Pernikahan sudah di depan mata. Gaun, cincin, dan undangan sudah dipersiapkan. Namun, Carla Aurora malah membatalkan pernikahan secara sepihak. Tanpa alasan yang jelas, dia meninggalkan tunangannya—Esson Barnard.
Setelah lima tahun kehilangan jejak Carla, Esson pun menikah dengan wanita lain. Akan tetapi, tak lama setelah itu dia kembali bertemu Carla dan dihadapkan dengan fakta yang mencengangkan. Fakta yang berhubungan dengan adik kesayangannya—Alvero Barnard.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Amarah Esson
"Gila! Nggak kelar-kelar kerjaan ini. Lama-lama otakku beneran geser kalau setiap hari harus ngurusin beginian."
Di tengah kesibukannya dengan berkas-berkas yang berserakan di meja, Vero melontarkan keluhan, entah untuk yang keberapa kalinya.
Rasanya dia sudah muak dengan urusan kantor yang menjeratnya setiap hari. Setiap detik dipaksa memikirkan deretan huruf dan angka yang membuat otaknya penuh sesak.
Walau katanya terjun dalam dunia bisnis lebih menjanjikan, lebih berpeluang besar untuk mengumpulkan uang dalam jumlah fantastis, tetapi rasa nyaman dalam diri Vero belum ada sama sekali. Dia masih bermimpi untuk menjadi teknisi yang setiap harinya bergelut dengan mesin, menciptakan inovasi baru untuk membuat motor melaju kencang di sirkuit.
"Duh ... beneran, capek banget," keluh Vero lagi sembari meneguk sisa kopi di cangkirnya.
Lantas, sekilas dia menyalakan layar ponsel dan menatap jam digital yang tertera di sana. Jam pulang masih cukup lama, padahal dia sudah tidak sabar untuk menemui Carla. Pada saat makan siang tadi dia tak bisa keluar dari kantor, makanya berencana ke Hotel Sakura nanti saja sekalian pulang.
Sedikit pun Vero tidak mengindahkan peringatan Esson kemarin. Perihal cita-cita, dia bisa mengalah. Namun, soal Carla, tak ada kata mengalah apalagi menyerah. Apa pun yang terjadi dia akan tetap mengejar Carla, dengan atau tanpa restu Esson. Selain bentuk pertanggungjawaban dari kebodohannya di masa lalu, hati Vero sudah seutuhnya dimiliki Carla. Tak ada sisa lagi untuk wanita lain, hanya Carla.
Selagi Vero masih senyum-senyum sendiri membayangkan wanita yang ia damba, pintu ruangan tiba-tiba ditendang kasar dari luar.
Vero melonjak kaget, pikirnya ada orang berkelahi yang tak sengaja nyasar ke ruangannya. Namun, lelaki itu lebih kaget lagi saat melihat sang kakak yang datang, dengan tatapan yang nyalang seolah siap menelannya hidup-hidup.
Belum sempat Vero bertanya apa gerangan yang terjadi, Esson lebih dulu melangkah cepat ke arahnya dan menarik kasar tubuhnya.
"Bang-sat kamu, Vero!" bentak Esson.
Tubuh Vero yang sempat terhuyung langsung dia raih, kemudian didorong keras hingga membentur dinding. Sembari mencengkeram kerah kemeja Vero, Esson melayangkan beberapa kali pukulan di wajah adiknya itu. Pipi, pelipis, bibir, semua menjadi sasaran kepalannya. Vero yang tak sempat menghindar hanya bisa pasrah, menerima lebam dan memar yang sebagian mengeluarkan sedikit darah.
"Katakan! Katakan, Vero! Apa yang kamu lakukan pada Carla malam itu? Hah! Jawab!"
Teriakan Esson berapi-api, deru napasnya memburu hingga dadanya ikut naik turun.
Sementara itu, Vero hanya menelan ludah yang mendadak kecut. Dari pertanyaan barusan, Vero menebak mungkin kakaknya sudah mengetahui semuanya. Ya, Esson bukan orang sembarang. Dengan sedikit saja petunjuk, bukan hal sulit baginya untuk menyelidiki sesuatu yang bahkan sudah berlalu bertahun-tahun.
"Cepat jawab dengan jujur, Vero! Apa yang kamu lakukan pada Carla?" tanya Vero lagi. "Kamu melecehkan dia? Iya, Vero? Jawab!"
Bentakan kembali menggema, seiring dunia Vero yang seakan berhenti detik itu juga. Fakta telah terkuak. Rahasia lama sudah terkuliti. Kini hanya menunggu dirinya menanggalkan gelar pengecut dan mengakui semuanya secara jantan.
"Jawab, Vero! Sebelum aku membunuhmu, cepat jawab!"
"Maaf, Kak, aku nggak sengaja. Waktu itu—"
Vero gagal meneruskan ucapan. Terlebih untuk melontarkan pembelaan panjang, sama sekali tak ada sempat, karena wajahnya kembali menjadi sasaran amukan Esson. Ia dihajar dengan membabi buta, sampai darah segar mengalir dari sudut bibir dan pelipis. Benar-benar gila. Esson seolah lupa bahwa Vero adalah adik kandungnya, seseorang yang memiliki darah sama di tubuhnya.
"Tuan! Cukup, Tuan!"
Arsen berlari mendekati Esson dan Vero, lantas berusaha melerai kakak beradik itu.
"Jangan keterlaluan, Tuan! Dia adalah adik Anda!" teriak Arsen sambil tangannya terus menahan Esson agar berhenti memukuli Vero.
Namun, Esson telanjur dikuasai amarah. Meski mendengar apa yang dikatakan Arsen, tetapi otaknya nyaris tak bisa mencerna. Lewat begitu saja dari telinga kanan dan keluar dari telinga kiri. Sampai kemudian, Arsen pun menjadi sasaran pukulan Esson karena berusaha menghalangi wajah Vero.
Dalam beberapa saat setelahnya, Arsen mengabaikan perih di pelipisnya. Sekarang bukan saatnya untuk memedulikan luka, memisahkan Esson dan Vero itulah yang lebih utama.
Arsen sengaja melakukannya sendiri tanpa meminta bantuan orang lain. Dia menjaga nama baik tuannya. Jangan sampai orang lain tahu dua bersaudara tersebut bergulat hebat sampai berdarah-darah.
Setelah berjuang beberapa menit, sampai tubuh dibasahi keringat dan wajah memar di dua tempat, akhirnya Arsen berhasil memisahkan kedua tuannya. Ia bimbing Esson sampai duduk di kursi, sementara Vero dibawa ke kamar mandi untuk membersihkan lukanya dengan air hangat di sana.
Usai memastikan Vero tidak darurat dan bisa melakukannya sendiri, Arsen kembali mendatangi Esson. Ternyata tuannya itu sudah beranjak dan bersiap pergi meninggalkan ruangan.
"Tuan! Tunggu, Tuan! Anda mau ke mana?" cegah Arsen.
"Aku akan menemui Carla. Kamu minggirlah!"
"Tuan, tolong dengarkan saya!" Arsen memberanikan diri menghalangi langkah Esson. "Tenangkan diri Anda dulu, baru menemui Nona Carla! Bagaimana Anda akan bicara dengan beliau jika kondisi Anda sendiri masih penuh emosi seperti ini."
Esson tidak menjawab, hanya menunjukkan deru napas yang masih memburu.
"Lagi pula Nona Carla belum pulang, Tuan, beliau masih bekerja. Anda tidak akan bisa leluasa jika menemuinya di hotel. Waktu dan ruang untuk bicara sangat terbatas, itu pun beresiko tinggi, karena kedatangan Anda di sana pasti akan banyak yang menyoroti," lanjut Arsen, terus berusaha memberikan pengertian untuk Esson.
Untungnya kali ini Esson bisa membuka pikirannya dan mau mendengarkan nasihat Arsen. Dia mengurungkan niatnya untuk bertemu Carla detik itu, lantas memilih kembali ke ruangannya untuk menenangkan diri.
Bersambung...
Carla kenapa? beres2 barang?
Penderitaan Carla sungguh sungguh menyakitkan 🥲🥲🤗🤗
Jadi untuk apa memperdalam kisah yng sdh lewat ikhlas kan aja Son , cerita mu dngn Carla sdh selesai 😠😠🤣