Napasnya terhela panjang sebelum akhirnya ia menjawab. “Ayah, Kakak jauh lebih hebat dariku dalam hal bisnis. Ayah juga tahu, kan… aku sangat mencintai musik. Studio itu bukan sekadar tempat bekerja bagiku, tapi itu juga hidupku. Aku ingin tetap mengelolanya sendiri.”

Tuan Yang menyilangkan tangannya, wajahnya tidak banyak berubah, namun suaranya mengandung nada ketegasan yang tidak bisa dibantahkan lagi.

“Ya… Kamu memang masih muda. Aku membiarkan kamu bersenang-senang dengan musikmu untuk beberapa tahun lagi. Tapi ada satu hal yang tidak bisa kamu hindari.”

Daniel menatap ayahnya dengan alisnya berkerut tipis. “Hal apa, Yah?”

“Pernikahan.”

Seketika keheningan menyelimuti ruang tamu. Bahkan semua suara dari luar pun seolah ikut berhenti.

Daniel sontak terdiam beberapa saat. Namun kali ini, suaranya yang muncul berikutnya begitu tenang namun juga penuh dengan tekadnya.

“Aku… sudah memiliki seseorang yang aku suka.”

Mata semua orang kini tertuju padanya. Bahkan sang Kakak yang sejak tadi diam hanya memperhatikan pun kini menatap Daniel dengan sorot bertanya.

Nyonya Yang yang paling tidak bisa menahan rasa penasarannya pun langsung berseru.

“Apa? Anak siapa dia? Sudah berapa lama kau menyukainya? Bagaimana kalian bertemu?”

Daniel hanya tersenyum kecil dan menundukkan kepalanya. Ada kehangatan yang samar di sana, namun juga bayang-bayang kesedihan yang tidak bisa ia sembunyikan.

“Sebenarnya… aku masih berusaha mengejarnya lagi. Dulu kami pernah dekat, tapi aku membuatnya menjauh dariku. Sekarang aku tidak yakin… apakah kali ini akan berhasil. Tapi satu hal yang pasti, aku tidak ingin melakukan kencan buta, Bu.”

Tuan Yang terdiam sejenak, lalu mengangkat alis dan memberikan senyum samar. “Hm. Baiklah… Tapi ingat, Ibu dan Ayahmu masih menunggu tanggal pernikahan kalian.”

Daniel menatap ayahnya sangat lama, lalu ia menunduk perlahan. Di balik semua keberanian dan tawa kecil yang biasa ia tampilkan ke semua orang, tersimpan beban besar dari nama keluarga yang terus menuntut peran, meski hatinya sudah lama memilih panggung yang berbeda.

Selama perbincangan tegang itu berlangsung, Michael hanya duduk diam. Dia hanya memperhatikan sedari tadi, namun tidak banyak bicara. Namun ketika suasana mulai mendingin dan senyum tipis sempat menghiasi bibir Tuan Yang, ia akhirnya angkat suara.

"Bu, Yah… ayo kita makan. Aku yakin Ibu sudah menyiapkan masakan yang enak," ucapnya dengan cepat untuk mengalihkan topik.

Ajakan itu disambut hangat oleh kedua orang tua mereka. Tuan Yang berdiri terlebih dahulu dan diikuti oleh Nyonya Yang yang tersenyum penuh harap. Keduanya perlahan melangkah ke arah dapur.

Namun langkah Michael terhenti begitu lengan tangannya ditarik oleh Daniel.

"Kakak... Kakakku tersayang..."

Nada suara Daniel berubah menjadi manja. Ia berkedip pelan, memasang ekspresi menyedihkan seperti anak kecil yang ingin dibelikan mainan. Raut wajahnya benar-benar memohon meskipun dengan cara yang agak konyol.

Michael mendecak pelan  lalu menghela napas panjang, ia sudah tahu, karena sudah terlalu sering menghadapi trik adiknya itu.

"Astaga... ekspresi menyedihkan itu lagi?"

Tanpa berpikir panjang, Michael memukul pelan dahi adiknya itu. Membuat Daniel meringis sambil mengusap bagian yang dipukul tadi.

"Aduh! Oke, oke... ketahuan, deh," gumamnya sambil mengangkat kedua tangannya menyerah. "Sebenarnya... aku ada sedikit masalah."

Ia menyatukan kedua tangannya, seperti anak kecil yang telah tertangkap basah mencuri kue.

"Kakak harus membantuku, please?"

Michael menatap adiknya lekat-lekat dengan wajah datarnya. Lalu ia menghela nafas panjang.

"Sudahlah... Lagipula aku memang tidak pernah bisa menolak permintaanmu," ujarnya seraya menyilangkan tangannya di dada. "Ceritakan. Apa yang harus aku bantu?"

Daniel terlihat sedikit lega. Ia berdeham kecil lalu menunduk sesaat sebelum mulai menjelaskannya.

"Jadi begini... aku baru saja membeli beberapa instrumen musik yang kualitasnya... sangat tinggi," katanya, ia memilih kata-kata dengan hati-hati. "Dan, ehem... aku butuh... sedikit banyak uang..."

Senyumnya begitu kaku, seperti anak yang tahu bahwa ia salah tapi tetap berharap bisa lolos dari masalah.

Michael menyesuaikan posisi duduknya dengan nyaman. Setelah itu ia mendorong kacamatanya, lalu menyandarkan tubuhnya ke sofa dengan tenang.

"Iya, tentu bisa." Suaranya tenang.

Namun kemudian, ia mendekatkan wajahnya ke arah Daniel. "Tapi, dengan satu syarat."

Nada suaranya berubah menjadi lebih dalam. Daniel menelan ludahnya. Ia tahu bahwa tidak ada pertanyaan dari Michael yang bersifat sepele.

"Syarat… apa?" tanyanya hati-hati.

Michael menatap lurus ke dalam mata adiknya.

"Orang yang kau sukai sekarang… dia orang yang sama dengan yang dulu pernah kau cintai?"

Pertanyaan itu membuat waktu seperti berhenti. Wajah Daniel berubah drastis, senyumnya menghilang seketika, dan pandangannya meredup.

Ia mengangguk pelan. Lalu ia menjawabnya dengan nada pelan, tapi cukup jelas di dengar oleh sang kakak. "Iya..."

Michael berdiri perlahan dari duduknya. Wajahnya kini lebih serius dan penuh dengan kehati-hatian. Suasana di ruang tamu menjadi hening, hanya diselingi detak jam dinding dan tarikan napas berat dari keduanya.

"Kau tahu kan bahwa dia sudah menikah, Daniel," ucap Michael pelan tetapi juga tajam. "Kita tidak bisa sembarangan bermain api, apalagi jika itu menyangkut keluarga Lee, dan lebih spesifikasinya lagi, Lee Crop Company serta Lee Christopher."

Ia menggelengkan kepalanya pelan. "Meskipun jika dia tidak mencintai suaminya... kita tetap tidak mempunyai hak untuk merebutnya begitu saja."

Daniel terdiam sejenak. Namun hanya dalam sekejap saja emosinya sudah meletup. Ia menggertakkan giginya dan menatap kakaknya dengan sorot mata yang terluka.

"Tapi aku mencintainya, Kak! Kakak tahu sendiri, kan, sejak dulu... aku tidak pernah berhenti mencintainya!" serunya dengan lantang.

Namun kemudian, seakan menyadari kekasarannya, Daniel menundukkan kepalanya. "Maaf... aku tidak bermaksud untuk membentakmu."

Michael menatap adiknya tanpa berkata apa-apa. Ia mengenal Daniel lebih baik dari siapa pun dan sangat jarang melihat adiknya kehilangan kendali seperti ini.

Setelah beberapa saat, Michael akhirnya bertanya dengan suara yang jauh lebih lembut.

"Piano yang baru kau beli itu... untuknya?"

Daniel mengangguk pelan. Sorot matanya mulai berkaca-kaca dan suaranya nyaris tidak terdengar.

"Aku sangat kasihan padanya, Kak... dia disiksa. Senyumnya bahkan sudah menghilang."

"Dia selalu menyukai musik. Menyukai piano. Setiap kali dia bersama musik... dia akan tersenyum kembali. Dan aku... aku hanya ingin melihat senyuman itu lagi."

Air mata jatuh dari sudut matanya dan membasahi pipi tanpa suara. Ia berbalik, hendak pergi dari sana, mungkin untuk menyembunyikan perasaannya atau sekadar menjauh dari kenyataan yang terasa begitu menyakitkan.

Namun suara kakaknya menahan langkahnya.

"Daniel, tunggu."

Langkahnya terhenti. Tetapi ia tidak menoleh ke belakang dan tubuhnya membeku di tempat.

Michael berjalan pelan lalu meletakkan satu tangan di bahu adiknya.

"Berhentilah menangis. Jika kau benar-benar menginginkannya..."

Ia menarik napas dalam guna menahan keraguan yang sempat muncul di dalam dadanya.

"...Kakakmu ini akan mendukungmu."

Perlahan, Daniel menoleh. Matanya masih basah, namun ada pancaran sinar kecil yang muncul di sana.

"Terima kasih, Kak..." ucapnya sambil tersenyum lebar.

Michael membalas dengan senyum samar, lalu menepuk bahu adiknya sekali lagi.

"Sulit menemukan seseorang yang bisa kau cintai sedalam itu. Tapi ingat..."

Nada suaranya berubah menjadi lebih tegas.

"Lawanmu bukanlah orang biasa. Jangan bertindak gegabah, Daniel. Pikirkanlah baik-baik... sebelum kau melangkah."

Daniel mengangguk, dan kali ini lebih yakin.

-🐣-

Pagi masih sangat dini ketika sinar matahari menyusup lembut melalui sela-sela tirai kamar di rumah keluarga Lee. Seperti di hari-hari sebelumnya, Mia telah terjaga bahkan sebelum alarmnya berbunyi. Gadis itu bergerak dalam keheningan, wajahnya datar, matanya sayu namun penuh tekad.

Usai sarapan seadanya yang disiapkan oleh pelayan rumah, Mia mengenakan mantel panjang warna krem dan mengambil tas mungilnya. Dengan langkah ringan, ia meninggalkan kamarnya.

Brrrmmm…

Suara mesin mobil terdengar dari halaman depan.

Bibi Im yang saat itu tengah membereskan meja makan mendongak dengan dahi berkerut. Wajahnya menunjukkan keterkejutan yang sama seperti hari-hari sebelumnya.

"Apa? Nona muda keluar lagi pagi-pagi sekali?" gumamnya setengah bertanya dan setengah khawatir.

Langkahnya terhenti saat mendengar suara pintu halaman dibuka. Paman Jack muncul dari luar sambil membawa sekeranjang alat kebun di tangannya. Pria paruh baya itu melirik ke arah mobil yang baru saja meninggalkan pekarangan rumah.

Bibi Im mendekat, lalu berbisik pelan kepada Paman Jack. "Paman Jack… kau lihat sendiri, bukan? Apakah dia akan menemui seseorang dari keluarga Yang lagi?"

Paman Jack tidak langsung menjawabnya. Ia mengalihkan pandangannya ke kalender yang tergantung di dinding. Tanggal merah kecil melingkari hari itu, dan sorot matanya berubah. Entah karena hari yang istimewa, atau karena kenangan yang datang tanpa diundang.

"Setidaknya, dia sudah jauh lebih baik sekarang, Bibi," jawabnya dengan tenang.

"Tapi… dia selalu murung setiap kali pulang kerumah," ujar Bibi Im, nada suaranya mengandung kekhawatiran seorang ibu yang tak bisa menyentuh luka batin anaknya.

Paman Jack menatapnya sejenak sebelum menjawab,

"Kita tidak bisa memaksanya sembuh dengan cepat. Tugas kita hanya memastikan dia tidak sendirian."

Dan memang begitulah Mia hidup sekarang, dalam ritme yang sama setiap harinya. Mobil hitam itu melaju menjauh dari rumah besar keluarga Lee, menembus jalanan kota yang baru saja terbangun dan menuju satu tempat yang sama seperti sebelumnya… rumah sakit.

***

Mia berdiri diam di depan pintu masuk di sebuah gedung rumah sakit. Udara pagi yang dingin menyapu wajahnya, tetapi ia tidak bergeming. Kedua tangannya menggenggam erat tali tasnya, tampak sedikit gemetar saat mencoba mengangkatnya ke depan dada.

Ia menatap bangunan itu sesikit lama, ia sedang berusaha meyakinkan dirinya sendiri untuk masuk ke dalam sana.

"Aku tahu... aku pasti akan merasa lebih baik setelah ini... Tapi sampai kapan semua ini harus berulang-ulang?" batinnya lirih, seolah hanya dirinya sendiri yang bisa memahami rasa lelah itu.

Beberapa saat kemudian Mia masuk kedalam gedung itu, ia melangkah menyusuri lorong rumah sakit, menuju ke ruangan tempat yang dituju.

Mia telah sampai di depan pintu ruangan itu, pintu ruangan itu terbuka, ia terdiam sejenak lalu menghela nafasnya. Tiba-tiba, suara yang familiar memanggilnya dari dalam ruangan itu.

"Mia?"

Mia tersentak. Suara itu menyadarkannya dari pusaran pikirannya sendiri. Ia menarik napas dalam sekali lagi, lalu memaksakan senyum yang bahkan tidak sempat menyentuh matanya.

"...Aku datang," jawabnya dengan pelan sebelum melangkah masuk ke dunia yang selalu menyambutnya dengan kenangan dan penyesalan.

.

.

.

.

.

.

.

- 𝐓𝐁𝐂 -

1
partini
semoga hati kamu benar benar mati rasa untuk suami mu Mia,
partini
semoga kau cepat mati Mia
partini: mati rasa Thor sama cris bukan mati raga atau nyawa hilang ,,dia tuh terlalu cinta bahkan cinta buta
dan bikin cinta itu hilang tanpa bekas
Phida Lee: jangan dong, kasihan Mia :(
total 2 replies
partini
drama masih lanjut lah mungkin Sampai bab 80an so cris nikmati aja
Sammai
Mia bodooh
partini
oh may ,ini satu satunya karakter wanita yg menyeknya lunar binasa yg aku baca ,,dah crIs kasih racun aja Mia biar mati kan selesai
Phida Lee: nah bener tuh kak 😒
total 1 replies
partini
crIs suatu saat kamu tau yg sebenarnya pasti menyesal laki laki tergoblok buta ga bisa lihat
Mia Mia cinta butamu membuat dirimu terluka kamu jg sangat goblok ,, wanita kaya kamu tuh ga bisa move on ga bisa sukses terlalu myek2 kamu ,,so enjoy lah
Sammai
Mia terlalu bodoh kalau kau terus bertahan untuk tinggal di rumah itu lebih baik pergi sejauh jauhnya coba bangkit cari kebahagiaanmu sendiri
partini
dari sinopsis bikin nyesek ini cerita
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!