Sepuluh tahun setelah dunia porak-poranda akibat perang nuklir, para penyintas hidup dalam bayang-bayang kehancuran. Monster hasil mutasi berkeliaran, kelaparan menjadi musuh sehari-hari, dan manusia yang seharusnya saling membantu justru menjadi ancaman paling mematikan.
Di tengah kekacauan itu, sekelompok pejuang mencoba bertahan, menggenggam harapan tipis di dunia yang nyaris mati. Dalam upaya mereka untuk mengungkap kebenaran di balik tragedi global ini, tentunya dengan satu pertanyaan yang masih menggema.
"Benarkah dunia ini hancur karena nuklir? Atau karena busuknya hati manusia itu sendiri?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chubby Lion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Radiant
Kai dan Kael berjalan selama beberapa jam, beristirahat sejenak untuk mengisi perut dan kembali berjalan.
Akhirnya siang itu Kai dan Kael berhasil sampai didepan Radovile, Kael menatap gerbang sederhana yang berada di depannya, papan kayu yang terpaku di atas gerbang itu bertuliskan "Radovile" dengan cat merah yang mulai memudar. Beberapa orang berjaga dengan pakaian compang-camping, tapi raut wajah mereka tajam, seperti binatang buas yang waspada.
Kai melangkah santai ke arah penjaga, mengangguk pada mereka seolah ini bukan pertama kalinya dia datang. “Yo, gua bawa teman baru nih,” katanya dengan nada sok santai.
Salah satu penjaga mengangkat alis, menatap Kael yang tampak bingung dan lelah. "Orang baru lagi? Radiant atau bukan?" tanyanya dengan nada curiga.
Kai terkekeh. "Belum tahu, dia amnesia, tapi kalau dia bikin masalah nanti gua yang urus."
Penjaga mendengus, lalu membuka gerbang. "Masuk aja, tapi jangan bawa masalah, Kai." Kai mengangkat bahu, lalu melangkah masuk bersama Kael
Radovile
Di balik gerbang, Kael melihat sesuatu yang berbeda dari reruntuhan di luar, Radovile adalah kumpulan bangunan darurat, rumah-rumah yang dibangun dari kayu, logam bekas, dan apa pun yang bisa ditemukan, di tengah kota kecil itu terdapat sebuah lapangan luas dengan tempat duduk panjang disekitarnya yang dipenuhi orang-orang dari berbagai usia, ada yang bercanda, ada yang berdiskusi serius, dan ada yang hanya duduk sambil memandangi langit dengan suram.
Kai menepuk pundak Kael dan berjalan melewatinya, "Selamat datang di Radovile, kota kecil untuk para Radiant yang mencoba bertahan hidup, jangan harap ada hotel bintang lima di sini."
Kael sedikit terpaku melihat pemandangan sekitar Radovile, sebuah harapan muncul untuknya, Kael berusaha memproses semua yang dilihatnya. “Mereka semua... Radiant?”
“Sebagian besar, ada juga beberapa orang biasa yang ikut tinggal di sini karena mereka nggak punya tempat lain, Radovile ini tempat yang cukup aman... yah, selama lo nggak bikin masalah,” jawab Kai sambil berjalan menuju warung kecil di sudut jalan.
Warung tersebut memampang sebuah papan tua bertuliskan "Warung Pangsit Kakek Hao"
Kai mendorong pintu warung sederhana itu, dan aroma sup hangat langsung menyambut mereka, di belakang meja kayu kecil, seorang kakek tua dengan rambut putih yang diikat rapi sedang mengaduk panci besar.
"Kek Hao, dua porsi pangsit ayam, pakai banyak bawang," kata Kai tanpa basa-basi, kakek Hao mengangkat wajahnya dan menyipitkan mata ke arah Kael. "Teman baru lagi, Kai? Apa dia bisa bayar?" tanyanya dengan nada datar.
Kai hanya tertawa kecil "Tenang, pangsit nya nggak akan di bawa kabur kok, nanti gua yang bayarin." Kael merasa sedikit canggung, tapi Kai menariknya ke kursi kayu di dekat jendela, mereka duduk, dan Kai langsung bersandar dengan santai.
"Nah, ini tempat favorit gua di Radovile. Makanannya enak, simpel, dan yang terpenting pastinya murah dong." Kael mengamati sekitar, warung ini sederhana, tapi terasa hangat, memikirkan adanya sebuah warung hangat ditengah-tengah kekacauan yang melanda ini, semakin meyakinkan Kael bahwa ia juga bisa bertahan dan memulihkan ingatannya.
Kael menatap Kai dan bertanya "Jadi, soal Radiant bisa jelasin lagi kah?" Kai mengangguk, mengambil pisau kecil dari sabuknya dan mulai memutar-mutarnya di jari. "Oke, denger baik-baik rookie, aku tidak akan mengulang nya dua kali, singkat saja Radiant itu terbagi jadi empat tipe utama, yakni Beast, Elemental, Tubuh, dan Pendukung."
Kael mengangguk, memperhatikan dengan serius. “Beast itu yang bisa berubah jadi sesuatu, misalnya, ada yang punya tubuh kayak serigala atau ular raksasa, mereka biasanya lebih cocok buat pertempuran fisik jarak dekat."
"Mereka akan sangat lemah dalam kondisi biasanya tapi setelah berubah menjadi beast kekuatannya berlipat ganda."
"Elemental," lanjut Kai sambil menggerakkan jarinya seolah menggambarkan api, "mereka yang bisa mengendalikan elemen seperti api, air, angin, atau apa pun yang berhubungan sama alam, seru sih, tapi rata-rata dari mereka biasanya terlalu dramatis."
"Elemen punya kelemahan atau counternya masing-masing, seperti api yang lemah dengan air, rata rata dari elemental menyerang menggunakan jarak jauh, namun tidak jarang juga ada petarung jarak dekat dengan kemampuan elemental."
"tubuh," katanya sambil mengetuk meja, "adalah mereka yang bisa memperkuat tubuh mereka, contohnya, ada yang bisa bikin kulit mereka sekeras baja atau memperpanjang tulang jadi senjata, sederhana, tapi efektif."
"Dan terakhir, Pendukung." Kai mengangkat bahu. "Ini yang paling aneh, mereka punya kemampuan yang nggak selalu berguna di pertempuran, misalnya, penyembuhan, memperkuat Radiant lain, atau bahkan kemampuan kayak telepati."
"Biasanya berguna untuk kemampuan bertahan hidup aja, oh ya ketinggalan nih."
"Ada yang spesial, tipe Spesial, tipe yang paling jarang, hanya satu dari sekian banyak, tipe ini tidak termasuk Beast, Elemental, Tubuh maupun Pendukung."
"Contohnya, pengendali Ruang atau Waktu, walau aku tidak tau ada atau tidak tapi kemampuan seperti itu seharusnya cocok lah untuk masuk di tipe spesial."ucap Kai
Kael mengangguk lagi, mencoba mencerna semuanya. "Dan lu? Lu masuk tipe apa Kai?"
Kai menyeringai kecil. "Gua? Gua Elemental, lebih spesifik lagi Shadow Manipulation, keren kan!!" ucapnya menyombongkan diri
"Gua bisa ngendaliin bayangan, mau buat menyerang atau sekadar menghilang di kegelapan, semua bisa gua lakuin." ucap Kai sembari menyombong dirinya.
Kael merasa kagum, "Shadow Manipulation? Itu keren banget." Kai tertawa kecil, "Ya, ya, gua tahu gua keren, tapi ini bukan soal siapa yang paling keren, Kael, di dunia ini, lu harus kuat kalau mau bertahan"
"dan ngomong-ngomong soal bertahan, lu harus mulai nyari cara buat ngasih kontribusi di sini." Saat Kai menyelesaikan dialognya itu, tepat ketika Kakek Hao datang dengan dua mangkuk pangsit panas.
Kai langsung mengambil sumpitnya dan mulai makan. "Oh ya, ngomong-ngomong, kita harus jual mayat tikus itu ke pusat perdagangan Radovile. Jantung tikus mutasi itu cukup berharga."
Kael berhenti mengunyah, "Jantung? Apa gunanya?"
Kai meletakkan sumpitnya dan menjawab dengan nada serius. "Jantung hewan mutasi itu mengandung energi radiasi tingkat tinggi, kalau Radiant menelannya, mereka bisa memperkuat atau mempercepat perkembangan kemampuan mereka"
"Tapi... kalau orang biasa kayak lu coba makan itu, yah, selamat tinggal." Kael merasa perutnya mual, tapi dia tetap mendengarkan. “Makanya, gua sering berburu makhluk mutasi, selain buat bertahan hidup, gua juga bisa jual jantungnya buat beli makanan atau perlengkapan, lu juga harus belajar, Kael, di sini nggak ada yang gratis.”
Kael menghela napas panjang. "Kayaknya gua harus mulai terbiasa sama dunia ini."
Kai tersenyum sambil melahap pangsitnya, "Betul, santai aja sampai ingatan lu kembali, gua yang bakal ngajarin lu gimana caranya biar nggak mati di dunia ini, lagi pula gua lagi gabut, mulai sekarang panggil gua guru"ucap Kai tersenyum tipis
"Heh ga tau aja dia, gua bakal segera dapat satu babu yang bisa gua suruh suruh"gumam Kai dalam hati
"Okee, mohon kerja samanya Kai" ucap Kael, Kai menghabiskan pangsit terakhir, sambil bersandar di kursi "seperti biasa, pangsit kakek Hao selalu enak rasanya, ga heran kenapa warung kecil ini cukup ramai."
Kakek hao tersenyum kecil, melirik Kai dari balik meja "woh ya jelas, resep sepuh nih bos, resep pangsit disini sudah ada sebelum kalian lahir, bocah! jangan lupa, yang enak tidak pernah gratis." ucap kakek Hao sembari mencuci beberapa piring kotor.
Kai tertawa ringan sambil berdiri "Ah, benar sekali, Kek, tapi… aku baru sadar uangku ketinggalan di apartemen."
Kakek Hao menyipitkan mata dan berbalik, menatap curiga "Kai, kau tidak sedang mencoba mengelabui orang tua ini, kan? Ini sudah yang ketiga kalinya kau bilang begitu!"
Kai mengangkat tangan, berusaha terlihat polos "Mana mungkin, Kakek Hao, aku pasti akan kembali. Kau tahu aku selalu membayarkan...... pada akhirnya."
Kakek Hao menggelengkan kepala dan menghela nafas setengah kesal "Dasar anak muda zaman sekarang, baiklah, cepat pulang dan bawa uangmu"
"Terima kasih kakek Hao" Kai segera menarik Kael dan pergi dari warung pangsit kakek Hao, "awas jangan kabur ya kau Kai, kalau kabur lain kali tagihan pangsitmu akan ku kali dua!" teriak kakek Hao
"iya iya, santai aja kek"ucap Kai pergi.