Ini adalah kisah Guru Spiritual dan Seorang Duyung yang mencoba menerobos perbudakan melalui segala macam kesulitan dan bahaya. akhirnya menjadi sebuah keluarga dan bergandengan tangan untuk melindungi rakyat jelata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fii Cholby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 18
Duyung kasihan melihat Jesly terkapar tak berdaya. Ia sedikit menyingkap baju lengannya.
Di sela-sela kesadarannya Jesly melihat duyung menyingkap baju lengannya. "Pria ekor besar, apa yang sedang kamu lakukan?" tanyanya lemah.
Lily menoleh ke belakang. Duyung mencabut satu sisiknya. Lily melihat sisik mengambang di udara perlahan mulai menutupi di titik racun di leher Jesly. Duyung menggunakan spiritualnya dan sisiknya untuk mengobati Jesly.
Perlahan racun di tubuh Jesly mulai memudar dan hilang. "Hahhh..." Jesly tersadar. Lily membantunya untuk duduk.
Jesly menyentuh leher bekas racun. Lily tersenyum mengembang melihat Jesly sudah baik-baik saja. "Sisik duyung merupakan penawar segala racun. Tapi aku ingat sebuah buku mengatakan, sisik duyung tidak boleh di cabut atau tidak dia akan..."
BRUUKKK!
Duyung tidak sadarkan diri. "Pria ekor besar," pekik Jesly.
Lily dan Jesly mengangkat tubuh duyung dan membaringkannya di kasur. Lily memilih membaca buku untuk mengetahui efek dari sisik duyung. Sedangkan Jesly berdiri kaku, menatap duyung dengan rasa bersalah. "Pria ekor besar, terimakasih. Tapi maaf.. nanti kamu akan tau kalau aku tidak pantas mendapatkan kebaikanmu."
"Jesly, Jesly." Lily lari menghampiri Jesly. "Aku sudah mengetahuinya. Walaupun sisik duyung punya banyak manfaat, mencabut satu sisik sangatlah menyakitkan. Karena itulah dia sekarang seperti ini." Lily menunjuk duyung yang terbaring di kasur.
"Sangat menyakitkan!" Gumam Jesly.
"Sekarang aku berpikir duyung ini tidak jahat. Dia pasti punya banyak harta. Jesly, lebih baik kamu periksa dia."
"Hentikan! Dia sudah sadar." Jesly duduk di sisi kasur. Duyung duduk menyenderkan bahunya pada dinding ranjang. Tubuhnya masih sedikit lemah.
"Pria ekor besar, apa sangat sakit?" Tanya Jesly khawatir.
Duyung menganggukkan kepalanya.
"Sebenarnya ini hanyalah bantuan kecil yang aku lakukan untukmu. Kamu tidak perlu melakukan banyak hal untukku."
"Ka-mu menye-lamat-kan a-ku. Jadi, a-ku mem-beri-mu obat." Ucap duyung dengan sedikit terbata.
Lily sedikit syok mendengar duyung berbicara. Ia tersenyum senang karena temannya telah berhasil melatih duyung.
Jesly tersenyum manis. "Selama ini kamu diam karena belum bisa memahami bahasa manusia."
"Itu mudah. Barusan aku membaca sebuah buku, jika kamu ingin bicara dengan lancar gigit lah bibirnya. Biar aku bantu." Lily hendak menyosor mencium duyung sampai duyung syok. Untung Jesly langsung membungkam mulut Lily dengan tangannya dan menjauhkan wajahnya dari duyung.
"Buku aneh apa yang kamu baca? Jangan menakutinya!"
"Te-rima ka-sih."
"Sama-sama." Lily memukul pundak duyung. "Dia sangat sopan. Hehehe..." puji Lily.
"Pria ekor besar, aku tau kamu di tangkap dan tidak bisa pulang. Aku juga tidak ingin berada di sini. Bagaimana kalau kita kabur bersama?"
"Ka-bur ber-sama?"
"Aku tau semua jalan Kerajaan Vielstead, semua pertahanan, semua penghalang dan formasi. Tapi aku belum pulih sekarang. Kamu juga kehabisan banyak tenaga. Mereka sangat banyak, kita tidak bisa melawannya. Kamu istirahat saja sekarang. Besok, jika semua rencana sudah tersusun rapi. Mari kita kabur bersama."
Lily melirik duyung. Duyung mengangguk sebagai jawaban. Jesly tersenyum. "Istirahatlah."
"Lily, ayoo pergi." Ajak Jesly. Baru dua langkah duyung menyebutkan namanya. "Al-bert."
Jesly dan Lily diam mematung di tempat. Jesly berbalik badan. "Apa?"
"Jesly, itu mungkin namanya. Buku berkata, duyung memberitahukan namanya pada kerabat dan temannya saja."
Jesly tersenyum. "Teman?"
"Te-man."
"Kurasa aku harus memperkenalkan diriku lagi. Namaku Jesly."
"Se-nang ber-temu dengan-mu, Jes-ly."
Jesly membalasnya dengan senyuman manis.
.
.
.
Jesly memandangi bintang-bintang di langit. Otaknya mengingat detik-detik pertama kali duyung bicara dengannya. Perasaan bersalah kian semakin membuatnya menderita.
"Jesly, Jesly." Lily menutup pintu lalu menghampiri Jesly yang sedang berdiri sembari menatap langit-langit penuh bintang.
"Jesly, kamu guru yang sangat pintar. Kamu menipunya agar dia mencabut sisiknya untukmu."
"Kamu berhati jahat! Aku memang sedang terluka." Ucap Jesly sedikit ketus. Tak habis pikir dengan Lily.
"Okey, sorry. Tapi.. duyung itu bisa bicara sekarang. Akan tetapi kenapa wajah kamu murung seperti ini?"
"Besok, jika dia tau semuanya telah ku tipu. Apakah dia akan merasa terluka?"
"Mungkin! Tapi, jika dia mau menuruti perkataan Peri Ruby dan menjadi pelayan yang baik. Dia bisa menjalani hidup yang kaya dan bahagia. Dia juga bisa memiliki banyak emas dan batu roh. Itu lebih baik dari kehidupan langit dari pada hidup di lautan. Benar 'kan?" Lily menarik turunkan alisnya.
Jesly tersenyum tipis.
Dari kejauhan mereka melihat Tuan Muda berjalan seorang diri menuju tempatnya. "Sekarang kita tidak boleh membuat kesalahan lagi. Pergi, awasi duyung!"
"Mengerti." Lily meninggalkan Jesly.
Jesly meletakkan tangannya di dada, bersedekap. "Besok hasil kompetisi akan segera di umumkan. Ku rasa itu akan sangat bagus untukku, Tuan Muda."
Alaric melihat leher Jesly yang bersih tanpa goresan sedikit pun. Jesly melihat tangan Tuan Muda tampak sedang memegang botol berisi penawar. "Anda datang untuk memberi saya penawar?"
"Hari ini anda sudah maju ke depan. Jika terjadi sesuatu pada anda, Kerajaan Vielstead akan berpikir bahwa saya yang melakukannya. Hanya berjaga-jaga jika itu terjadi."
Tuan Muda Alaric melemparkan botolnya pada Jesly. "Itu pilihan anda mau meminumnya atau tidak."
"Saya takut anda salah paham terhadap sesuatu. Saya hanya ingin memenangkan pertandingannya. Saya tidak bermaksud untuk menyakiti siapapun."
Tuan Muda Alaric maju beberapa langkah untuk lebih dekat dengan Jesly. "Apa anda harus menang?"
"Saya harus menang!"
"Kalau begitu, bersikaplah yang baik atau anda akan terluka." Tuan Muda lalu pergi.
Lily gegas menghampiri Jesly setelah Tuan Muda pergi. "Jesly, apa kamu baik-baik saja? Apa dia mencoba menindas mu?"
"Tidak. Dia bersikap berlebihan hari ini. Tapi, kenapa kamu keluar lagi?"
"Jesly, aku takut."
"Takut apa?" tanya Jesly khawatir.
"Aku takut jika tetap berada di dalam..." Lily menunjukkan sebutir mutiara pada Jesly. "Aku takut akan merasa kasihan dan membebaskannya." Lily menjilat bibirnya. Ia tau sebutir harga mutiara duyung sangatlah mahal. Ia membayangkan membeli banyak makanan yang enak dan lezat.