Terlambat menyatakan cinta. Itulah yang terjadi pada Fiona.
ketika cinta mulai terpatri di hati, untuk laki-laki yang selalu ditolaknya. Namun, ia harus menerima kenyataan saat tak bisa lagi menggapainya, melainkan hanya bisa menatapnya dari kejauhan telah bersanding dengan wanita lain.
Ternyata, melupakan lebih sulit daripada menumbuhkan perasaan. Ia harus berusaha keras untuk mengubur rasa yang terlanjur tumbuh.
Ketika ia mencoba membuka hati untuk laki-laki lain. Sebuah insiden justru membawanya masuk dalam kehidupan laki-laki yang ingin ia lupakan. Ia harus menyandang gelar istri kedua, sebatas menjadi rahim pengganti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18. POSITIF
Satu bulan kemudian....
"Bi, kenapa buru-buru sekali?" tanya Agnes yang berpapasan dengan asisten rumah tangganya. Wanita setengah baya itu berlari pelan menuruni satu persatu anak tangga.
Bi Ira mengatur nafasnya yang tersengal. "Bibi mau ke dapur ambil minum buat Non Fio, Bu. No Fio lagi muntah-muntah."
"Muntah-muntah?" tanya Agnes memastikan.
"Iya, Bu."
Tanpa bertanya lagi, Agnes pun segera menuju kamar Fiona. Sementara bi Ira gegas menuju dapur mengambil air minum serta minyak angin.
Sesampainya di kamar Fiona, Agnes langsung masuk ke kamar mandi dan memijat tengkuk madunya itu yang sedang muntah-muntah. Hal seperti ini pernah ia alami saat awal kehamilannya. Dan sekarang, mungkinkah Fiona juga sedang mengandung?
Setelah mual muntah Fiona mereda, Agnes pun menuntun madunya itu keluar dari kamar mandi dan dengan penuh perhatian membawanya ke tempat tidur. Bersamaan dengan itu, Bi Ira pun datang membawa air minum dan minyak angin.
Agnes turut membantu mengoleskan minyak angin disekitar perut dan dada madunya itu, kemudian memberikannya air minum.
"Gimana, masih mual?" tanya Agnes seraya mengambil kembali gelas di tangan Fiona.
Fiona menggeleng lemah. Bukan hanya isi perutnya yang terkuras, tenaganya pun serasa ikut terkuras dan membuat tubuhnya terasa lemas.
"Apa kamu sudah datang bulan?"
Pertanyaan Agnes sontak membuat Fiona mendongak, menatap wanita itu dengan tatapan tak terbaca lalu menggeleng pelan.
Tanpa kata, Agnes segera keluar dari kamar itu dan melangkah cepat menuju kamarnya. Membuka laci gerakan tergesa-gesa, mengambil dua buah alat tes kehamilan miliknya yang ia beli ketika merasakan hal serupa seperti yang dialami Fiona sekarang. Setelahnya ia pun gegas kembali ke kamar Fiona.
"Sementara kamu coba tes pake ini dulu," ujarnya seraya memberikan alat tes kehamilan.
Fiona mengambil benda tersebut dengan tampak ragu. Meski ia memang sudah telat datang bulan, tapi rasanya tak percaya jika saat ini ia tengah mengandung.
"Mau aku bantu ke kamar mandi?" tawar Agnes.
Fiona menggeleng pelan. "Aku bisa sendi," ujarnya lalu beranjak dari tempat tidur.
Meski Fiona menolak untuk dibantu, namun Agnes tetap siaga. Ia berjalan di belakang madunya itu untuk berjaga-jaga, sebab Fiona terlihat sedikit sempoyongan.
Ketika Fiona telah masuk ke kamar mandi, Agnes pun memilih menunggu di depan pintu. Sesekali mondar-mandir dan terlihat tidak sabar untuk melihat hasil testpack tersebut.
Sementara di dalam kamar mandi. Fiona memejamkan kedua matanya, testpack yang baru saja dia keluarkan dari dalam wadah penampungan urine ia genggam dengan erat sambil menghitung detik. Setelah dirasa cukup, ia lalu membuka kembali kedua matanya.
Setetes air matanya seketika jatuh kala melihat dua garis merah tertera pada testpack tersebut. Dirinya benar-benar hamil.
Malam yang dilaluinya bersama Teddy saat itu, benar-benar menghasilkan janin yang kini bersemayam dalam rahimnya.
Entah dia harus merasa senang atau sedih saat ini. Sebentar lagi ia akan menjadi seorang ibu, namun bayi itu bukanlah miliknya. Ia harus memberikannya pada Agnes dan Teddy, dan melupakan bahwa ia yang telah mengandung dan melahirkannya.
"Fio, gimana hasilnya?" tanya Agnes sembari mengetuk pintu kamar mandi dengan tak sabar, ingin segera mengetahui bagaimana hasilnya.
Fiona tersentak, ia mengusap air matanya lalu segera keluar dari kamar mandi.
Agnes segera menyambar alat tes kehamilan itu dari tangan Fiona. Senyum seketika menghiasi wajahnya begitu melihat dua garis merah pada benda pipih tersebut.
"Positif! Kamu beneran hamil, Fio." Ia menatap madunya itu dengan mata berbinar. Tak sabar rasanya menunggu bayi itu lahir. Bahkan sekarang ia sudah terpikirkan untuk membuat kamar bayi dan membeli segala keperluannya.
Melihat kebahagiaan Agnes, menciptakan rasa sesak di hati Fiona. Seharusnya ia yang merasa sebahagia ini, tapi ia sadar dirinya hanyalah seorang rahim pengganti.
"Ayo sini, kamu harus banyak istirahat." Agnes menarik tangan Fiona menuju tempat tidur. Membantu wanita itu berbaring lalu menyelimutinya.
"Bi, tolong buatkan Sup Ayam. Itu bagus untuk mengganti elektrolit yang hilang setelah muntah," titahnya kemudian pada sang asisten rumah tangganya.
Wanita setengah baya itu mengangguk, lalu segera menuju dapur.
"Mulai hari ini kamu gak usah bantu-bantu Bi Ira lagi. Pokoknya kamu harus banyak-banyak istirahat dan gak boleh sampai kecapekan," ujar Agnes memperingati madunya itu. "Dan kalau kamu butuh sesuatu, atau kepengen makan sesuatu bilang saja sama aku, ya?"
Fiona hanya menanggapinya dengan anggukan pelan. Tak pula merasa senang dengan perhatian itu, sebab ia tahu Agnes melakukan itu hanya demi janin yang sedang dikandungnya.
"Dan satu lagi, kamu jangan kemana-mana kalau gak ada yang penting-penting amat," ucap Agnes lagi. Kecelakaan yang pernah dialaminya meninggalkan trauma dan ia tidak ingin itu juga terjadi pada Fiona yang kini tengah mengandung calon anaknya.
Lagi, Fiona hanya menanggapinya dengan anggukan. Disaat seperti ini ia teringat pada keluarganya. Papa, mama, adik dan iparnya, apa mereka akan bahagia mendengar kabar kehamilannya ini? Sejak tinggal bersama Teddy dan Agnes, ia sudah tak pernah lagi bertemu mereka. Entah apakah mereka juga merindukan dirinya seperti ia yang merindukan mereka.
"Kamu kenapa?" tanya Agnes begitu melihat perubahan raut wajah Fiona.
"Gak apa-apa, cuma agak lemas aja," jawab Fiona.
"Ya udah, kamu tiduran dulu. Aku mau ke dapur lihat Bi Ira. Nanti aku kesini lagi kalau Supnya sudah jadi."
"Iya."
Ketika Agnes telah keluar dari kamarnya, air mata Fiona kembali jatuh. "Ma, apa seperti ini dulu yang Mama rasakan saat mengandung aku?" gumamnya lirih.
Sementara itu ... Agnes yang hendak ke dapur, berbelok arah menuju pelataran ketika mendengar suara klakson mobil suaminya.
Wanita itu melangkah cepat menghampiri sang suami dan langsung memeluknya.
"Hei, ini ada apa? Kenapa kamu sepertinya lagi senang banget?" tanya Teddy merasa sedikit heran.
"Aku ada kabar gembira untuk Mas. Coba tebak apa?" Agnes menatap suaminya dengan mata berbinar.
Teddy tampak berpikir. "Em ... Mama pasti habis kesini," jawabnya. Setelah pernikahan keduanya, baik mama dan ibu mertuanya belum pernah datang lagi ke rumahnya.
Agnes menggeleng. "Salah, ayo coba tebak lagi."
"Gak tahu, ah. Aku gak bisa nebak" Teddy menyerah.
Agnes berdecak pelan sembari mencubit pelan pinggang suaminya. "Masa Mas gak bisa tebak apa yang membuat aku merasa sangat senang hari ini?"
"Beneran, Sayang. Aku gak bisa nebak." Teddy mencubit gemas hidung istri pertamanya itu. "Ayo kasih tahu, apa yang membuat kamu sangat senang hari ini?" tanyanya.
"Fiona hamil, Mas. Inseminasi nya berhasil!" seru Agnes.
Raut wajah Teddy seketika berubah. Detak jantungnya tiba-tiba saja berpacu dengan cepat. Kabar kehamilan Fiona entah kenapa justru membuatnya sedih. Sebab, tidak akan lama lagi Fiona akan benar-benar pergi dari hidupnya setelah melahirkan anak itu.
untuk Agnes jgn jadi jahat, kena kamu yg mau fio menikah SM suamimu
tambah lagi up nya thor