Plak!
" Percuma aku menikahi mu, tapi sampai sekarang kamu belum juga memiliki anak. Kamu sibuk dengan anak orang lain itu!"
" Itu pekerjaanku, Mas. Kamu tahu aku ini baby sitter. Memang mengurus anak orang lain adalah pekerjaanku."
Lagi dan lagi, Raina mendapatkan cap lima jari dari Rusman di pipinya. Dan yang dibahas adalah hal yang sama yakni kenapa dia tak kunjung bisa hamil padahal pernikahan mereka sudah berjalan 3 tahun lamanya.
Raina Puspita, usianya 25 tahun sekarang. Dia menikah dengan Rusman Pambudi, pria yang dulu lembut namun kini berubah setelah mereka menikah.
Pernikahan yang ia harap menjadi sebuah rumah baginya, nyatanya menjadi sebuah gubuk derita. Beruntung hari-harinya diwarnai oleh wajah lucu dan tingkah menggemaskan dari Chandran Akash Dwiangga.
" Sus, abis nanis ya? Janan sedih Sus, kalau ada yang nakal sama Sus, nanti Chan bilang ke Yayah. Bial Yayah yang ulus."
Bagaimana nasib pernikahan Raina kedepannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Baby Sitter 15
"Assalamualaikum! Lho Chan main sendiri. Sus Ai mana? Buk, aku ke kamar dulu ya. Mau mandi, gerah banget."
"Waaliakum salam. Gus tung~"
Ceklek
Klak
Belum juga selesai Asri bicara, Bagus sudah masuk ke kamar. Padahal Asri mau memberitahu kalau di dalam ada Raina yang sedang tidur. Tapi sayang, Bagus sudah masuk. Terlihat sekali anaknya itu terburu-buru.
Di dalam, Bagus yang merasa sangat lelah dan gerah, segera masuk ke kamar mandi. Dia menanggalkan bajunya dan memasukkan ke dalam keranjang baju kotor. Bagus tidak menyadari keberadaan Raina karena Raina diselimuti dengan bedcover. Warna hijab yang dipakai oleh Raina juga kebetulan senada dengan sprei dan bedcover di kamar itu. Navy, itulah warna hijab yang dipakai oleh Raina.
Klaak
"Aah segarnya," ucap Bagus sambil keluar dari kamar mandi. Dia hanya menggunakan handuk untuk menutupi bagian pinggang ke bawah. Rambutnya yang masih basah tidak membuat pria itu mengenakan baju terburu-buru dan dia memilih duduk di tepi ranjang.
Awalnya Bagus ingin merebahkan tubuhnya namun saat dia meletakkan tangannya di atas tempat tidur, dia merasa memegang sesuatu.
"Apa ini, kaki? Astagfulirullah!"
Eughhh
"Chan, udah bangun. Aaaa!"
Merasa ada yang memegang kakinya, Raina pun terbangun. Yang ia pikir itu adalah Chan tapi ternyata senior Chan yang ada di sana.
Spontan Raina berteriak ketika melihat Bagus yang bertelanjang dada. Namun beberapa detik kemudian Raina sadar bahwa dirinya lah yang salah.
Wajah wanita itu merah merona layaknya tomat yang matang karena saking malunya.
"Maaf Pak, maafkan saya. Tadi saya diajak Chan tidur. Tapi malah saya yang ketiduran. Sekali lagi maaf pak."
Raina turun dari ranjang secara perlahan sambil menundukkan pandangannya. Sekilas dia bisa melihat dada bidang milik Bagus tadi. Dan sungguh rasanya dia berdosa sekali.
"Ng-nggak apa-apa, Sus. Aku juga minta maaf nggak nyadar kalau ada kamu di sini. Kamu nggak salah juga, pasti kamu capek banget sampai ketiduran begini. Ya sudah mari keluar. Ini sudah mau magrib juga."
Bagus sungguh merasa tidak enak. Ia tahu semua ini salah paham. Beruntung tadi dia sudah mengeluarkan kaos sehingga langsung bisa memakainya saat Raina berteriak terkejut.
"Buk, kok nggak bilang sih Raina ada di kamar aku?" Bagus langsung mengonfirmasi hal tersebut kepada Asri.
"Laah kamu udah buru-buru masuk. Ibu belum selesai ngomong udah main ngilang aja. Tadi Ai teriak kenapa?"
"Lihat aku belum pake baju."
Asri terkekeh geli. Rumah ini mendadak ramai dengan adanya anak dan cucunya. Biasanya Bagus jarang ke rumah karena banyaknya pekerjaan dan akhirnya Asri serta Budi yang memilih datang ke rumah Bagus. Tapi sekarang ada mereka ditambah Raina, rasanya menjadi lebih ramai.
"Sus Ai uda banun? Tadi Chan nda bisa tidul, jadi Chan tindalin Sus Ai di kamal. Eh tadi Yayah masuk pas Sus Ai masih tidul ya? Janan-janan Yayah yan buat Sus Ai banun?"
" Nggak begitu kok Chan, tadi emang waktunya Sus Ai bangun."
Asli, Raina sangat malu sekarang ini. Rasanya dia tidak bisa melihat wajah Bagus. Dia juga malu dengan Asri dan Budi. Teriakan yang dia lakukan tadi pasti lumayan keras untuk bisa didengarkan oleh orang yang ada di rumah ini.
"Cucu mu pinter," bisik Budi tepat ditelinga Asri. Asri hanya tersenyum menanggapi ucapan suaminya itu.
Rasanya sungguh tenang, hati dan pikiran Raina mendapatkan rasa itu setelah dia lepas dari belenggu. Meskipun masih proses, tapi kebebasan itu sebentar lagi akan terlaksana karena sudah di depan mata.
Berbeda dengan keadaan Raina, saat ini di rumah mantan suaminya yakni Rusman, tengah terjadi adu mulut yang luar biasa hebat.
Rusman yang di skors, Ningsih yang merasa malu dengan gunjingan para tetangga hingga uang kuliah Ida yang belum dibayar. Semua seakan campur aduk menjadi satu sehingga membuat rumah yang seharusnya terasa nyaman sebagai tempat pulang malah menjadi layaknya arena peperangan.
Mereka memiliki ikatan darah yang kental, tapi entah mengapa malah sama sekali tidak memiliki pengertian. Saling memaksa, saling menyudutkan dan berakhir dengan hanya mementingkan ego masing-masing.
"Buk, ini gimana uang kuliahku. Kalau aku nggak segera bayar aku bakalan di DO. Aaah Ibu, jangan diem aja dong." Ida merengek dan sebentar lagi menangis. Dia sudah berulang kali dipanggil oleh bagian administrasi untuk membayar uang semesternya. Jika tidak segera di bayar maka dia tidak bisa mengikuti ujian semester dan terancam tidak bisa melanjutkan perkuliahan.
"Ibu mana ada duit, kan kamu tahu Ibu nggak kerja. Mbok ya kamu itu nyambi kerja. Ibu lihat banyak anak-anak kuliah pada nyambi kerja. Kamu udah gede, coba mikir lebih dewasa. Jangan apa-apa minta. Mandiri gitu lho."
"Mas, apa Mas beneran nggak ada duit?"
"Da, aku ini baru aja kena skors. Dan itu sebulan. Duit aku udah nggak megang sama sekali. Apalagi bentar lagi aku harus ngurus pernikahan sama Suci."
"Heh, gila kamu ya Rus. Masa situasi kayak gini malah kamu mau nikah lagi. Nambah-nambahi beban tau nggak. Raina aja belum beres ini kamu malah mau bawa Suci Sici atau siapa lah itu."
Rusman mengusap wajahnya kasar. Jika boleh dibilang, dia memang sebenarnya tidak ingin menikahi Suci dengan cara terburu-buru begini. Terlebih mereka berdua saat ini sama-sama kena skors, itu berarti mereka sama-sama tidak memiliki penghasilan.
Namun perjanjian hitam diatas putih yang telah mereka tanda tangani dan disaksikan warga jelas harus mereka laksanakan. Jika tidak maka mereka akan di giring ke penjara atas tuduhan perzinahan.
"Kamu jangan nikah dulu pokoknya Rus. Kita masih sulit. Kecuali wanita itu kaya, itu beda cerita."
"Kalau aku nggak nikahi Suci, aku bakalan masuk penjara. Ibu mau aku masuk penjara hah!"
Diam, Ningsih terdiam ketika mendengar kata penjara. Dia jelas takut. Jika Rusman masuk penjara lalu bagaimana dengan kehidupannya.
Sungguh lucu bukan, dia bukannya mengkhawatirkan anaknya tapi dia takut kalau dia akan kesulitan menjalani kesehariannya.
Belum lama ditinggalkan oleh Raina, namun keluarga Rusman sudah kalang kabut kebingungan seolah dunia ini akan berakhir. Mereka lupa bahwa selama ini Raina mengambil peranan yang besar dalam hidup mereka.
"Bu, masih ada simpenan kan? Sini pinjem dulu buat bayar cicilan motor. Kalau nggak nanti motornya di tarik dealer."
"Edan kamu Rus, simpenan apa? Ibu sama sekali nggak punya."
"Arghhh, terus ini gimana? Cicilan itu motor kan sejuta tujuh ratus."
Rusman memijit kepalanya yang berdenyut. Rasanya sungguh sanga frustasi kali ini. Dia sangat bingung harus bagaimana.
"Perhiasan, katanya kalau Raina cerai dari kamu, perhiasan itu bakalan dibalikin."
"Oh iya bener. Ya, itu. Aah akhirnya ada jalan."
TBC