NovelToon NovelToon
Detik Yang Membekas

Detik Yang Membekas

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Misteri / Romansa Fantasi / Diam-Diam Cinta / Romansa / Office Romance
Popularitas:29k
Nilai: 5
Nama Author: Ahmad Vicky Nihalani Bisri

Di dermaga Pantai Marina, cinta abadi Aira dan Raka menjadi warisan keluarga yang tak ternilai. Namun, ketika Ocean Lux Resorts mengancam mengubah dermaga itu menjadi resort mewah, Laut dan generasi baru, Ombak, Gelombang, Pasang, berjuang mati-matian. Kotak misterius Aira dan Raka mengungkap peta rahasia dan nama “Dian,” sosok dari masa lalu yang bisa menyelamatkan atau menghancurkan. Di tengah badai, tembakan, dan pengkhianatan, mereka berlomba melawan waktu untuk menyelamatkan dermaga cinta leluhur mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Vicky Nihalani Bisri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CH - 9 : Ombak yang Menguji

Langit Semarang pagi itu terlihat sedikit mendung, dengan awan kelabu yang bergerak perlahan di cakrawala.

Aira duduk di sebuah kafe kecil di daerah Simpang Lima, tempat dia janjian dengan editornya, Nadia. Kafe itu sepi, hanya ada beberapa pelanggan yang sibuk dengan laptop atau mengobrol pelan di sudut ruangan.

Aroma kopi yang baru diseduh menguar di udara, tapi Aira tidak bisa menikmati suasana seperti biasanya. Jantungnya berdegup kencang, tangannya yang memegang cangkir latte terasa dingin meskipun minuman itu masih hangat.

Nadia tiba tepat waktu, mengenakan blazer hitam dan celana kain yang rapi, memberikan kesan profesional yang sedikit membuat Aira semakin gugup.

“Pagi, Aira,” sapa Nadia sambil tersenyum, tapi Aira bisa melihat ada ketegasan di matanya.

Nadia duduk di depan Aira, memesan secangkir teh hijau sebelum mereka mulai berbicara.

“Pagi, Mbak Nadia,” balas Aira, suaranya sedikit gemetar.

“Maaf kalau aku bikin repot. Aku… aku tahu ceritaku akhir-akhir ini bermasalah.” Nadia mengangguk, membuka tabletnya untuk menunjukkan data statistik.

“Aira, aku enggak mau buang waktu, jadi aku langsung ke intinya, ya. Jumlah pembaca aktif mu turun 20% dalam dua bulan terakhir. Komentar negatif juga meningkat—banyak yang bilang ceritamu mulai monoton, konfliknya kurang greget, dan karakternya terasa datar. Aku tahu kamu penulis berbakat, tapi kalau ini terus berlanjut, kita bisa kehilangan pembaca setiamu.” Kata-kata Nadia terasa seperti tamparan bagi Aira.

Dia menunduk, merasa ada air mata yang mulai menggenang di matanya.

“Aku… aku tahu, Mbak. Aku udah coba kasih yang terbaik, tapi… entah kenapa, aku ngerasa stuck. Aku takut gagal, takut pembacaku ninggalin aku.” Nadia menghela napas, nadanya sedikit melunak.

“Aira, aku paham. Writer’s block itu wajar, apalagi dengan tekanan yang kamu hadapi. Tapi kamu harus ingat, pembaca mu suka kamu karena cerita-ceritamu punya jiwa. Aku masih ingat novel pertamamu, Senja di Pelupuk Mata. Itu bikin orang takut, bikin orang jatuh cinta. Kamu harus balik ke Aira yang dulu, yang enggak takut ambil risiko.” Aira mengangguk pelan, mencoba menyerap kata-kata Nadia.

“Aku… aku punya ide cerita baru, Mbak. Tentang seorang nelayan yang nyanyi buat laut, dan laut bales nyanyiannya dengan ombak. Aku pikir… aku mau coba bikin cerita yang lebih emosional, lebih… berani. Tapi aku takut kalau itu juga enggak diterima pembaca.” Nadia tersenyum kecil, matanya berbinar.

“Itu ide yang bagus, Aira. Aku suka konsepnya, kedengarannya unik, dan aku yakin kamu bisa bikin pembaca terpikat lagi. Tapi kamu harus all out. Jangan takut buat bikin konflik yang dalam, emosi yang mentah. Aku kasih kamu waktu dua minggu buat nulis bab pertama cerita baru ini. Kalau respon pembaca bagus, kita lanjutin. Kalau enggak… kita harus cari cara lain.” Aira menatap Nadia, merasa ada tekanan baru di pundaknya, tapi juga semangat yang mulai menyala.

“Baik, Mbak. Aku bakal coba. Makasih… makasih udah kasih aku kesempatan.” Setelah pertemuan dengan Nadia, Aira merasa campur aduk.

Dia tahu dia punya kesempatan untuk membuktikan dirinya, tapi tekanan waktu dan ekspektasi membuatnya cemas. Dia memutuskan untuk menghubungi Raka, berharap pria itu bisa membantunya menenangkan pikiran.

“Raka, aku abis ketemu editor. Aku… aku butuh ketemu kamu. Bisa?” tulisnya dalam pesan. Tak sampai lima menit, Raka membalas.

“Aku di studio. Langsung ke sini, ya. Aku tunggu.” Aira merasa sedikit lega, lalu bergegas ke studio Raka dengan ojek online.Sampai di studio, Raka langsung menyambutnya dengan pelukan hangat.

“Aira, kamu baik-baik aja? Aku khawatir baca pesanmu tadi,” katanya, suaranya penuh perhatian. Aira membalas pelukan itu, merasa ada kehangatan yang menenangkan.

“Aku… aku bingung, Raka. Editor bilang aku punya waktu dua minggu buat nulis bab pertama cerita baru. Kalau respon pembaca enggak bagus, aku… aku enggak tahu apa yang bakal terjadi.” Raka menarik Aira untuk duduk di sofa kecil, tangannya memegang tangan Aira erat.

“Aira, dengerin aku. Aku tahu kamu bisa. Ide cerita tentang nelayan itu… itu bagus banget. Aku yakin pembacamu bakal suka. Kamu cuma perlu percaya sama diri sendiri.” Aira menatap Raka, matanya penuh keraguan.

“Tapi… bagaimana kalau aku gagal lagi, Raka? Aku takut… aku takut kehilangan semuanya, pembacaku, mimpiku… bahkan kamu.” Raka menggeleng, tangannya menyentuh pipi Aira dengan lembut.

“Kamu enggak bakal kehilangan aku, Aira. Aku janji, apa pun yang terjadi, aku bakal ada di sini. Dan aku yakin kamu enggak bakal gagal. Aku tahu kamu punya bakat, dan aku tahu kamu punya hati yang besar buat cerita-ceritamu.” Kata-kata Raka membuat Aira tersenyum kecil, meskipun ada air mata yang mengalir di pipinya.

“Makasih, Raka. Aku… aku bakal coba. Aku enggak mau nyerah.” Raka tersenyum, lalu tiba-tiba berdiri.

“Aku punya ide. Aku mau bawa kamu ke suatu tempat-tempat yang bisa bantu kamu cari inspirasi. Kita pergi sekarang, ya?” Aira mengangguk, penasaran.

Raka membawanya ke Pantai Marina, tempat mereka sering menghabiskan waktu bersama. Tapi kali ini, Raka mengajaknya ke sebuah dermaga kecil yang jarang dikunjungi orang.

Dermaga itu terbuat dari kayu tua, dengan beberapa perahu nelayan kecil yang terikat di sisinya. Ombak laut bergerak pelan, menciptakan suara yang menenangkan, dan angin membawa aroma garam yang khas.

“Raka, ini… ini tempat yang bagus banget,” kata Aira, matanya berbinar.

Dia duduk di ujung dermaga, kakinya menggantung di atas air, sementara Raka duduk di sampingnya.

“Aku suka ke sini kalau lagi butuh tenang,” kata Raka, menatap laut dengan mata penuh kenangan.

“Aku pikir… tempat ini cocok buat cerita nelayan mu. Coba bayangin, nelayan itu duduk di sini, nyanyi buat laut, dan ombak bales nyanyiannya. Apa yang kamu rasain?” Aira menutup mata, membiarkan suara ombak dan angin membawanya masuk ke dalam imajinasinya.

Dia membayangkan seorang nelayan tua, wajahnya penuh kerutan tapi matanya penuh harapan, menyanyi dengan suara serak tentang cinta yang hilang.

Laut mendengarkan, ombak bergerak seolah menari, dan di kejauhan, ada sosok samar yang muncul, seorang wanita yang ternyata adalah ilusi dari masa lalu nelayan itu.

Aira membuka mata, tangannya buru-buru meraih ponsel untuk mencatat ide itu.

“Raka, ini… ini beneran bantu banget,” katanya, suaranya penuh semangat.

“Aku tahu harus nulis apa sekarang. Aku… aku mau bikin cerita yang bikin pembaca takut, tapi juga bikin mereka jatuh cinta.” Raka tersenyum, matanya penuh kebanggaan.

“Aku yakin kamu bisa, Aira. Aku bakal bantu bikin cover-nya, mungkin dengan gambar dermaga ini, sama siluet nelayan dan ombak yang bergerak.” Mereka menghabiskan sore itu di dermaga, Aira menulis draf awal ceritanya di ponsel sementara Raka mengambil foto-foto laut untuk referensi.

Saat matahari mulai terbenam, mereka duduk berdampingan, menatap langit yang berwarna jingga dan ungu. Aira bersandar di bahu Raka, merasa ada kedamaian yang lama tidak dia rasakan.

“Raka, makasih ya… kamu selalu tahu cara bikin aku merasa lebih baik,” katanya, suaranya lembut.

Raka memeluk pundak Aira, mencium keningnya dengan lembut.

“Aku juga harus makasih, Aira. Kamu bikin aku merasa hidup lagi. Aku… aku sayang kamu.” Kata-kata itu membuat Aira menatap Raka, matanya berkaca-kaca tapi penuh kebahagiaan.

“Aku juga sayang kamu, Raka,” balasnya, dan untuk pertama kalinya, dia merasa bahwa ombak yang menguji mereka justru membawa mereka lebih dekat.

Malam itu, Aira pulang dengan semangat baru. Dia duduk di depan laptopnya, menulis bab pertama cerita barunya dengan penuh gairah.

Kata-kata mengalir seperti air, emosi mentah dari nelayan itu tertuang dengan indah di setiap baris.

Dan di dalam hatinya, Aira tahu bahwa meskipun tantangan masih ada, dia tidak sendirian, Raka ada di sisinya, dan ketika mereka bersama, mereka bisa menghadapi apa pun.

1
Miu Nih.
maasyaa Allaah, kisahnya indah ☺☺
tuan angkasa: terima kasih🙏
total 1 replies
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
siapa itu Rinai? koq kayak merk kom...r yaa thor🙏🏻
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ: melodi tuh bagus bt nama
tuan angkasa: wkwkw iya kah? tpi bagus ih
total 4 replies
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
melodi cinta 🤩🤩🤩
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
selamat yaa Aira dn Raka.....samawa
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ: siyaapp
tuan angkasa: yu ikuti terus cerita mereka hehe
total 2 replies
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
yesss i do......🥰🥰
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
aamiin
Delbar
aku mampir kak 💪💪💪💪
tuan angkasa: terima kasih kak🙏
total 1 replies
Bee Sa Maa
novelnya bagus, menarik, ceritanya ringan, lucu dan menghibur, lanjutkan thor!
Dante
kok bisa sih, selucuuu ini 🐣
tuan angkasa: bisa dong, kek yang bacanya juga lucu
total 1 replies
Miu Nih.
arg! nusuk banget ini 🥲
tuan angkasa: bener kak😢 semangat yaa
total 1 replies
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
LDRan ceritanya yaa
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ: siyaapp
tuan angkasa: hehe, pasti relate nih kakak nanti ngebaca nya dari hari ke hari, tenang aja, kita up setiap pukul 5 sore setiap harinya, stay tuned yaa:)
total 4 replies
🍁𝐀ⁿᶦ𝐍❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
saling melengkapi....
Miu Nih.
untuk bisa masuk ke dalam cerita gitu emang butuh detail yang 'sangat' ,,tapi beda di novel digital itu emang perlu jalan cerita yang cepat tak tak tak gitu biar langsung ngena pembaca...

padahal niatnya ya itu author bikin cerita yang bisa nyentuh, memaknai setiap paragraf, enggak sekedar cerita dan bikin plot... kamu tahu, aku bikin jalan cerita 3 hari itu menghabiskan 15 bab 🤣🤣
tuan angkasa: wah 3 hari 15 BAB termasuk cepet loh kak
total 1 replies
Miu Nih.
cocok nih raka sama Aira... raka bisa bantu bikin sketsa gitu, nanti bisa jadi komik atau lightnovel 🤗
Miu Nih.
betul, aku juga merasa begitu? menurutmu apa tantangan dalam menulis novel digital gitu?
Miu Nih.
Halo Aira, nama kita sama 🤗
mampir bentar dulu yaa... lanjut nanti sekalian nunggu up 👍

jgn lupa mampir juga di 'aku akan mencintaimu suamiku' 😉
tuan angkasa: hai kak aira, terima kasih sudah mampir, ditunggu kedatangannya kembali😊

baik
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!