NovelToon NovelToon
Raja Arlan

Raja Arlan

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Dunia Lain / Fantasi Isekai
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: BigMan

Namaku Arian. Usia? Ya... paruh baya lah. Jangan tanya detail, nanti aku merasa tua. Yang jelas, aku hidup normal—bekerja, makan, tidur, dan menghabiskan waktu dengan nonton anime atau baca manga. Kekuatan super? Sihir? Dunia lain? Aku suka banget semua itu.

Dan jujur aja, mungkin aku terlalu tenggelam dalam semua itu. Sampai-sampai aku latihan bela diri diam-diam. Belajar teknik pedang dari video online. Latihan fisik tiap pagi.

Semua demi satu alasan sederhana: Kalau suatu hari dunia ini tiba-tiba berubah seperti di anime, aku mau siap.

Konyol, ya? Aku juga mikir gitu… sampai hari itu datang. Aku bereinkarnasi.

Ini kisahku. Dari seorang otaku paruh baya yang mati konyol, menjadi petarung sejati di dunia sihir.
Namaku Arian. Dan ini... awal dari legenda Raja Arlan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BigMan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 7 - Dari Perpustakaan ke Bak Mandi

Jam di dinding perpustakaan menunjukkan pukul satu lewat sembilan belas menit. Suasana sunyi, hanya suara lembut angin malam yang sesekali menyusup lewat celah jendela besar. Lilin di sampingku sudah meleleh setengah. Tanganku hitam terkena tinta, dan tubuhku setengah mati menahan nyeri di punggung.

"Catatan ke-47," gumamku sambil mencoret kertas lusuh.

"Kalau aku bisa memanipulasi jaringan otot secara lokal, maka peningkatan kekuatan bisa dilakukan tanpa membebani seluruh tubuh... setidaknya dalam teori."

Aku bersin. Debu dari buku yang baru kubuka tadi seperti menampar wajahku.

"Ugh... siapa yang terakhir kali bersihin rak ini? Raja pertama?"

Tumpukan buku di sekitarku seperti menara kertas yang siap roboh kapan saja. Ada buku kedokteran berjudul Anatomi Dasar Manusia dan Makhluk Setengah Dewa, buku sihir yang tebalnya seperti bantal, dan satu buku kecil yang ternyata... buku resep pai apel.

"Ng—ini siapa yang naro ini di rak sihir?!"

Namun, di balik semua itu... ada rasa puas. Rasanya seperti menemukan jalan di tengah hutan. Rute baru. Cara agar tubuh lemahku tidak lagi menjadi beban. Dengan kombinasi pengetahuan anatomi dan manipulasi mana—mungkin aku bisa menciptakan... sihir penguatan tubuh. Bukan yang ada di buku, tapi versiku sendiri.

"Kalau berhasil... aku bisa berdiri sejajar dengan mereka," bisikku. "Atau minimal... bisa push up tanpa blackout."

Sementara itu, di Kamar Arlan

Lyra membuka pintu kamarku pelan, mengendap seperti kucing, dengan ekspresi penuh kasih sayang. Tapi ekspresinya berubah 180 derajat saat melihat tempat tidurku kosong.

Bantal tergeletak rapi.

Selimut dilipat sempurna.

Tidak ada tanda-tanda manusia hidup di sana.

Detik pertama: ekspresi kosong.

Detik kedua: alis naik.

Detik ketiga: pupil membesar.

"...Tuan Arlan?" tanyanya lirih.

Tidak ada jawaban.

Detik keempat: BOOM.

"AAAAAAH TUAN ARLAAAANNNN!!" jerit Lyra, seperti banshee kesurupan.

Seluruh istana langsung bangun. Pelayan keluar dari kamar sambil bawa sapu. Pengawal lari sambil bawa pedang dan... satu orang tampak masih pakai piyama.

"CARI DIA!! CARI TUAN ARLAN!!" teriak Lyra, rambut awut-awutan dan tatapan seperti akan membakar siapa saja yang lambat.

"Pintu-pintu dikunci!"

"Periksa gudang! Bawah tanah! Lubang tikus juga!!"

"Seseorang cek kolam ikan! Mungkin dia pingsan di situ!!"

"Seseorang cek oven dapur! Dia pernah tidur di situ minggu lalu!!"

"Ya, satu kali dan aku tak menyadarinya!" sahut pelayan dapur.

Kembali ke Perpustakaan

Aku menatap satu sketsa anatomi lengkap—bentuk otot, saluran darah, dan letak mana node. Ada semacam koneksi antara titik-titik energi itu dengan pusat kendali sihir di perut. Kalau aku bisa mengarahkan mana langsung ke otot yang butuh penguatan...

"Teorinya... sih... masuk akal. Tapi ya siapa yang bisa coba teori sintesis mana-otot ini selain aku, ya?"

Aku baru mau berdiri saat...

BRAK!!

Pintu perpustakaan seperti dihantam petir.

"TUAN ARLAAAAAAAAAN!!" suara Lyra menggelegar, lebih nyaring dari terompet perang.

"Aduh, gawat," bisikku.

Lyra masuk seperti singa betina. Di belakangnya ada Seraphine, dua pengawal, dan seorang pelayan yang salah jalan dan bawa sapu.

"DIDUNIA MANA, MANUSIA LEMAH SEPERTIMU BOLEH KELUAR DI TENGAH MALAM?! DENGAN TUBUH YANG SEPERTI JELLY HIDUP, KAU BERANI KE SINI?!"

"...Tapi ini ruang baca, bukan ruang kematian."

"KAMU MAU MATI, ARLAN!?"

Tanpa aba-aba, Lyra menjatuhkan diri dan memelukku sekuat tenaga. Aku sempat merasa seperti remuk sejenak. Tangisnya terdengar.

"Kalau kamu kenapa-kenapa... aku gak tahu harus ngapain..."

Aku terdiam. Untuk pertama kalinya, aku merasa... bersalah. Tapi juga hangat. Diperhatikan sedalam ini oleh seseorang, rasanya aneh. Tapi menyenangkan.

Seraphine duduk di sampingku, menatap kertas-kertas yang berserakan.

"Kau... mempelajari ini?" tanyanya, menunjuk sketsa.

Aku mengangguk. "Aku rasa... sihir bukan cuma mantra. Ini harusnya bisa dikombinasikan dengan pengetahuan logis. Fisiologi. Anatomi. Aku ingin menciptakan cara untuk menguatkan tubuh... dari dalam. Mungkin butuh waktu lama, tapi... aku merasa ini jalanku."

Seraphine mendesah. "Kau gila."

Aku tertawa. "Sudah kuduga semua orang bakal bilang begitu."

"Tidak," katanya, tersenyum kecil. "Tapi mungkin... Itu gila yang diperlukan oleh dunia ini."

Lalu... Aku dikembalikan ke tempat tidur seperti pasien gawat darurat. Selimut ditarik sampai ke dagu, dan Lyra duduk di samping tempat tidur seperti harimau penjaga sarang—dengan wajah manis, tapi siap menerkam kalau aku coba kabur lagi.

"Aku pasang pengawal di depan kamar. Kau coba keluar lagi, kupotong kakimu," ancamnya sambil tersenyum.

"Ekspresi manis, ancaman sadis," gumamku. "Sempurna."

Seraphine juga sempat datang. Tapi saat ia bertanya soal tumpukan catatanku di perpustakaan, aku hanya tertawa kecil dan menjawab santai:

"Hanya ide iseng dari anak insomnia."

Ia mengernyit, tapi tidak memaksa. Untungnya.

Karena kebenarannya... eksperimen ini hanya akan kulakukan sendiri. Tanpa pelatih. Tanpa guru. Tanpa rekan. Jika aku gagal, aku ingin menjadi satu-satunya yang menanggung akibatnya.

"Kalau berhasil, aku akan menciptakan bentuk sihir yang belum pernah ada... "

"Tapi kalau gagal... ya, semoga Lyra tidak benar-benar motong kakiku."

Fajar Menyongsong

Langit mulai berpendar lembut di balik jendela kaca patri istana. Aku terbangun, lalu duduk di ranjang, merenung sambil menatap tangan sendiri yang perlahan mulai terasa... tidak sepenuhnya biasa.

Tok tok tok.

"Masuk," gumamku malas.

Yang muncul... justru dia.

Pelayan cantik bersuara serak itu—wanita pertama yang kulihat saat bangun di dunia ini, lengkap dengan senyum cerah, ekspresi terlalu bersemangat, dan... nampan besar berisi perlengkapan mandi.

"Selamat pagi... Pangeran Arlan..." ucapnya pelan, dengan suara yang bisa melelehkan mentega.

"E-Eh? Kamu...?"

"Aku ditugaskan Raja langsung... untuk merawat Anda pagi ini." Matanya bersinar. "Termasuk memandikan... dan... memotong rambut Anda yang... ya ampun..."

Aku refleks meraba rambutku sendiri. "...Kenapa jadi kayak semak belukar ya..."

“Karena Anda lebih sering pingsan daripada nyisir,” jawabnya lembut, Lalu menutup mulut sambil tertawa kecil.

"Kyaaa~ pangeran-nya lucu banget…"

Aku menatapnya curiga. “Nama kamu siapa, sih?”

"Anya... Pelayan Kerajaan Kelas Dua... tapi sekarang hanya milik Anda."

"Eh?"

“Maksudku... ditugaskan khusus menangani Anda!” pipinya memerah seperti tomat direbus.

Aku nyaris tertawa melihat kepanikan imut itu.

“Maaf, Anya. Aku cuma... belum terbiasa diperlakukan kayak bayi bangsawan.”

“Tenang saja, aku akan melakukannya dengan...lembut...” katanya sambil perlahan mulai membuka selimutku.

“Eh, tunggu, kamu mau—”

“Memandikan Anda, ya.”

“B-Bisa aku mandi sendiri?”

Dia menatapku dengan wajah polos dan penuh harapan. “Tapi... aku sudah menyiapkan semuanya... dan aku membaca buku teknik mandi bangsawan semalaman…”

“...Buku apa?”

“101 Cara Membersihkan Tubuh Seorang Pangeran dengan Lembut dan Efisien. Edisi Spesial.”

“Buku macam apa itu!?”

“Ayo, Pangeran... jangan malu...”

Beberapa menit kemudian, aku terduduk di dalam bak mandi besar, sementara Anya dengan telaten membasuh rambutku.

"A-Anya... kamu enggak perlu... menggigil begitu. Aku nggak gigit."

"Aku t-tidak menggigil... aku hanya... terlalu bahagia... karena bisa menyentuh rambut asli Pangeran Arlan... yang legendaris ini..."

Aku hanya bisa pasrah sambil menatap langit-langit.

Dunia ini... benar-benar penuh kejutan.

Dan, entah kenapa... aku tahu, pagi ini akan jadi awal dari hari yang lebih gila lagi.

1
budiman_tulungagung
satu bab satu mawar 🌹
Big Man: Wahh.. thanks kak..
total 1 replies
y@y@
👍🏿🌟👍🌟👍🏿
budiman_tulungagung
ayo up lagi lebih semangat
Big Man: Siap.. Mksh kak..
total 1 replies
R AN L
di tunggu kelanjutannya
Big Man: Siap kak.. lagi ditulis ya...
total 1 replies
y@y@
👍🌟👍🏻🌟👍
Big Man: thanks kak..
total 1 replies
y@y@
👍🏿⭐👍🏻⭐👍🏿
y@y@
🌟👍👍🏻👍🌟
y@y@
⭐👍🏿👍🏻👍🏿⭐
y@y@
👍🌟👍🏻🌟👍
y@y@
👍🏿⭐👍🏻⭐👍🏿
y@y@
🌟👍👍🏻👍🌟
y@y@
⭐👍🏿👍🏻👍🏿⭐
y@y@
⭐👍🏿👍🏻👍🏿⭐
y@y@
⭐👍🏻👍👍🏻⭐
y@y@
👍🏿🌟👍🌟👍🏿
y@y@
👍🏻⭐👍⭐👍🏻
y@y@
🌟👍🏿👍👍🏿🌟
y@y@
⭐👍🏻👍👍🏻⭐
y@y@
👍🏿🌟👍🌟👍🏿
y@y@
👍🏻⭐👍⭐👍🏻
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!