NovelToon NovelToon
Bunian Cinta Yang Hilang

Bunian Cinta Yang Hilang

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Misteri / Mata Batin
Popularitas:251
Nilai: 5
Nama Author: Ddie

Perjanjian Nenek Moyang 'Raga'' zaman dahulu telah membawa pemuda ' Koto Tuo ini ke alam dimensi ghaib. Ia ditakdirkan harus menikahi gadis turunan " alam roh, Bunian."

Apakah ia menerima pernikahan yang tidak lazim ini ? ataukah menolak ikatan leluhur yang akan membuat bala di keluarga besarnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ddie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bayangan Yang Tak Terlihat

Kesadaran merayap pelan, disambut oleh sisa-sisa cahaya yang menusuk dari balik kelopak. Sinar lampu neon seperti pisau belati, memaksa laki laki itu untuk mengerjap, menyesuaikan diri kembali dengan wadah yang ditinggalkan. Perlahan, bias memudar, membuka tabir sebuah ruangan. Lensa mata Raga membuka halaman demi halaman, memproyeksikan wajah-wajah yang ia kenal: Ayah, Ibu, Angku. Mereka berdiri mengitari tubuhnya, sebagai penjaga di ambang batas.

“Sudah sadar, Bujang…” Sebuah suara— hangat—menyelinap masuk, diikuti oleh sentuhan dingin di dahi. Sehelai kain basah menempel, menyerap panas yang berkeliaran liar di bawah kulit.

Laki laki itu mengerjap, roman wanita di depan terpampang jelas: garis-garis kelelahan dan kecemasa tertatah di setiap sudut matanya.

Sebuah cawan berisi cairan hangat mendekat. “Minumlah, Nak,” bisiknya lembut namun sarat beban.

Raga meneguk sedikit demi sedikit. Kakek mendekat, tangannya berurat seperti akar pohon tua, mencoba menambatkan jiwa yang masih oleng. “Kamu tidak apa-apa, Nak. Ini cuma Tasapo,” bisiknya. Getar suaranya berusaha menenangkan, tapi dua mata tuanya menatap tajam, melihat sesuatu yang lain di dalam tubuhnya.

Laki laki itu berusaha mencerna, ' Tasapo' Sebuah kata yang menggantung, penuh arti namun tak terjangkau.

Pria berkopiah lusuh—Ayah—tampak gelisah. Pandangannya menyapu ruangan, waspada, sebelum akhirnya mendekat duduk di tepian ranjang. Ranjang berderit di tengah kabut menyelimuti pikiran.

“Kami menemukan dirimu terbaring pingsan, tidak jauh dari pemakaman keluarga,” kata Ayah serak. “Sementara Ibumu… selamat.”

“Selamat?” Raga tersentak, otot-ototnya menegang tanpa perintah yang jelas. Sebuah memori samar—bayangan seorang wanita berlari dalam gelap—meneror benaknya.

“Ibu melapor ke Kepala Kampung kamu hilang waktu pulang dari pemakaman,” sambung Ayah, mencoba merangkai cerita yang terputus.

“Hilang? Tapi…Raga hanya mengikuti Ibu sewaktu perjalanan pulang di tengah hutan .”

Hening, ruang membeku tanpa udara, sepi yang mencekik. Semua mata tertuju pada laki laki itu, membelalak rasa tak percaya dan ke ngerian mendalam.

Ayah mendekat, matanya mengintip langsung ke dalam pusat kesadaran anaknya.

“Ceritanya bagaimana Raga?” desaknya, suara rendah penuh rasa kekuatiran.

Laki-laki itu menarik napas dalam, dadanya terasa sempit angin terperangkap pulang. Sebuah bayangan—gadis berwajah pucat dengan senyum lebar tak berkedip—melompat di pelupuk mata.

“Gadis itu, Ayah…”ucapnya pecah, dikhianati ketakutan mendalam.

“Siapa?” tanya Ayah mendesak, alisnya naik beberapa senti meminta pengakuan horor

bersemayam di dalam dada.

Ia hanya diam, otaknya mengambang menjawab pertanyaan Ayah. Kepalanya terasa berat, bagai dijejali batu.

Agaknya Ayah memahami kondisinya masih payah mengajak Kakek menjauh dari tempat tidur. Mereka berbisik-bisik mendengung laksana lebah sedang mencari sarang keluar kamar.

Tinggallah Ibu sendiri di dekatnya meraba kening dengan lembut. "Ke mana kamu, bujang? Ibu tidak mendengar derap langkah kakimu dibelakang ibu, " bisiknya pelan

Raga menatap roman Ibunya lamat, menyelisik setiap detail wajahnya: hidungnya yang mancung, pipinya yang bulat, alisnya yang tajam. Tapi, benarkah ini wajah Ibu?

Angin berhembus dingin dari jendela yang terbuka. Tiba-tiba, sekelebat bayangan putih melintas, berputar-putar di dalam kamar. Tak lama, bayangan itu membentuk sesosok perempuan berambut panjang, dibalut selendang putih, berdiri di samping Ibu.

Raut wajahnya cantik, bak putri kerajaan, penuh kharisma, tersenyum menatapnya dalam. Seketika, kamar kembali gelap, persis seperti yang dirasakannya di pemakaman leluhur.

Dengan napas tersengal dan jantung berdebar kencang, Raga menatap sosok perempuan berambut panjang berdiri di samping ibunya. Dunia di sekelilingnya menghilang, menyisakan kegelapan pekat diterangi oleh sosok misteri dan wajah ibu penuh kebingungan.

Senyum lebar pucat itu terpateri di retina matanya, sebuah gambaran jauh lebih menakutkan dalam keheningan kamar di tengah kabut pemakaman.

"Ibu..." desis Raga, suaranya serak. Tangannya gemetar mencoba meraih lengan ibunya, tetapi Ia hanya memandang penuh kasih tidak menyadari keberadaan entitas di sebelahnya.

Sosok itu mengangkat tangan pucat meraih helai rambut ibu membuat bulu kuduknya berdiri. Hawa dingin mematikan memancar membekukan jiwa.

"Ke mana kamu, bujang?" ulang ibunya menelisik "Ibu tidak mendengar derap langkah kakimu di belakang ibu."

"Bukan Ibu," bisik Raga dalam hati, matanya membelalak. "Bukankah Ibu berjalan di depan Raga."

Kening ibu mengernyit, alisnya terangkat beberapa senti, sementara gadis pucat itu mencondongkan tubuhnya seolah sedang bercermin, menjiplak wajah Ibu berbisik halus

"Dia tidak bisa melihatku. Hanya kamu."

Raga ingin berteriak memperingatkan ibunya, agar mengusir makhluk itu, tetapi kerongkongannya tercekat, tubuhnya lumpuh terpaku di tempat tidur,

Tiba-tiba, pintu kamar terbuka. Ayah masuk, membawa segelas air tambahan, wajahnya diliputi kecemasan dalam.

"Bagaimana, Bu? Apakah Raga sudah bisa bicara lebih jelas?"

Ia mengangkat bahunya, " Ibu masih bingung, Yah. Tapi setidaknya Raga sudah sadar sepenuhnya."

Raga menatap kedua orang tuanya. Ayah dengan kopiah lusuhnya penuh perhatian, sementara roman Ibunya yang ia kenal sejak kecil terlihat nyata, tapi bagaimana mungkin bisa berdampingan dengan kegelapan yang baru saja ia saksikan?

"Ayah," ucapnya rintih. "Raga melihat seorang gadis di pemakaman... dia memakai selendang putih."

Wajah ayah berubah pucat, tubuhnya menggigil, senyumannya menipis digantikan ekspresi dingin menusuk.

"Jangan... jangan bicara tentang itu, Nak," ucapnya resah. "Itu hanya... Tasapo, kamu hanya halusinasi karena kelelahan dan demam tinggi."

Kakek terlihat tegang dari balik pintu, matanya menerawang sosok ' Gadis berselendang putih" itu.

"Tapi dia nyata, Ayah," bantah Raga, keberaniannya tumbuh seiring dengan keputusasaannya. "Dia ada di sini, berdiri di samping Ibu."

Kalimat menyambar seperti petir disiang bolong. Ibunya spontan menoleh ke samping, Wajahnya berkerut dalam kebingungan dan ketakutan."Raga, jangan bicara tidak karuan!" hardiknya. "Tidak ada siapa-siapa di sini!"

Tapi ayah tidak berkata apa-apa menatap kosong, wajahnya diliputi bayangan kesedihan rasa bersalah.

Bayangan gadis berwajah pucat tertawa lirih menggema mengulurkan tangan, dingin menyergap, merasuk ke dalam tulang sumsum Raga, napasnya tertahan,

matanya berkunang-kunang, suara ibu dan ayah panik memanggil-manggil namanya seakan datang dari ujung terowongan panjang.

Bayangan suram itu membungkuk, bibirnya berbisik ke telinga ibu dan anehnya perempuan itu mengulang persis kata-kata yang dibisikkannya datar dan hampa.

"Sudahlah, Yah. Biarkan Raga istirahat. Dia pasti sangat kebingungan."

Kalimat itu keluar dari mulut ibunya, tetapi Raga tahu, itu bukan ibunya yang berbicara tapi "Gadis Selendang Putih".

Kegelapan menyergapnya sekali lagi, tetapi kali ini dia tidak sendirian, bisa merasakan kehadiran mengintai, menunggu, dan mengklaim. Tasapo bukanlah halusinasi. Itu adalah peringatan batas antara dunia nyata dan dunia halus telah terbuka, dan sesuatu menyelinap masuk, menyamar sebagai orang yang paling ia cintai.

Dan pertanyaannya sekarang bukan lagi "siapa" gadis selendang putih itu, tapi "apa" yang diinginkannya—dan mengapa ia memilih Raga serta keluarganya. Pertarungan untuk jiwa dan kenyataan mereka baru saja dimulai, dan Raga adalah satu-satunya yang bisa melihat bayangan yang tak terlihat.

1
ayi🐣
semangat thor ayo lanjut/Awkward//Scream/
Ddie
Dapat kah cinta menyatu dalam wujud dimensi Roh ? Bagaimana dalam kehidupan sehari-hari? Novel ini mencoba mengangkat dimensi ' Bunian' jiwa yang tersimpan dalam batas nalar, '
Rakka
Hebat!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!