Luna harus memilih antara karir atau kehidupan rumah tangganya. Pencapaiannya sebagai seorang koki profesional harus dipertaruhkan karena keegoisan sang suami, bernama David. Pria yang sudah 10 tahun menjadi suaminya itu merasa tertekan dan tidak bisa menerima kesuksesan istrinya sendiri. Pernikahan yang telah dikaruniai oleh 2 orang putri cantik itu tidak menjamin kebahagiaan keduanya. Luna berpikir jika semua masalah bisa terselesaikan jika keluarganya tercukupi dalam hal materi, sedangkan David lebih mengutamakan waktu dan kasih sayang bagi keluarga.
Hingga sebuah keputusan yang berakhir dengan kesalahan cukup fatal, mengubah jalan hidup keduanya di kemudian hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SAFIRANH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
“Sudah ku bilang, aku belum bisa pulang sekarang,” ucap Mahesa. Wajahnya sedikit kesal akan pertanyaan dari sahabatnya yang baru saja datang dari kota, namanya Andi.
Posisi mereka saat ini tengah berada di dalam mobil milik Mahesa, dengan berbagai macam ocehan yang dilontarkan oleh Andi sejak tadi tanpa henti.
“Kamu jangan ngawur ya, gimana dengan bisnis kita di kota?” ujar Andi yang tak kalah kesal.
“Aku akan pulang jika waktunya sudah tepat. Dan untuk sementara ini aku masih ada urusan,” Mahesa menjelaskan, ia memang masih ada janji bertemu dengan Luna perihal cincin pernikahan yang tidak sengaja terbawa oleh wanita itu.
“Urusan apa sih?” Andi tampak tidak percaya jika Mahesa memiliki urusan penting di tempat seperti ini. Tapi, saat Andi hendak membuka layar ponselnya, seketika itu pula sebuah dugaan hinggap di pikirannya. Andi langsung mendongak, memberikan tatapan penuh ke arah Mahesa. “Urusan dengan wanita, ya? Kamu punya simpanan disini?”
Sebelah tangan Mahesa langsung memukul belakang kepala Andi, membuat pria itu mengaduh karena sakit.
“Jangan ngarang kamu, ya,” ucap Mahesa memperingatkan.
“Makanya bilang! Apa susahnya sih ngomong, doang.”
“Aku perlu bertemu dengan seseorang, tapi—” ucapan Mahesa terjeda. Pria itu berpikir kembali, apakah masalah ini harus ia ceritakan pada Andi atau tidak.
“Tapi, apa?” Andi yang tengah menggigit roti di tangannya tampak sangat penasaran.
“Nantilah, kamu pasti akan tahu,” Mahesa mengarahkan kemudinya karena mobil akan berbelok ke arah kanan.
“Bagaimana bisa tahu, orang disuruh bilang saja nggak mau,” gerutu Andi bertambah kesal.
Meskipun sering membuat kesal, tapi Andi sebenarnya adalah sahabat dan partner kerja yang baik. Bahkan Mahesa sering menertawakan sikap yang ditunjukkan oleh Andi padanya. Seperti saat ini, Mahesa tersenyum tipis melihat pria itu bergumam sendirian.
Hingga mobil yang mereka tumpangi baru sampai di sebuah tempat yang sepertinya adalah warung makan, terlihat jelas dari papan petunjuk dan nama yang tertulis disana.
Banyak sekali orang yang berkumpul. Dari arah jalan tampak dari mereka tengah menikmati makan bersama.
“Sedang ada acara ya?” tanya Andi saat melihat banyak orang berkumpul.
“Mungkin saja pembukaan warung makan baru. Tuh, disana ada tulisannya,” Mahesa menunjuk tulisan besar di papan depan warung menggunakan dagunya.
“Tempat sepi seperti ini, mana bisa laku,” cibir Andi spontan.
“Ya, siapa tahu,” Mahesa memelankan laju mobilnya untuk bisa melihat lebih jelas kerumunan warga sekitar itu. “Mau mampir sebentar nggak?” tawar Mahesa pada Andi.
“Nggak ah, kita lanjut saja.”
“Oke,” Mahesa kembali melajukan mobilnya, tanpa melihat jika ada seseorang yang dikenalnya disana.
Ya…Mahesa tidak melihat jika Luna tengah duduk diantara para kerumunan warga. Dan orang yang akan Mahesa temui memang adalah Luna, ia berjanji bertemu Luna satu Minggu setelah pertemuan mereka di pasar waktu itu.
Bukan hal yang istimewa untuk Mahesa maupun Luna. Karena mereka bertemu memang murni karena urusan penting, yaitu menyangkut dengan cincin pernikahan milik keluarga Mahesa.
Sementara itu, David yang kesal dan kecewa pada Luna di hari pentingnya ini, memilih untuk membuat sang istri merasa lebih kesal padanya.
Pria itu sengaja melangkah ke arah meja prasmanan, mengambil nasi, sayur dan beberapa macam lauk. Setelah selesai, ia melangkah ke arah yang sama dengan tempat duduk Luna. Namun saat sudah dekat, David justru berlalu melewati Luna tanpa menoleh sedikitpun.
Dan yang lebih menyebalkan lagi, rupanya David memberikan piring berisi penuh makanan itu kepada Kumala, yang memang berdiri tepat di belakang tempat duduk Luna.
“Kok Ayah ngambilin makan untuk Bu guru sih, Bu?” keluh Siena dengan polosnya.
“Sudah ah…ayo Siena makan saja,” Luna kembali menyuapi putrinya tanpa memusingkan hal tidak penting seperti itu.
Di belakang sana, terdengar ucapan terima kasih berulang kali dari Kumala untuk David karena sudah mengambilkannya makanan. Luna menoleh ke belakang, senyum dan tawa itu, kenapa David tak pernah memberikan hal semudah itu padanya.
‘Sesulit itukah bersikap baik padaku?’
Kini, beberapa orang juga ikut berkumpul di tempat berdirinya Kumala dan David. Mereka mengatakan jika ingin diambilkan makanan juga oleh pria itu. David tentu tidak keberatan, dengan sigap ia pergi ke meja prasmanan, lalu kembali dengan membawa satu tempat makan berisi rendang daging.
Semua orang tampak antusias, begitu juga dengan Kumala yang ikut mengambil tiga potong rendang daging, lalu menyantapnya dengan lahap.
“Bu Kumala nggak takut gendut kalau makan banyak?” celetuk salah seorang tetangga.
Kumala menggeleng sambil tersenyum. “Justru kalau ada resep biar badannya bisa berisi, saya mau dong. Sudah banyak makan, tapi badan saya cuma segini-gini saja.”
“Wah kok bisa, ya?” tanya tetangga yang lain. “Saya saja mati-matian mengurangi porsi makan supaya bisa langsing kayak Bu Kumala.”
“Ah, nggak lah Bu. Saya ini malah bisa dibilang kurang gizi,” Kumala sengaja menaikkan tangannya untuk menyelipkan helaian rambut yang jatuh ke wajahnya.
“Enak ya jadi Bu Kumala, bisa bebas makan apa saja.”
“Saya memang doyan makan, Bu. Tapi anehnya, tidak bisa gemuk,” Kumala terkekeh ringan, berharap jika sandiwaranya kali ini bisa memancing perhatian banyak orang padanya.
Mereka semua kembali tertawa bersama sambil membicarakan hal-hal biasa atau keseharian yang mereka jalani. Sedangkan David, pria itu tampak beberapa kali mencuri pandang ke arah Kumala.
Mengagumi betapa sempurnanya wanita seperti Kumala.
***
Saat acara telah selesai, para tetangga yang datang juga diberi kesempatan untuk membawa satu bungkus bingkisan berisi minyak goreng, tepung dan juga telur. Tak lupa juga mereka diperbolehkan membawa pulang sisa makanan yang ada.
Setelah masuk ke dalam rumah, Kumala langsung membanting tubuhnya ke atas sofa dengan kasar, betapa melelahkannya hari ini.
Tapi dia tak boleh bermalas-malasan. Saat Kumala mengingat sesuatu, ia langsung bangkit dari sofa, menuju ke arah kamar mandi. Telunjuk jarinya terulur, masuk ke dalam ujung mulut. Dan sesuatu yang mengejutkan langsung terjadi….
HOOEEKK…!
Kumala berjongkok di depan kloset hanya untuk mengeluarkan seluruh makanan dari dalam perutnya. Setelah mengalami perjuangan dan drama, akhirnya Kumala berhasil. Sekujur tubuhnya bahkan telah mati rasa saat ini.
Nafasnya terengah naik dan turun tanpa henti. Setelah bisa menetralkan dirinya sendiri, Kumala bangkit lalu mengambil satu botol obat dari dalam laci penyimpanan. Tiga butir kapsul langsung dikonsumsi oleh Kumala dalam satu kali telan saja.
Mungkin karena sudah terbiasa, jadi ia tidak kesulitan untuk menelannya sekaligus.
Kumala menatap ke arah cermin di dalam kamar mandinya. Mengagumi betapa cantik dan sehatnya kulit yang ia miliki. Membayangkan betapa banyak wanita yang merasa iri padanya.
“Pokoknya tidak ada yang boleh tahu mengenai semua yang kulakukan agar bisa sampai di tahap ini. Mereka hanya perlu tahu, Kumala wanita yang cantik dan kepribadian yang bagus.” ucap Kumala pada dirinya sendiri penuh percaya diri
Kumala tersenyum bangga, betapa mudahnya untuk menipu semua orang disini. Karena pada dasarnya ia sangat memperhatikan kesehatan kulit juga berat badannya. Apapun akan dia lakukan, untuk tetap menjaga kesempurnaan itu.
BERSAMBUNG