NovelToon NovelToon
Pelacur Milik Sang CEO

Pelacur Milik Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Cinta Terlarang / Mengubah Takdir
Popularitas:8k
Nilai: 5
Nama Author: lestari sipayung

Ayla, pegawai biasa yang diangkat menjadi resepsionis di perusahaan terkenal, terpaksa menjadi wanita malam demi biaya pengobatan adiknya. Di malam pertamanya, ia harus melayani pria yang tak disangka—bosnya sendiri. Berbeda penampilan, sang CEO tak mengenalinya, tapi justru terobsesi. Saat hidup Ayla mulai membaik dan ia berhenti dari pekerjaan gelapnya, sang bos justru terus mencari wanita misterius yang pernah bersamanya—tanpa tahu wanita itu ada di dekatnya setiap hari. Namun, skandal tersebut juga mengakibatkan Hana hamil anak bosnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lestari sipayung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hido Mengomel

...~Happy reading guys~...

"Kenapa kau tidak memberitahuku kalau di acara kemarin Nyonya Ria hadir?" tanya Hido, menatap Leo dengan sorot mata yang penuh tuntutan, sementara Leo membalasnya dengan pandangan tenang seolah tidak merasa bersalah.

Leo menghela napas berat. "Kenzo sialan," batinnya geram. Ia sudah bisa menebak, cepat atau lambat ia pasti akan dimarahi oleh Hido — om sekaligus sahabat lama mamanya sendiri.

"Aku sungguh tidak tahu. Aku bahkan baru melihatnya tiba-tiba di sana. Kenzo juga tidak memberitahuku apa pun," jawab Leo jujur. Tapi ia sadar, justru kejujurannya itu akan membuat Hido semakin naik darah.

Benar saja, Hido menatapnya tajam, penuh kekesalan. "Hais, Leo, Kenzo, kalian berdua ini selalu saja mengabaikanku!" geramnya, seraya mengusap wajahnya dengan kasar, frustrasi. Leo hanya bisa kembali menghela napas panjang. Pemandangan dramatis seperti ini tampaknya akan terus terulang.

"Tenanglah, Nyonya Ria masih di sini. Namun Kak Elvan sedang berada di luar kota," ujar Leo, berusaha menenangkan Hido sambil mengungkapkan fakta yang ia dengar langsung dari percakapannya dengan Nyonya Ria di acara awards kemarin.

Mendengar itu, ekspresi Hido langsung berubah drastis. Matanya membulat, sorotnya tampak antusias. "Benarkah?" tanyanya cepat dengan suara yang terdengar jauh lebih hidup daripada sebelumnya. Leo, tanpa banyak bicara, mengangguk pelan menegaskan jawabannya.

"Dia pasti semakin sukses sekarang, sama seperti daddy-nya," gumam Hido, tidak bisa menyembunyikan rasa bangganya. Wajahnya berseri-seri, seolah membanggakan pencapaian seseorang yang sebenarnya... memuji dirinya sendiri. Leo hanya bisa memutar bola matanya malas, merasa geli sekaligus lelah menghadapi tingkah pria tua itu yang masih sempat-sempatnya berbangga diri dalam situasi seperti ini.

Tok... tok... tok...

Suara ketukan pintu terdengar, membuyarkan sejenak suasana.

"Masuk saja!" seru Leo tanpa mengalihkan pandangannya dari Hido.

Tak lama kemudian, Ayla masuk dengan hati-hati sambil membawa nampan kecil berisi segelas kopi hangat untuk Leo. Langkahnya melambat begitu menyadari bahwa tamu istimewa mereka, Hido, ternyata sudah tiba lebih cepat dari perkiraan jadwal. Ayla terkikuk gugup, menundukkan sedikit kepalanya sebagai tanda hormat, merasa canggung karena belum sepenuhnya siap menyambut kedatangan Hido.

"Letakkan saja di sini," ujar Leo dengan nada dingin. Tanpa banyak bicara, Ayla segera meletakkan cangkir kopi itu di meja, gerak-geriknya kaku karena gugup.

"Em, apa saya perlu membuatkan juga untuk Tuan?" tanyanya ragu, menatap Hido dengan penuh kecanggungan.

Hido tersenyum tipis, sedikit melambaikan tangan. "Ah, tidak perlu. Saya akan segera pergi," jawabnya santai. Ayla mengangguk cepat, lalu sekilas menatap Leo, meminta isyarat.

"Keluarlah," perintah Leo singkat, matanya sekilas mengarah ke pintu, lalu kembali ke Ayla tanpa ekspresi. Ayla langsung membungkuk kecil, lalu bergegas keluar dari ruangan. Dalam hatinya, ia mengutuk rasa malunya sendiri. Hais, sungguh memalukan! rutuknya dalam hati.

Begitu pintu tertutup, Hido mendecakkan lidah, matanya mengarah ke pintu seolah masih mengikuti bayangan Ayla yang baru saja keluar.

"Dia pelayan baru?" tanya Hido penasaran. Ia bisa melihat jelas betapa canggungnya gadis itu, dan lagi, ia merasa belum pernah melihat wajahnya sebelumnya.

"Tidak," jawab Leo santai, bahkan sedikit acuh. "Dia resepsionis dan juga pengatur agendaku."

Hido mengerutkan kening, merasa heran. "Lalu kenapa kau menyuruhnya membuatkan kopi? Bukankah ada pelayan untuk itu?"

Leo mendongak sedikit, menatap Hido dengan tatapan khasnya yang dingin dan penuh keangkuhan. "Apa yang tidak boleh kulakukan di kantorku sendiri?" jawabnya enteng.

Hido hanya menggeleng pelan sambil tersenyum samar. Sikap Leo benar-benar mengingatkannya pada seseorang — mendiang ayah Leo sendiri. Sama-sama angkuh, sama-sama dingin, terkadang terlihat sombong, tapi sebenarnya... jauh lebih baik dari yang orang lain kira.

---

Malam itu, langit pekat tanpa bintang, seakan mencerminkan suasana hati Ayla yang suram. Rumah sakit yang dingin dan steril makin membuat tubuhnya terasa kecil dan rapuh.

Baru saja ia selesai dari pekerjaannya, Ayla langsung berlari menuju rumah sakit setelah mendapat kabar buruk: operasi Arya, adiknya, harus segera dilakukan lebih cepat dari jadwal semula karena kondisi Arya yang terus memburuk.

Tanpa buang waktu, Ayla tiba di depan ruang operasi, hanya untuk menemukan lampu tanda operasi masih menyala merah, menandakan prosesnya masih berlangsung.

Di lorong rumah sakit yang sepi, Ayla terduduk di kursi panjang, tubuhnya gemetar, air mata menetes tanpa bisa ia tahan. Dengan tangan yang bergetar, ia berdoa dalam hati, memohon agar operasi adiknya berjalan lancar, agar Tuhan memberi mereka keajaiban yang sudah lama mereka harapkan.

Operasi ini adalah sesuatu yang mereka nantikan, namun juga sesuatu yang terasa mustahil karena biaya yang tak terjangkau. Berbulan-bulan mereka menunggu, berjuang, dan akhirnya, berkat uang yang baru saja dikumpulkan... Arya bisa mendapatkan kesempatan ini.

Namun, dalam hatinya, ada luka yang menganga. Ayla sadar betul dari mana asal uang itu — dari pekerjaan kotor yang terpaksa ia lakukan dua malam bersama pria itu. Ia bertanya-tanya, haruskah ia bersyukur atas pilihan kelam itu? Haruskah ia berterima kasih pada dirinya sendiri karena mengorbankan harga diri demi adik yang ia cintai?

Sementara lampu merah di ruang operasi terus menyala, Ayla hanya bisa terisak pelan, menahan rasa bersalah yang menggunung dalam diam.

1
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!